GIVE THEM LIFE
"Suasana begitu mencekam. Sekumpulan pasukan berkuda dengan senjata laras panjang terlihat pongah berjalan dikerumunan masyarakat, meyeruak barisan ibu-ibu berjilbab putih, dan orang-orang tua yang hendak ke Masjidil Aqsa. Menghalangi mereka untuk melakukan shalat jammaah, padahal hari itu hari suci yang harus dihormati, Hari Idul Fitri. Seorang bapak tua dengan berani memprotes seorang serdadu, ia minta rekannya dibebaskan, sang serdadu menolak, lalu terjadi keributan, seorang pemuda dipukul dari atas kuda, selanjutnya batu-batu intifadha mulai beterbangan. Ibu-ibu berjilbab putih menangis sambil mamandang kearah kamera sambil berkata...kami hanya ingin shalat Id...kami hanya ingin shalat Id....kami hanya ingin merayakan Idul Fitri..."
Adegan itu membuka sebuah film dokumenter jiffest berjudul This Is Not Living yang diputar di Galeri Oktagon, Jumat lalu. Kisah 8 wanita yang harus hidup dalam situasi konflik setiap hari, hingga akhirnya mereka merasa hidup mereka bukanlah kehidupan. Dimulai dari seorang wanita pemilik butik, yang harus menonton berita sebelum berangkat, karena dari berita itu, ia tahu jalan mana yang harus dihindari agar selamat dari pertikaian terbuka. Ia tetap rutin datang kebutik, membersihkan, merapikan pakaian, meskipun sudah lama tidak pernah ada satu pelangganpun yang datang.
Lalu tentang Dima, seorang ibu dengan banyak anak, yang harus tetap bekerja bersama suaminya yang cacat. Setiap malam harus berjaga, takut-takut jika ada misil yang nyelonong masuk kerumah, sementara mereka dalam keadaan terlelap. Juga cerita tentang seorang guru smu, yang setiap hari harus mendengar kesyahidan salah satu muridnya. Ada juga cerita tentang seorang wanita yang berprofesi sama denganku, seorang editor av bagian pemberitaan, setiap hari ia harus mengedit dan memotong gambar-gambar hasil liputan, menyimpan gambar-gambar yang mungkin dapat memicu konflik lebih parah, seperti gambar seorang anak yang tubuh dan isinya hancur berantakan dihajar misil Israel. "Manusia macam apa yang tega melakukannya..."begitu tanyanya...
Kemudian seorang wanita muda berusia 20-an menceritakan tentang adik laki-lakinya yang syahid. Padahal mereka berasal dari kelurga kaya raya, yang kehdupannya secara material tidak begitu terganggu dengan adanya konflik. Namun ada satu pernyataannya yang sangat menyentuh,"jika tanah kami dirampas, maka kami akan membelanya, baik kami orang kaya ataupun miskin. Karena dimata Allah semuanya sama...jika Israel terus menjajah negeri kami, maka keluarga kami siap memberikan syahid-syahid berikutnya..."
Lalu tentang seorang pekerja sosial Nasrani, menceritakan bahwa konflik di Palestina tidak hanya mengancam keluarga muslim, tetapi juga keluarga Nasrani. Ia mendatangi seorang ibu muda dari keluarga nasrani yang rumahnya baru kena serangan misil, dan juga grup drama lokal yang gedung teaternya berantakan diterjang peluru. Meskipun situasi sedang tidak menentu mereka tetap latihan, dan cerita yang disajikan menarik, tentang kebersamaan penduduk Palestina saat merayakan Ramadhan dan Hari Natal yang datang bersamaan.
Yang terakhir kisah tentang 2 orang nenek-nenek petani pohon zaitun, yang sedih karena tidak bisa memanen buah zaitun yang mereka tanam dilahan mereka sendiri, penduduk Israel mengusir mereka dengan lemparan batu dan mencabut pohon-pohon zaitun mereka. "Kami menanam zaitun untuk diwariskan kepada cucu-cucu kami, ini tanah kami, mengapa sekarang mereka bisa seenaknya mengusir kami, dan tentara Isreal diatas sana tidak berbuat apa-apa saat mereka melempari kami dengan batu, kami yakin kalau kami tetap disini, kami akan dibantai...."
Kisah wanita-wanita itu, kisah mereka yang terusir dari negeri sendiri, kisah mereka yang hidup ketakutan dirumah sendiri. Kisah-kisah yang terus mengilhamiku untuk setidaknya berbuat sedikit untuk mereka, memboikot produk-produk Yahudi yang memiliki subtitusinya...mengapa harus minum Coca-cola jika air putih lebih menyehatkan, mengapa harus makan Kentucy, California Fried Chicken, Dunkin Donats jika nasi dan lalap sambal terasa lebih membumi, mengapa harus memakai tas Export jika tas buatan di Barel UI tak kalah kuatnya, mengapa harus menyumbangkan peluru...jika kita bisa memberikan harapan...
(Setiap sen yang kita keluarkan untuk membeli produk-produk Yahudi (Israel, Amerika) adalah peluru yang digunakan untuk membunuh saudara-saudara kita di Palestina)
No comments:
Post a Comment