NEGERI BERTUHAN RATING
spanduk sederhana itu terbentang diatas gerbang negeri bertuhan rating, semoga bentangannya menepi dipintu langit, dipungut malaikat sebagai amalan...
SMS itu kuterima 2 hari yang lalu, saat usai shalat taraweh dikantor. Dari seorang abang, yang mengomentari kegiatan lomba Qur'ani Kids yang kami adakan.
2 tahun yang lalu, aku masih sering melihatnya, ikut dalam kegiatan ngabuburit sederhana setiap menjelang berbuka. Namun kini sang abang jarang terlihat, aku hanya bisa memantau dari hasil liputannya dalam paket Jelajah. 3 Minggu lalu ia berada diPapua, mengikuti keseharian suku Dhani, lalu 2 minggu yang lalu ia sudah bersama anak-anak dari suku anak dalam dipedalaman Kalimantan, dan baru beberapa hari ini ia pulang dari Sumbawa. Nyaris aku merasa kehilangan sang abang, hingga SMS itu datang.
Sang abang ternyata tetap memantau, sedikit upaya yang kami lakukan untuk mewarnai sebuah negeri... bertuhan Rating...
Semoga sang abang tetap doakan, sedikit upaya yang kami lakukan, kelak berhasil mewarnai sebuah negeri untuk kembali kepada Tuhan sebenar....
(Untuk all my Majlis Ta'lim Friends...semoga semangat tak pernah padam...)
Friday, October 31, 2003
Tuesday, October 28, 2003
TARAWEH DIGUYUR HUJAN...
Minggu lalu, satu target acara tak mampu terlewati. Aku gagal berkumpul dengan bidadari-bidadariku menjelang Ramadhan, saat telat pulang dari kantor sore itu, aku berpapasan dua orang bidadariku yang mengantarkan Ratu bidadari pulang, kami langsung mengucapkan salam dan berpelukan. "Maafin mbak ya in...selamat menjalankan puasa, tugas-tugas selama ramadhan ini sudah dicatat Aan dirumah, dilihat ya...". Ratu Bidadari dengan kandungannya yang makin membesar, kali ini menyempatkan diri untuk hadir menemui adik-adiknya. Kuusap perut besar itu, "iya mbak..."
Setelah mandi, diiringi gerimis bergegas menuju musholla kecil disamping rumah, sendirian, my 2 lovely sisters sudah berangkat mendahului. Mereka akan mencarikan tempat untuk menggelar sajadahku dimusholla, yang biasanya pada hari-hari pertama Ramadhan penuh dengan jamaah. Dahulu aku taraweh di Masjid Nurul Hidayah, dekat jalan raya, tapi semenjak seorang dermawan membangun sebuah musholla dekat rumah, banyak warga yang memilih untuk shalat disana, meskipun musholla itu sangat imut, sehingga jamaah wanitanya harus shalat dirumah sebelah yang baru dibangun.
Selepas shalat Isya, hujan mulai deras, rumah yang belum sempurna dibangun itu, bocor dibeberapa sisi. Ibu-ibu mulai ramai, menggeser sajadahnya, merapat kekanan, menghindari air hujan. Aku sendiri yang kebagian dipojok depan, kebagian air hujan yang tampias turun seperti titik-titik embun, membahasi sajadah dan mukena. Aku nikmati saja "Alhamdulillah...mungkin ini berkah Ramadhan..."
Lalu Ketua Musholla Pak Nasikin memberikan ceramah, hujan semakin deras. Terjadi keributan, rupanya sendal para jamaah diluar, hanyut terbawa air hujan, maka sibuklah bapak-bapak memungguti sandal dan meletakkannya ditempat yang lebih aman. Suara ceramah Pak Nasikin, termakan celoteh lucu para ibu-ibu dan bapak-bapak yang sibuk mengejar sendal yang hanyut.
Dimulailah shalat tarawih, kembali Pak Nasikin yang memimpin. Tarawih kali ini spesial, kilat. Belum sempat mentadaburi ayat ketiga Al-Fatehah, tahu-tahu sudah rukuk, baru rukuk, tahu-tahu sudah sujud. Baru kemarin Ustadz Syaiful Islam cerita betapa banyak imam yang kurang dapat menghayati bacaannya, dan kini aku mengalaminya.
Taraweh pertamaku, disambut derasnya curahan hujan...sandal-sandal yang hanyut dan imam yang super kilat. Semoga taraweh yang akan datang, akan lebih baik.
