Thursday, July 29, 2004

NYANYIAN MERDU DISHUBUH ITU



Dinginnya shubuh kadang nyaris membuat mata terpejam diakhir salam. Kalau saja tekad yang tak kuat, seringkali dzikir diakhir shalat berubah menjadi mimpi yang tak jelas. Namun kali itu ada yang berbeda, sesosok wanita mendekap Al-Qur'an besar menungguiku dengan sabar, hingga usai kalimat dzikir terakhir. Sosok itu adalah My Mom. Ia sodorkan Al-Qur'an besar itu.

"Ada apa Mah..?"
"Ngaji..."
"Loh, biasanya kan sama Bapak..."
"Ah ngak enak, susah ngertinya..."


Lalu diawali taawudz ia baca Ayat ke 19 surat Al-Anfaal, terbata-bata. Seringkali harus berhenti saat lupa huruf didepannya. Cukup dingatkan, ia akan lanjutkan. Buatku itu adalah nyanyian termerdu yang kudengar dari mulutnya, mengingat 2 tahun lalu, saat seorang Ustadz masih rajin membimbing kami mengaji, semua huruf tak ada yang dikenalnya. Bahkan untuk menyelesaikan ayat kedua Al-Baqoroh kami harus menanti dengan sabar sekitar 5 menitan lamanya.

Wajar, My Mom, sosok wonder woman itu menghabiskan masa kecilnya disekolah Masehi. Ia tak pernah mengenal Al-Qur'an, selama 6 tahun SMP dan SMUnya satu-satunya kegiatan agama yang ia ikuti adalah kebaktian. Jadi kidung-kidung pujian lebih ia hafal daripada ayat-ayat Al-Quran. Bahkan saat masa pacaran, ia balas surat cinta My Father dengan "damai dalam kasih bapak disyurga" daripada salam.

Tapi, tak ada kata terlambat. Bahkan Sang Kekasih lebih menyukai hambaNya yang membaca Al-Quran terbata-bata namun penuh kesungguhan. Semoga hidayah Sang Kekasih selalu menyertaimu My Mom, Bunda, seperti nyanyian merdumu dishubuh itu.

(For My Beloved Mom: Love You Forever)

Wednesday, July 28, 2004

INDAHNYA CINTA PARA SAUDARI



"Sama-sama mbak, udah kewajiban kita sebagai saudara :) tapi aku akan lebih lega kalo Mbak Lies mau discan biar tahu gimana kondisi yang didalam. Maaf kalo aku cerewet, tapi itu semua karena aku sayang Mbak Lies..." (Seorang saudari cerdas berkacamata membalas smsku malam itu)

"Mbak Lies turut berduka cita...hehehe...tp mba npp-kan? ga diopname kan? cepat sembuh ya...(seorang adik junior penerusku, menanyakan kondisiku malam itu)

"Mbak gimana jari telunjuknya? masih sakit? jangan kecapean ya...(seorang saudari manis menanyakan kabar jari telunjukku yang terkilir saat dayung minggu lalu)


Malam itu berjuta kehangatan seolah menyergapku. Ada pancaran kekhawatiran dari mata mereka, terutama seorang adik yang langsung menempuh puluhan kilometer jaraknya untuk sekedar menemuiku, memastikan bagaimana kondisiku. Ada juga pancaran kesedihan dari sepasang mata lembut, yang didalam rahimnya tengah bersembunyi sesosok mahluk suci.

ke4 saudari malam itu langsung mengajakku kerumah sakit terdekat untuk memeriksa kondisiku, meskipun aku merasa agak baikan, hanya sedikit pusing dan pegal pada bagian pinggang. Tak ada salahnya memenuhi permintaan mereka, siapa tahu memang kondisiku didalam tidak sebaik yang terlihat diluar. Akhirnya dengan penuh kesabaran mereka antarkanku menuju rumah sakit terdekat, menungguiku saat diperiksa dokter, saat rontgen, hingga menebus obat. Padahal malam itu, kutahu banyak pekerjaan menanti untuk diselesaikan, tapi mereka lebih memilih untuk menemaniku.

Sang Kekasih memang Maha Baik, diberikannya aku keluarga yang bahagia, pekerjaan yang mapan dan Para Saudari yang memberikan cintanya dengan sepenuh keikhlasan, lalu Nikmat-Nya yang mana lagi yang tidak dapat aku dustakan?

