Thursday, September 13, 2007

MELEPAS IAS

Akhirnya dia pergi juga. Di tempat yang jauh dari kesan formal dan serius, malam itu kami berkumpul. Tak ada band pengiring, cukup suara seorang sahabat yang menyanyikan lagu 'That What Friends Are For' dengan penuh khusyuk, diiringi petikan gitar. Sederhana, bersahaja, seperti engkau adanya. Suaramu yang dalam, mencoba menyebut nama kami satu persatu, pun 4 OB, yang kau sebut sebagai wakil kepala divisimu.

Aku hanya bisa menahan supaya air tak menetes dari ujung mata. Apalagi saat kau katakan kau ingin berdikari, menempuh jalan sendiri, mencari kepuasan bathin dengan salah satunya menjadi penyalur tayangan Timur Tengah, dibeberapa stasiun tv. Meski suaramu berat, tapi ku merasa ada kelegaan luar biasa, yang lepas dari ragamu.

Selamat jalan Mas IAS, doakanku semoga kelak bisa mengikuti jejakmu.

(Selamat jalan Mas IAS Kadiv kami yang baik hati)
DUNIA KEAJAIBAN

Kehadiranmu adalah keajaiban. Binar mata bulat, 4 deret gigi dibagian atas, dan 2 buah saja dibagian bawah, adalah keajaiban. Dirimu harus terus dijaga, lalai sedikit saja, engkau pasti sudah menghilang, melarikan diri bermain bersama para tukang yang sedang bangun masjid di depan rumah. Aku ingat sore itu Abiyank meneleponku.

"Hudzaifah dah bisa jalan Umi...!" Suaranya terdengar bahagia. Bahagia karena bisa menyaksikan salah satu moment bersejarah dalam hidupmu. Bisa jalan.

Kemarin, Eyang Utimu kaget bukan kepalang, saat kau naiki puluhan anak tangga itu sendirian. Namun kau malah menyeringai dengan 2 lesung di pipimu. Dahulu juga, tantemu yang baik hati itu kaget, saat kau bisa beringsut turun dari tempat tidur seorang diri.

Rasanya tak sabar, menunggu apa lagi keajaiban yang akan kau tunjukkan...

(Luv u, Hudzaifah sayang)