Minggu lalu, satu target acara tak mampu terlewati. Aku gagal berkumpul dengan bidadari-bidadariku menjelang Ramadhan, saat telat pulang dari kantor sore itu, aku berpapasan dua orang bidadariku yang mengantarkan Ratu bidadari pulang, kami langsung mengucapkan salam dan berpelukan. "Maafin mbak ya in...selamat menjalankan puasa, tugas-tugas selama ramadhan ini sudah dicatat Aan dirumah, dilihat ya...". Ratu Bidadari dengan kandungannya yang makin membesar, kali ini menyempatkan diri untuk hadir menemui adik-adiknya. Kuusap perut besar itu, "iya mbak..."
Setelah mandi, diiringi gerimis bergegas menuju musholla kecil disamping rumah, sendirian, my 2 lovely sisters sudah berangkat mendahului. Mereka akan mencarikan tempat untuk menggelar sajadahku dimusholla, yang biasanya pada hari-hari pertama Ramadhan penuh dengan jamaah. Dahulu aku taraweh di Masjid Nurul Hidayah, dekat jalan raya, tapi semenjak seorang dermawan membangun sebuah musholla dekat rumah, banyak warga yang memilih untuk shalat disana, meskipun musholla itu sangat imut, sehingga jamaah wanitanya harus shalat dirumah sebelah yang baru dibangun.
Selepas shalat Isya, hujan mulai deras, rumah yang belum sempurna dibangun itu, bocor dibeberapa sisi. Ibu-ibu mulai ramai, menggeser sajadahnya, merapat kekanan, menghindari air hujan. Aku sendiri yang kebagian dipojok depan, kebagian air hujan yang tampias turun seperti titik-titik embun, membahasi sajadah dan mukena. Aku nikmati saja "Alhamdulillah...mungkin ini berkah Ramadhan..."
Lalu Ketua Musholla Pak Nasikin memberikan ceramah, hujan semakin deras. Terjadi keributan, rupanya sendal para jamaah diluar, hanyut terbawa air hujan, maka sibuklah bapak-bapak memungguti sandal dan meletakkannya ditempat yang lebih aman. Suara ceramah Pak Nasikin, termakan celoteh lucu para ibu-ibu dan bapak-bapak yang sibuk mengejar sendal yang hanyut.
Dimulailah shalat tarawih, kembali Pak Nasikin yang memimpin. Tarawih kali ini spesial, kilat. Belum sempat mentadaburi ayat ketiga Al-Fatehah, tahu-tahu sudah rukuk, baru rukuk, tahu-tahu sudah sujud. Baru kemarin Ustadz Syaiful Islam cerita betapa banyak imam yang kurang dapat menghayati bacaannya, dan kini aku mengalaminya.
Taraweh pertamaku, disambut derasnya curahan hujan...sandal-sandal yang hanyut dan imam yang super kilat. Semoga taraweh yang akan datang, akan lebih baik.
KERA YANG TRUS MENJALIN MIMPI...
Kemarin Kaum Yahudi Israel menetapkan pemukiman di Tepi Barat yang mereka bangun 'berstatus permanen'. Menurut radio Israel, komisi pembiayaan parlemen mengeluarkan dana sekitar US$29 juta untuk membangun apartemen tersebut.
Perilaku Israel seperti hanya menunjukkan siapa sebenarnya Israel kepada dunia. Langkah-langkah yang mereka ambil itu, kan, jelas-jelas melanggar ketentuan peta jalan damai yang sudah disusun pihak internasional yang didalamnya ada PBB, Uni Eropa, AS dan Rusia.
Jadi teringat salah satu film jiffest yang aku tonton bareng Mona kemarin 'This Is Not Living', saat 2 orang wanita tua pemilik puluhan hektar ladang zaitun, dilempari batu dan diusir oleh penduduk Israel, dari tanah mereka sendiri. Padahal mereka sudah hidup puluhan tahun, dan berencana mewariskan ladang zaitun itu untuk cucu-cucu mereka.
Memang tepat sekali lantunan nasyid yang dibawakan Izzatul Islam....
Telah menguntai angan kaum Yahudi...
Bagai kera yang terus menjalin mimpi...
(Semoga saudara-saudara di Palestina...diberikan kekuatan)
Kemarin Kaum Yahudi Israel menetapkan pemukiman di Tepi Barat yang mereka bangun 'berstatus permanen'. Menurut radio Israel, komisi pembiayaan parlemen mengeluarkan dana sekitar US$29 juta untuk membangun apartemen tersebut.