(Many thanks for your love and affection, my beloved sisters: Mona, Ami, Ve n Tia)
TEGURAN DARI SANG KEKASIH



Siang hari seusai mengetik LPJ DPRa, kukeluarkan Jupiter menuju rumah seorang aktivis dakwah. Sesampainya disana, tak ada satu orangpun yang hadir, bahkan tuan rumah sedang mengikuti acara ditempat lain. Kutitipkan draft LPJ untuk dikritisinya, LPJ itu harus siap 1 Agustus mendatang, saat suksesi itu berlangsung. Lalu langsung kukebut Jupiterku menuju rumah seorang ikhwan yang sedang sakit, kutitipkan juga draft LPJ itu, saat pulang kutitipkan pesan "cepat sembuh ya, masa laki-laki gampang sakit...". Sang ikhwan hanya tersenyum.

200 Meter menjelang gang menuju rumah, sendal berhak 3 cm itu yangkut dipijakan Jupiter, membuatnya oleng, tanpa perlawanan, pasrah kurebah kesebelah kanan. Kejadian ini seringkali terjadi, saat rok panjang itu nyangkut dipedal atau starter, atau saat mau belok kanan. Namun aku tidak sadar kalau kejadian kali ini terjadi dijalan raya, siang hari, saat puluhan motor dan mobil berseliweran, hingga akhirnya sebuah benturan keras menghajar kepalaku, mengko-ku, semua disekitarku jadi hitam, gelap.

Tak berapa lama mataku terbuka, sudah banyak orang disekelilingku, kepalaku pusing bukan kepalang, ada benjolan disebelah kanan kepalaku. Keringat bercucuran, jilbab tak karuan, rasa sakit kurasakan dipinggang sebelah kiri. "Dilepas aja mbak jilbabnya, diobatin dulu..." seru seorang bapak. "Jangan-jangan...sudah bapak menghadap kesana aja dulu..." Lalu bergegas kurapihkan jilbab. Seorang bapak tetanggaku, membawa si Jupiter dan memboncengku menuju rumah.

Dirumah, My Mom yang melihat kondisiku cuma geleng-geleng kepala, lalu dipanggilkannya mbak pemijat, diurutnya benjolan dikepalaku, juga biru lebam dipinggangku, kata My Mom ada jejak roda motor disana. Semenjak SD, sudah kurasakan berbagai kecelakaan, diserempet mobil, ditabrak lari motor, bahkan tabrakan dengan motor. Tidak ada maksud untuk gagah-gagahan atau jadi jagoan, sunggguh kusudah berhati-hati, namun kadang takdir itu tak bisa dihindari.

Dan kali ini, kecelakaan paling parah yang kualami, ada kekhilafan disana, kuindahkan laranganNya untuk tidak memakai sendal berhak, padahal ada hadist yang jelas-jelas melarangnya. Tapi sungguh, kusudah memahami hikmah dibaliknya, pun saat kukendarai salah satu teman Jupiter, Karisma, menuju ketempat guru ngajiku keesokan harinya. Kukenakan helm dan sepatu ketsku, berdzikir sepanjang jalan, karena bayangan hantaman keras itu masih memenuhi kepala, dan alhamdulillah Sang Kekasih izinkan aku selamat untuk sekali lagi, jalani hari.

(Maaf untuk Saudariku Mona, tak bermaksud membuatmu khawatir dek, tapi kadang kala untuk melawan rasa takut itu adalah dengan menghadapinya)

Wednesday, July 21, 2004

OUTBOND FORSIMPTA: Are you ready?... Yes!!!



Pagi hari yang cerah 2 orang ikhwan panitia Forsimpta sudah menanti kami digerbang Buperta Cibubur. Dengan wajah fresh full smile, mereka meyambut dan mengantarkan kami sampai ke hostel kencanawungu, dimana puluhan aktivis dakwah perkantoran sudah berkumpul diaulanya. Wajah-wajah alim serius terpekur pada lay out yang diberikan panitia, ada susunan acara outbond disana.

Setelah sekian lama, tak pernah berkunjung ke Buperta, jadi ingat tahun 1996, saat jadi panitia Jambore Nasional kala itu. Bareng teman-teman gagah dari Saka Bahari, kami menginap persis diwisma sebelah hostel yang akan ditempati sekarang. Kini tahun 2004, bukan lagi aktivis pramuka, tapi berkumpul ditempat yang sama dalam rangka konsolidasi para aktifis dakwah perkantoran, dari Majlis Ta'lim Trans bersama 2 saudariku Mona dan Mbak Yuyun.

