Wednesday, April 21, 2004

MALU PADA SYEIKH YASSIN



Adalah seorang Syeikh Yassin yang telah selesaikan hidupnya dengan sangat indah. Izrail mengajaknya terbang saat ia usai bertaqarub pada Sang Kekasih di shubuh itu. Untuk dirinya sendiri, ia mempersaksikan kepada Allah, bahwa membela agama ini dan kehormatan bangsanya sebagai Muslim, lebih dari segala hal. Nyawa, darah yang mengalir ditubuhnya pun tak penting lagi.

Syahadah Syeikh Yassin adalah taushiyah bagi kita semua. Malulah, malulah semalu-malunya kita yang masih memiliki tarikan gravitasi yang begitu besar pada dunia: harta, wanita dan jabatan. Malulah. Lelaki dalam posisi seperti Syeikh Ahmad Yassin bisa mendapatkan apa saja yang dimauinya, asalkan ia mau berkompromi meskipun harus lumpuh dan sepanjang hidup dalam bidikan senjata. Tubuhnya hancur diterjang tiga rudal Zionis, tapi jiwanya langsung menemui kemenangan abadi.

Sedangkan kita, demi kenyamanan hidup yang tak seberapa, setiap hari kita berkompromi dengan melepas sekerat demi sekerat iman kita. Dengan kualitas ibadah yang ala kadarnya. Dengan melonggarkan syari'ah atas diri kita dan anak istri kita. Dengan pura-pura lupa bahwa Allah menyaksikan kita. Bahkan terkadang dengan pembangkangan.

Satu-satunya jenis manusia yang tidak akan terguncang mentalnya ketika kiamat menggelegar ialah para syuhada. Mereka menyerahkan darah dan jiwanya di jalan Allah. Kelak, mereka akan menyaksikan kehancuran langit, dunia dan seisinya serta kepanikan miliaran manusia dari kejauhan, dalam ketenangan.

(Dari halaman ketiga Hidayatullah yang membuat diri ini malu)

Friday, April 16, 2004

BUKU PEMBAWA HIDAYAH



Siang itu terpampang pengumuman disamping lift. Seorang teman kehilangan buku, judulnya si Cerdik Michael. Buku itu dipinjamnya dari seorang teman, buku langka, yang sudah ada sejak usianya baru 6 tahun. Buku itu harus kembali, bagaimanapun caranya.

Temanku sangat sedih, karena ia sudah kehilangan kepercayaan seorang teman. Lalu ia kerahkan segala upaya untuk mencarinya, sang ayahpun turut membantu. Sampai ia juga mengucapkan sebuah janji, janji kepada Sang Kekasih yang harus ia tepati, jika kelak keinginannya terpenuhi. Janji sederhana tapi kelak kan membawa perubahan besar pada hidupnya.

Janji itu berupa kepatuhan kepada syariatNya, proses meningkatnya ketakwaan, proses untuk lebih dekat pada cintaNya. Ia berjanji untuk menutup auratnya, jika si Cerdik Michael berhasil ditemukan. Ia berjanji untuk mencurahkan cintanya kepada Sang Kekasih semata. Lalu kami para saudari, berupaya mengikatnya, agar ia tak lupa pada janjinya. Memberikan sedikit kebutuhan yang ia perlukan, saat ia berhijab nanti. Termasuk satu buah seragam panjang, jatah dari kantor.

Sang Kekasih ternyata begitu mencintainya, sicerdik Michael berhasil ditemukan, tanpa butuh banyak upaya, tanpa butuh banyak biaya. Seorang bapak tua pemiliknya, menukar buku langka koleksinya hanya dengan uang tujuh ribu perak.

Dan kini kami para saudari menanti pembuktian janji sang teman, esok senin, akankah hidayah Sang Kekasih berhasil ia dapatkan?

(Siapa lagi yang akan dapat hidayahNya?)