Perilaku Israel seperti hanya menunjukkan siapa sebenarnya Israel kepada dunia. Langkah-langkah yang mereka ambil itu, kan, jelas-jelas melanggar ketentuan peta jalan damai yang sudah disusun pihak internasional yang didalamnya ada PBB, Uni Eropa, AS dan Rusia.
Jadi teringat salah satu film jiffest yang aku tonton bareng Mona kemarin 'This Is Not Living', saat 2 orang wanita tua pemilik puluhan hektar ladang zaitun, dilempari batu dan diusir oleh penduduk Israel, dari tanah mereka sendiri. Padahal mereka sudah hidup puluhan tahun, dan berencana mewariskan ladang zaitun itu untuk cucu-cucu mereka.
Memang tepat sekali lantunan nasyid yang dibawakan Izzatul Islam....
Telah menguntai angan kaum Yahudi...
Bagai kera yang terus menjalin mimpi...
(Semoga saudara-saudara di Palestina...diberikan kekuatan)
Monday, October 27, 2003
SELAMAT TINGGAL MBAH ROH...
Kemarin satu hari menjelang Ramadhan, seseorang pergi menghadap-Nya. Pakde Roh, begitu my mom menyebutnya. Beliau kena serangan jantung. Pakde Roh, kakak dari Mbah Putriku yang tinggal di Surabaya, sudah banyak berjasa. Ia yang bantu membiayai sekolah my mom saat SMEA dulu, masa ketika keluarga Mbahku hidup dalam penderitaan. Beliau juga yang kasih banyak bantuan saat Mbah Kakungku meninggal.
Tadi pagi my mom and my father langsung menuju Bandara Soekarno-Hatta, berangkat ke Surabaya. Pergi menemui jasadnya yang terakhir kali. Untuk mengucapkan terima kasih...karenamu, my mom kini sudah jadi seorang wanita mandiri, karenamu...cucu-cucumu kini mampu melanjutkan mimpi-mimpi...
Selamat jalan Mbah Roh...semoga Allah menempatkanmu ditempat yang aku impikan...
Sebuah Raudhah yang didalamnya mengalir Tasneem dan Salsabil...
(Untuk Mbah yang sudah banyak berjasa)
Kemarin satu hari menjelang Ramadhan, seseorang pergi menghadap-Nya. Pakde Roh, begitu my mom menyebutnya. Beliau kena serangan jantung. Pakde Roh, kakak dari Mbah Putriku yang tinggal di Surabaya, sudah banyak berjasa. Ia yang bantu membiayai sekolah my mom saat SMEA dulu, masa ketika keluarga Mbahku hidup dalam penderitaan. Beliau juga yang kasih banyak bantuan saat Mbah Kakungku meninggal.
Tadi pagi my mom and my father langsung menuju Bandara Soekarno-Hatta, berangkat ke Surabaya. Pergi menemui jasadnya yang terakhir kali. Untuk mengucapkan terima kasih...karenamu, my mom kini sudah jadi seorang wanita mandiri, karenamu...cucu-cucumu kini mampu melanjutkan mimpi-mimpi...
Selamat jalan Mbah Roh...semoga Allah menempatkanmu ditempat yang aku impikan...
Sebuah Raudhah yang didalamnya mengalir Tasneem dan Salsabil...
(Untuk Mbah yang sudah banyak berjasa)
Sunday, October 26, 2003
ANDAI SETIAP BULAN ADALAH RAMADHAN...
Seorang selebritis kontroversional yang biasa tampil seksi
dan tak lepas dari goyang mautnya...
Tampil anggun dalam balutan kerudung putih...
Ia berniat istirahat dari segala aktifitasnya...
Demi menghormati datangnya sebuah bulan...
bernama Ramadhan...
Sebuah tempat hiburan malam...
tempat banyak manusia menghabiskan waktu...
dan larut dalam bisingnya house music...
Rela tutup dalam beberapa jam...
Demi menghormati datangnya sebuah bulan
bernama Ramadhan...
Sebuah kotak ajaib yang biasa menampilkan tayangan berani...
kini hadir dengan cerita-cerita menyejukkan...
kisah seorang ulama atau manusia yang mengalami pencerahan...
Demi menghormati datangnya sebuah bulan
bernama Ramadhan...
Seandainya...
setiap bulan adalah Ramadhan...