Para motivator cerdas dari TRUSTCO, mencairkan suasana dengan melakukan berbagai permainan. Hari pertama, sabtu siang itu kami sudah berteman akrab dengan beberapa aktifis yang bahkan belum kami kenal sebelumnya. Ada Mbak Irma dari Pindo Deli Kerawang, Wiwit yang ekspesif dari Wold Bank, dan Ibu Yaya dari InfoMedia. Banyak juga teman-teman lainnya dari Garuda Indonesia, Telkomsel, Indosat dan masih banyak lagi.

Namun yang paling membekas dalam ingatan adalah dini hari setelah kami qiyamulail, untuk merasakan panasnya api neraka, panitia mengajak kami untuk berjalan diatas bara api. Bara api yang disusun sepanjang 1 meter itu masih mengepulkan asapnya, namun panitia memotivasi kami bahwa dengan pertolongan Sang Kekasih kita pasti bisa melewatinya. Jadi ingat salah satu tantangan yang ada di Fear Factor, saat pesertanya harus berjalan dibara api, mereka semua bukan Muslim, tetapi dengan keyakinan mereka mampu melampauinya.

Akhirnya, dengan takbir satu persatu dari kami memberanikan diri untuk berjalan diatasnya. Satu langkah, dua langkah, aman, tapi langkah ketiga saat kaki kiri gamang, sebongkah bara mampir ditelapak kaki. Panas, perih jadi ingat betapa bara dunia saja sudah sepanas ini, apalagi panasnya api neraka. Semuanya lantas sujud, menghaturkan rasa malu dan syukur keharibaan Sang Kekasih. Malu karena tak berdaya menghadapi bara dunia, bersyukur karena masih diberikan kesadaran.

Paginya tim TRUSTCO telah siap mengajak kami menyebrangi danau dengan menggunakan rakit dan dayung. Diair yang tenang saja, kami kesulitan menjalankan rakit, apalagi mereka para pelaut yang sehari-hari kadang harus menghadapi hujan badai. Dibutuhkan kesabaran dan kerjasama tim yang baik untuk menyebranginya. Selepas menyebrangi danau, masih banyak materi diberikan sebagai bekal untuk menjadi aktifis dakwah perkantoran yang solid.

Dan kini, kami sudah kembali masuk kantor, dengan sekujur badan yang remuk redam namun kenangannya selalu membekas dalam ingatan. Bahkan saat membuka e-mail, semangat outbond itu masih terpancar dari beberapa foto hasil jepretan peserta. Kami semakin siap dan semangat untuk kembali menapaki jalan dakwah dinegeri ini, negeri bertuhan rating, yang berupaya disadarkan untuk kembali kepada Sang Kekasih sejati.

Are you ready...? Yes!!!

(Thanks panitia Forum Silaturanim Dakwah Perkantoran Jakarta, for giving us the chance to know each other, to strengthen the ukuwah)

Wednesday, July 14, 2004

KARENA PAULUS DAN SENDY



Paulus Lie, itu nama yang diberikan orantuanya saat lahir. Asli keturunan tionghoa, dengan kulit kuning langsat dan mata sipit. Penampilannya dandy, suaranya jernih, terdengar saat ia lantunkan sebuah lagu barat berjudul My Way dan sebuah lagu mandarin. Tapi... suaranya terdengar lebih jernih saat ia lantunkan ayat Al-Qur'sn surat Al-Alaq, terbata-bata tapi penuh kekhusyuan.

Paulus Lie yang sekarang berganti nama menjadi Ahmad Zailani, tertawa renyah bersama teman-teman muslim Tionghoanya saat berkumpul bersama disebuah rumah makan China. Ia juga tertawa geli saat sang empunya restoran memberinya hadiah sebuah salib. Kanker stadium 3 yang diderita sang bunda, menghantarkannya pada kesadaran hati nurani, bahwa kematian bisa menjemput kapan saja, karenanya kehidupan yang sekali harus berarti, dan ia putuskan untuk mengisinya dengan cahaya Illahi.

Didepannya tampil cantik dengan jilbab hijau lumut, Sendy. Mata sipit berkacamata semakin memancarkan kecerdasannya. Aktif di PUSDAI Jawa Barat, ia ajarkan keindahan Islam kepada saudara-saudaranya yang baru memperoleh hidayah Sang Kekasih. Dalam komunitas kecil diisi amoy-amoy cantik, ia dengan sabar menjelaskan setiap keingintahuan. Ia pandai mendeteksi penyakit dengan gerakan-gerakan indah layaknya seorang tai chi master, namun masih canggung ketika harus masuk kemasjid yang bukan berisi komunitasnya.