Friday, April 09, 2004

PKS 5 TAHUN LAGI: CLEAN AND CAPABLE



"Gimana nih kok cuma nomor 6, katanya target bakalan masuk 3 besar..." seru seorang asisten produser news dini hari itu, bapak muda yang sedang tugas malam untuk Reportase Pagi. Pikiranku melayang satu hari yang lalu. Dua orang produser news senior mesam-mesem, saat melihatku datang.
"Selamat ya, hebat juga nomor satu diDKI..."

Siangnya seorang asisten produser Fenomena, tayangan panasnya bagian Pemberitaan Trans TV, menyodorkan jempolnya yang terlihat hitam dibagian ujung. "Lies, PKS, PKS..."
Aku cuma tersenyum, "terima kasih ya, sudah sumbangin suara buat PKS..."

Sorenya saat ngedit Interograsi bareng Newsflash, seorang Executive Produser menemani, lalu ia bercerita tanpa diminta.

"Aku belum milih saat ini Lies, kalau 5 tahun lagi PKS bisa tetap sebersih ini, aku pasti pilih PKS."
"5 tahun pengabdian PKS selama ini berarti ngak berarti apa-apa donk Kang..."
"Ya ada artinya, tapi aku masih mau lihat kiprahnya 5 tahun lagi..."

Menjelang maghrib, seorang reporter muda, simpatisan PKS, menyapaku dimeja komputernya.
"Wah mbak Lies, kayanya perolehan suaranya lumayan nih...". Aku cuma tersenyum.

Kembali lagi ke asisten produser muda yang dini hari ini masih bolak-balik diruangan news.
"Aku lihat 5 tahun lagi Lies, sekarang belum saatnya PKS menang, kalau sekarang menang takutnya, prematur..." Aku cuma menganguk-angguk.

Seorang produser senior, simpatisan PKS menambahkan.
"5 tahun yang akan datang, PKS ngak boleh cuma mengandalkan kebersihannya, dia juga harus capable, bersih dan capable..."


(Insya Allah)

Friday, April 02, 2004

LAUTAN MASSA BERGELOMBANG PUTIH



Ratusan wajah-wajah berseri memadati halaman sebuah pesantren pagi itu. Padahal waktu masih menunjukkan pukul 6.30 pagi, hari itu seharusnya sebagian dari mereka masuk kantor, menjalani rutinitas seperti biasa. Tapi mereka mau hari yang berbeda, mereka ingin bertemu dengan saudara-saudara dalam lautan massa. Dengan 3 bus tanpa ac, mereka rela berdesak-desakan berangkat, setelah sebelumnya mengucapkan Bismillah.

Disana, saudara-saudara menyambut kedatangan, diiringi nasyid pengugah semangat. Suaranya menggema memenuhi stadion raksasa. Gelombang putih bentukan bendera yang dikibarkan terlihat dari berbagai sisi, semua berteriak, tua, muda, anak-anak. Kobaran semangatnya mengguncangkan arena, tak ada botol melayang, tak ada sendal yang terlempar, tak ada api yang menyala, hanya semangat lautan massa. Bahkan saat barisan putih yang tak tertampung, menerobos masuk pada tengah arena, sang bapak bijak sigap menyambut mereka dengan lantunan nasyid penuh nasehat.."yang cinta keadilan ayo duduk"..."yang cinta keadilan ayo duduk"...dan merekapun menurutinya...

Lautan massa itu membuktikan janjinya, bahwa mereka kan putihkan Jakarta, meskipun sempat membuat jalan terhambat. Tapi tak ada yang harus menghadapNya karena jatuh dari truk, atau mengganggu pemakai jalan dengan erungan suara motor yang tak karuan, atau memblokir jalan hanya untuk kesenangan semata, semua murni hanya lautan massa yang ingin putihkan Jakarta, yang ingin ciptakan putihnya kedamaian didunia, yang ingin kembali pada kedamaiannya milikNya.

(Pada Selasa terakhir itu)