(Marhaban ya Ramadhan...semoga kehadiranmu menyejukkan bulan-bulan yang lain)
Seorang selebritis kontroversional yang biasa tampil seksi
dan tak lepas dari goyang mautnya...
Tampil anggun dalam balutan kerudung putih...
Ia berniat istirahat dari segala aktifitasnya...
Demi menghormati datangnya sebuah bulan...
bernama Ramadhan...
Sebuah tempat hiburan malam...
tempat banyak manusia menghabiskan waktu...
dan larut dalam bisingnya house music...
Rela tutup dalam beberapa jam...
Demi menghormati datangnya sebuah bulan
bernama Ramadhan...
Sebuah kotak ajaib yang biasa menampilkan tayangan berani...
kini hadir dengan cerita-cerita menyejukkan...
kisah seorang ulama atau manusia yang mengalami pencerahan...
Demi menghormati datangnya sebuah bulan
bernama Ramadhan...
Seandainya...
setiap bulan adalah Ramadhan...
(Marhaban ya Ramadhan...semoga kehadiranmu menyejukkan bulan-bulan yang lain)
Thursday, October 23, 2003
KORBAN IKLAN
Sejak dulu sepertinya Allah ciptakan wanita dengan kecenderungan suka berbelanja, dirumah my 2 lovely sisters and my mom juga suka belanja. Tapi ada yang aneh, ada seseorang yang paling boros belanja hal-hal yang ngak perlu... my father.
Coba lihat apa yang baru dibelinya seminggu lalu, sebuah treadmill, katanya biar putri-putrinya ngak ada yang gemuk, biar langsing, biar singset. Treadmill hitam legam itu punya banyak fungsi lho, bisa untuk ngecilin perut, bentuk lengan yang ok, rampingin pinggul pake alat yang bergetar-getar itu, begitu promo my father, persis seorang salesman.
Kemarin dulu dia beli sebuah kasur empuk biru yang bisa dipompa, katanya enak buat santai, buat tidur-tiduran, padahal kasur dikamarnya juga sudah spring bed yang kalah empuknya. Dia beli treadmill itu setelah lihat promo gratisnya di sebuah supermarket, dan kasur empuk biru itu setelah lihat iklannya ditv.
Padahal tanpa treadmillpun tubuh my 2 lovely sisters sudah ok, berkat senam jantung sehat dan cha cha yang rutin mereka ikuti dari vcd, tanpa kasur empuk itupun kami sekeluarga bisa tetap tidur pulas. Sekarang treadmill itu terdiam merana dipojok ruangan dan hanya dipakai kurang lebih sejam saja dalam sehari, itu masih mending, kasur empuk itu lebih tragis, ia jadi penghuni di atas lemari bersama debu-debu.
Padahal atap rumah ada yang bocor karena atapnya lapuk dimakan cuaca...
Padahal air dirumah sering seret karena pompa airnya udah tua...
Padahal lantai marmer dirumah sudah kusam karena termakan usia...
(For my beloved father...yang udah jadi korban iklan)
Sejak dulu sepertinya Allah ciptakan wanita dengan kecenderungan suka berbelanja, dirumah my 2 lovely sisters and my mom juga suka belanja. Tapi ada yang aneh, ada seseorang yang paling boros belanja hal-hal yang ngak perlu... my father.
Coba lihat apa yang baru dibelinya seminggu lalu, sebuah treadmill, katanya biar putri-putrinya ngak ada yang gemuk, biar langsing, biar singset. Treadmill hitam legam itu punya banyak fungsi lho, bisa untuk ngecilin perut, bentuk lengan yang ok, rampingin pinggul pake alat yang bergetar-getar itu, begitu promo my father, persis seorang salesman.
Kemarin dulu dia beli sebuah kasur empuk biru yang bisa dipompa, katanya enak buat santai, buat tidur-tiduran, padahal kasur dikamarnya juga sudah spring bed yang kalah empuknya. Dia beli treadmill itu setelah lihat promo gratisnya di sebuah supermarket, dan kasur empuk biru itu setelah lihat iklannya ditv.
Padahal tanpa treadmillpun tubuh my 2 lovely sisters sudah ok, berkat senam jantung sehat dan cha cha yang rutin mereka ikuti dari vcd, tanpa kasur empuk itupun kami sekeluarga bisa tetap tidur pulas. Sekarang treadmill itu terdiam merana dipojok ruangan dan hanya dipakai kurang lebih sejam saja dalam sehari, itu masih mending, kasur empuk itu lebih tragis, ia jadi penghuni di atas lemari bersama debu-debu.