"Pernah...saya masuk masjid, tapi semua mata memandang saya lain, meskipun berjilbab, tapi banyak dari mereka yang menyangka saya biarawati..."

Ah senangnya, berjumpa dengan saudara seiman, meskipun hanya lewat layar kaca. Dengan senang hati, kuedit kisah mereka. Dan Malam ini akan dipresentasikan Ami dan kawan-kawan di Lantai 3 A, pada sang pemilik negeri bertuhan rating, Bapak Chairul Tandjung. Semoga Sang Kekasih memberinya percikan hidayah agar ia izinkan program itu diputar saat bulan suci nanti. Karena Paulus dan Sendy, contoh saudara-saudara kita dari komunitas minoritas yang harus diperkenalkan pada saudara-saudara muslim lainnya. Agar kehadiran mereka bisa direngkuh, agar keberadaan mereka bisa menambah semarak warna keimanan dinegeri ini.

(Perjalanan Islam tentang Komunitas Muslim Tionghoa, Insya Allah tayang Ramadhan)

Monday, July 05, 2004

MENANTI ANGKA-ANGKA BERGANTI...



Detik itu sudah berlalu, detik bersejarah menentukan nasib bangsa yang lama terpuruk. Dukunganpun sudah diberikan. Koalisipun sudah dilakukan, meskipun hanya oleh segelintir kelompok yang masih memiliki kesadaran. Tapi angka yang bergulir, tetap tak menunjukkan kegembiraan.

Banyak yang memprediksi, dukungan itu akan menjadi bola salju, semakin membesar. Tapi nyatanya hingga detik ini, angka itu sulit sekali membuncah. Yang penting ikhtiar sudah dilakukan, tinggal Sang Kekasih menentukan, baik melalui keajaiban atau tidak sama sekali. Yang pasti, selalu ada hikmah dari setiap keputusanNya.

(Siapapun yang terpilih, semoga memiliki ketaatan kepada Sang Kekasih)

Thursday, July 01, 2004

AKHIRNYA...



Sebuah sms masuk saat paket tentang kasus asusila diedit siang itu. Isinya "Musyawarah Majlis Syuro ke V PKS 29/06/2004 menetapkan pasangan Amien Rais - Siswono Yudo Husodo yang masih layak dipilih dalam pemilihan Presiden 2004". Pengirimnya Ustadz Suryama, Humas PKS. Lega sekaligus senang, akhirnya Bapak-Bapak itu berhasil memutuskan.

Masih ingat beberapa hari lalu, saat diskusi bareng Arnest, editor andalan Fenomena yang mengaku sosialis dan mengagumi Che Guavara. "Lies, kalo PKS pilih Wiranto, gue bakalan kecewa berat...". Juga saat Uda Gun, Produser Reportase Petang, lewat Mona bilang kalau dia akan lebih pilih SBY daripada Wiranto, katanya..."Saya sudah lama bergelut dilapangan sebagai jurnalis, saya tahu belangnya Wiranto...saya lebih baik pilih Wiranto daripada SBY".

Atau semangat My Father n The Gank, yang jauh-jauh hari malah sudah PD, PKS pasti dukung Amien. "PKS itu untuk putaran pertama akan dukung Amien...nah kalau Amien gagal, diputaran pertama, terus Wiranto masuk, kita pilih Wiranto...". Bahkan bentuk dukungan mereka diwujudkan dalam 3 buah spanduk bertuliskan "Amien Rais Fans Club" yang dipasang disekitar rumah. Sampai-sampai Pakde dari Kalimantan, yang terpaksa ikut pemilu di Jakarta karena ada tugas, baru akan diurusin perpindahannya untuk memilih, kalau ia memilih Amien Rais.

Orang-orang pemberitaan Trans, bahkan Mas Iwan, bosnya sempat memberikan komentar. "Nah Lies...udah jelas ya PKS...Amien khan...Ya, rasanya tidak berlebihan kalau kita semua merasa lega, karena PKS sekarang sudah besar, keputusannya dinanti, tak hanya mahasiswa dan pekerja profesional, tapi juga teman-teman tukang becak, tukang parkir, tukang sayur yang ikut sumbangsih menggelembungkan suara PKS dalam Pemilu putaran pertama kemarin. Meskipun ada beberapa orang yang kecewa, tapi yang perlu kita berikan adalah keyakinan, keputusan itu pasti sudah melalui diskusi yang ketat, berbagai pertimbangan Para Bapak di Majelis sana, dan keputusan yang dikeluarkan pastinya bukanlah yang akan menyengsarakan umat.

(Akh Ferry pinjam lagi nih fotonya, jazakallah)