Padahal atap rumah ada yang bocor karena atapnya lapuk dimakan cuaca...
Padahal air dirumah sering seret karena pompa airnya udah tua...
Padahal lantai marmer dirumah sudah kusam karena termakan usia...
(For my beloved father...yang udah jadi korban iklan)
Wednesday, October 22, 2003
MERINDUKAN MAHATHIR...
Duduk bersama 4 orang wartawan senior Indonesia, seorang pemimpin Asia yang kharismatik Mahathir Muhammad. Acara Topik Mahathir menjawab yang tayang siang tadi di TV7, dipandu Dana Iswara mantan jurnalis RCTI. Beda dengan acara talkshow yang biasa aku tonton, talkshow kali ini agak berbeda, lebih santai, mirip bincang-bincang kafenya om Wimar tempoe doeloe.
Wartawan-wartawan senior yang bertanya dalam bahasa Indonesia dijawab dengan lugas dalam bahasa Melayu, sehingga kadang kita harus berfikir dahulu untuk memahami jawabannya. Sosok Mahathir digolongkan sebagai pemimpin kedua terkuat di Asia, yang pidato-pidatonya kadang membuat gerah pemimpin2 Barat, macam Bush Junior, Blair dan Howard. Dibanding pemimpin Asia lainnya cuma dia satu-satunya yang berani mengutuk keras tindakan Amerika saat menginvasi Irak. Dia pula yang berhasil menggembalikan negaranya dalam kondisi yang lebih baik setelah diterjang krisis moneter. Dan ia juga bukan orang yang gila pada kekuasaan, meskipun banyak langkah-langkah yang diambilnya kontroversional.
Terlepas berbagai penilaian tentang beliau, pada kenyataanya kita bisa lihat bagaimana Malaysia selama kepemimpinannya. Dan aku hanya akan mengingat pesan sederhananya yang mengatakan "you must try...even if you think you'll fail...".
(Selamat Tinggal Pak Mahathir...)
Duduk bersama 4 orang wartawan senior Indonesia, seorang pemimpin Asia yang kharismatik Mahathir Muhammad. Acara Topik Mahathir menjawab yang tayang siang tadi di TV7, dipandu Dana Iswara mantan jurnalis RCTI. Beda dengan acara talkshow yang biasa aku tonton, talkshow kali ini agak berbeda, lebih santai, mirip bincang-bincang kafenya om Wimar tempoe doeloe.
Wartawan-wartawan senior yang bertanya dalam bahasa Indonesia dijawab dengan lugas dalam bahasa Melayu, sehingga kadang kita harus berfikir dahulu untuk memahami jawabannya. Sosok Mahathir digolongkan sebagai pemimpin kedua terkuat di Asia, yang pidato-pidatonya kadang membuat gerah pemimpin2 Barat, macam Bush Junior, Blair dan Howard. Dibanding pemimpin Asia lainnya cuma dia satu-satunya yang berani mengutuk keras tindakan Amerika saat menginvasi Irak. Dia pula yang berhasil menggembalikan negaranya dalam kondisi yang lebih baik setelah diterjang krisis moneter. Dan ia juga bukan orang yang gila pada kekuasaan, meskipun banyak langkah-langkah yang diambilnya kontroversional.
Terlepas berbagai penilaian tentang beliau, pada kenyataanya kita bisa lihat bagaimana Malaysia selama kepemimpinannya. Dan aku hanya akan mengingat pesan sederhananya yang mengatakan "you must try...even if you think you'll fail...".
(Selamat Tinggal Pak Mahathir...)
Tuesday, October 21, 2003
AKHIRNYA MAWAR ITUPUN MEREKAH...
Sebatang mawar kuncup terdiam...
Ditepi tebing yang curam...
Duri-duri tajam melindungi tubuhnya...
dari tangan jahil anak-anak hutan yang senang berlari-lari...
mengumpulkan berbagai bunga indah untuk hiasan mahkota dikepala...
Semusim tlah berlalu...
Sebatang mawar kuncup tetap terdiam...
Meski banyak pendaki yang menanti mekarnya...
sekedar untuk memetik lalu membawanya pulang...
dan memberikan kepada kekasih idaman...
Sebatang mawar mulai merekah...
Hatinya terbuai pada seseorang...
yang kerap membersihkan daun-daun tuanya yang layu...
yang kerap menjaganya dari gulma-gulma yang mengganggu...
Sebatang mawar merah merekah...
Merahnya melebihi segala keindahan yang ada...
Harumnya melebihi wangi kesturi sang penari...
Sang anak gunung telah mencabut akarnya...
membersihkannya dan membawanya pulang...
untuk ditanam pada sebuah tempat... dihatinya...
(Untuk seorang sister yang sedang berbahagia...lady of the rose...)
Sebatang mawar kuncup terdiam...
Ditepi tebing yang curam...
Duri-duri tajam melindungi tubuhnya...
dari tangan jahil anak-anak hutan yang senang berlari-lari...
mengumpulkan berbagai bunga indah untuk hiasan mahkota dikepala...
Semusim tlah berlalu...
Sebatang mawar kuncup tetap terdiam...
Meski banyak pendaki yang menanti mekarnya...
sekedar untuk memetik lalu membawanya pulang...
dan memberikan kepada kekasih idaman...
Sebatang mawar mulai merekah...
Hatinya terbuai pada seseorang...
yang kerap membersihkan daun-daun tuanya yang layu...
yang kerap menjaganya dari gulma-gulma yang mengganggu...
Sebatang mawar merah merekah...
Merahnya melebihi segala keindahan yang ada...
Harumnya melebihi wangi kesturi sang penari...
Sang anak gunung telah mencabut akarnya...
membersihkannya dan membawanya pulang...
untuk ditanam pada sebuah tempat... dihatinya...
(Untuk seorang sister yang sedang berbahagia...lady of the rose...)
Monday, October 20, 2003
SEMALAM DI RAUDHAH...
Bangunan itu berdiri megah, lampu yang menyorot dari bawah membuatnya tampak gagah. Wanita-wanita dengan aurat tertutup rapat, hilir mudik dipelatarannya. Begitu pula dengan pria-pria berpenampilan bersahaja, menundukkan kepala jika berpapasan dengan wanita. Malam itu aku serasa berada di Raudhah, sebuah tempat indah yang dibuat grup nasyid Raihan dalam Film Syukur 21 mereka beberapa tahun lalu.
Bersama seorang bidadari disisiku, kami langsung menuju tempat berwudhlu, membersihkan diri dari segala kotoran yang melekat sejak pagi tadi, lalu pergi menghadapNya. Didalam bangunan itu ratusan ikhwan dan akhwat menyibukkan diri, hijab ditengah-tengah ruangan besar, membuat peserta Mabit malam ini semakin terjaga. Memasuki bangunan, terdengar lantunan ayat suci dari berbagai sudut.
Seorang ustadz memberikan siraman tausyiahnya, sebuah pembekalan untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Peserta mabit mendengarkan dengan serius, lalu 4 pertanyaan dilontarkan 4 peserta diakhir tausyiah. Saatnya beristirahat, dengan alas lantai marmer bangunan yang dingin, aku dan bidadari disisikupun terlelap. Pukul 2.00 kami terjaga, mencari air untuk berwudhu, dan bersiap melaksanakan qiyamul lail. Di shaf terdepan kami berdiri, rakaat ke 3, bacaan imam mulai lirih, ayat2nya berkisah tentang neraka Jahanam, dan hukuman bagi mereka yang suka bermegah-megah.
Saat muhasabah, tak ada yang mampu membendung tangis. Semua mengingat dosa2nya, dosa2nya kepada Allah, kepada orangtua, kepada saudara2nya. Begitu pula aku dan bidadari disisiku. Malam itu kami larut menyesali perbuatan-perbuatan dosa yang kami lakukan. Tak terasa fajar menjelang, dan satu persatu dari kami beranjak pulang. Semalam di Raudhah Membawa semangat baru untuk menyambut Ramadhan, semalam di Raudhah membawa niat yang baru untuk menjalin kebaikan sesama insan. Semoga kelak Raudhah sesungguhnya, Ia kan berikan.... .
(Oleh-oleh Mabit Malam Minggu kemarin di At-Tiin TMMI bersama Mona, bidadari yang selalu menemaniku)
Bangunan itu berdiri megah, lampu yang menyorot dari bawah membuatnya tampak gagah. Wanita-wanita dengan aurat tertutup rapat, hilir mudik dipelatarannya. Begitu pula dengan pria-pria berpenampilan bersahaja, menundukkan kepala jika berpapasan dengan wanita. Malam itu aku serasa berada di Raudhah, sebuah tempat indah yang dibuat grup nasyid Raihan dalam Film Syukur 21 mereka beberapa tahun lalu.
Bersama seorang bidadari disisiku, kami langsung menuju tempat berwudhlu, membersihkan diri dari segala kotoran yang melekat sejak pagi tadi, lalu pergi menghadapNya. Didalam bangunan itu ratusan ikhwan dan akhwat menyibukkan diri, hijab ditengah-tengah ruangan besar, membuat peserta Mabit malam ini semakin terjaga. Memasuki bangunan, terdengar lantunan ayat suci dari berbagai sudut.
Seorang ustadz memberikan siraman tausyiahnya, sebuah pembekalan untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Peserta mabit mendengarkan dengan serius, lalu 4 pertanyaan dilontarkan 4 peserta diakhir tausyiah. Saatnya beristirahat, dengan alas lantai marmer bangunan yang dingin, aku dan bidadari disisikupun terlelap. Pukul 2.00 kami terjaga, mencari air untuk berwudhu, dan bersiap melaksanakan qiyamul lail. Di shaf terdepan kami berdiri, rakaat ke 3, bacaan imam mulai lirih, ayat2nya berkisah tentang neraka Jahanam, dan hukuman bagi mereka yang suka bermegah-megah.
Saat muhasabah, tak ada yang mampu membendung tangis. Semua mengingat dosa2nya, dosa2nya kepada Allah, kepada orangtua, kepada saudara2nya. Begitu pula aku dan bidadari disisiku. Malam itu kami larut menyesali perbuatan-perbuatan dosa yang kami lakukan. Tak terasa fajar menjelang, dan satu persatu dari kami beranjak pulang. Semalam di Raudhah Membawa semangat baru untuk menyambut Ramadhan, semalam di Raudhah membawa niat yang baru untuk menjalin kebaikan sesama insan. Semoga kelak Raudhah sesungguhnya, Ia kan berikan.... .
(Oleh-oleh Mabit Malam Minggu kemarin di At-Tiin TMMI bersama Mona, bidadari yang selalu menemaniku)
GIVE THEM LIFE
"Suasana begitu mencekam. Sekumpulan pasukan berkuda dengan senjata laras panjang terlihat pongah berjalan dikerumunan masyarakat, meyeruak barisan ibu-ibu berjilbab putih, dan orang-orang tua yang hendak ke Masjidil Aqsa. Menghalangi mereka untuk melakukan shalat jammaah, padahal hari itu hari suci yang harus dihormati, Hari Idul Fitri. Seorang bapak tua dengan berani memprotes seorang serdadu, ia minta rekannya dibebaskan, sang serdadu menolak, lalu terjadi keributan, seorang pemuda dipukul dari atas kuda, selanjutnya batu-batu intifadha mulai beterbangan. Ibu-ibu berjilbab putih menangis sambil mamandang kearah kamera sambil berkata...kami hanya ingin shalat Id...kami hanya ingin shalat Id....kami hanya ingin merayakan Idul Fitri..."
Adegan itu membuka sebuah film dokumenter jiffest berjudul This Is Not Living yang diputar di Galeri Oktagon, Jumat lalu. Kisah 8 wanita yang harus hidup dalam situasi konflik setiap hari, hingga akhirnya mereka merasa hidup mereka bukanlah kehidupan. Dimulai dari seorang wanita pemilik butik, yang harus menonton berita sebelum berangkat, karena dari berita itu, ia tahu jalan mana yang harus dihindari agar selamat dari pertikaian terbuka. Ia tetap rutin datang kebutik, membersihkan, merapikan pakaian, meskipun sudah lama tidak pernah ada satu pelangganpun yang datang.
Lalu tentang Dima, seorang ibu dengan banyak anak, yang harus tetap bekerja bersama suaminya yang cacat. Setiap malam harus berjaga, takut-takut jika ada misil yang nyelonong masuk kerumah, sementara mereka dalam keadaan terlelap. Juga cerita tentang seorang guru smu, yang setiap hari harus mendengar kesyahidan salah satu muridnya. Ada juga cerita tentang seorang wanita yang berprofesi sama denganku, seorang editor av bagian pemberitaan, setiap hari ia harus mengedit dan memotong gambar-gambar hasil liputan, menyimpan gambar-gambar yang mungkin dapat memicu konflik lebih parah, seperti gambar seorang anak yang tubuh dan isinya hancur berantakan dihajar misil Israel. "Manusia macam apa yang tega melakukannya..."begitu tanyanya...
Kemudian seorang wanita muda berusia 20-an menceritakan tentang adik laki-lakinya yang syahid. Padahal mereka berasal dari kelurga kaya raya, yang kehdupannya secara material tidak begitu terganggu dengan adanya konflik. Namun ada satu pernyataannya yang sangat menyentuh,"jika tanah kami dirampas, maka kami akan membelanya, baik kami orang kaya ataupun miskin. Karena dimata Allah semuanya sama...jika Israel terus menjajah negeri kami, maka keluarga kami siap memberikan syahid-syahid berikutnya..."
Lalu tentang seorang pekerja sosial Nasrani, menceritakan bahwa konflik di Palestina tidak hanya mengancam keluarga muslim, tetapi juga keluarga Nasrani. Ia mendatangi seorang ibu muda dari keluarga nasrani yang rumahnya baru kena serangan misil, dan juga grup drama lokal yang gedung teaternya berantakan diterjang peluru. Meskipun situasi sedang tidak menentu mereka tetap latihan, dan cerita yang disajikan menarik, tentang kebersamaan penduduk Palestina saat merayakan Ramadhan dan Hari Natal yang datang bersamaan.
Yang terakhir kisah tentang 2 orang nenek-nenek petani pohon zaitun, yang sedih karena tidak bisa memanen buah zaitun yang mereka tanam dilahan mereka sendiri, penduduk Israel mengusir mereka dengan lemparan batu dan mencabut pohon-pohon zaitun mereka. "Kami menanam zaitun untuk diwariskan kepada cucu-cucu kami, ini tanah kami, mengapa sekarang mereka bisa seenaknya mengusir kami, dan tentara Isreal diatas sana tidak berbuat apa-apa saat mereka melempari kami dengan batu, kami yakin kalau kami tetap disini, kami akan dibantai...."
Kisah wanita-wanita itu, kisah mereka yang terusir dari negeri sendiri, kisah mereka yang hidup ketakutan dirumah sendiri. Kisah-kisah yang terus mengilhamiku untuk setidaknya berbuat sedikit untuk mereka, memboikot produk-produk Yahudi yang memiliki subtitusinya...mengapa harus minum Coca-cola jika air putih lebih menyehatkan, mengapa harus makan Kentucy, California Fried Chicken, Dunkin Donats jika nasi dan lalap sambal terasa lebih membumi, mengapa harus memakai tas Export jika tas buatan di Barel UI tak kalah kuatnya, mengapa harus menyumbangkan peluru...jika kita bisa memberikan harapan...
(Setiap sen yang kita keluarkan untuk membeli produk-produk Yahudi (Israel, Amerika) adalah peluru yang digunakan untuk membunuh saudara-saudara kita di Palestina)
"Suasana begitu mencekam. Sekumpulan pasukan berkuda dengan senjata laras panjang terlihat pongah berjalan dikerumunan masyarakat, meyeruak barisan ibu-ibu berjilbab putih, dan orang-orang tua yang hendak ke Masjidil Aqsa. Menghalangi mereka untuk melakukan shalat jammaah, padahal hari itu hari suci yang harus dihormati, Hari Idul Fitri. Seorang bapak tua dengan berani memprotes seorang serdadu, ia minta rekannya dibebaskan, sang serdadu menolak, lalu terjadi keributan, seorang pemuda dipukul dari atas kuda, selanjutnya batu-batu intifadha mulai beterbangan. Ibu-ibu berjilbab putih menangis sambil mamandang kearah kamera sambil berkata...kami hanya ingin shalat Id...kami hanya ingin shalat Id....kami hanya ingin merayakan Idul Fitri..."
Adegan itu membuka sebuah film dokumenter jiffest berjudul This Is Not Living yang diputar di Galeri Oktagon, Jumat lalu. Kisah 8 wanita yang harus hidup dalam situasi konflik setiap hari, hingga akhirnya mereka merasa hidup mereka bukanlah kehidupan. Dimulai dari seorang wanita pemilik butik, yang harus menonton berita sebelum berangkat, karena dari berita itu, ia tahu jalan mana yang harus dihindari agar selamat dari pertikaian terbuka. Ia tetap rutin datang kebutik, membersihkan, merapikan pakaian, meskipun sudah lama tidak pernah ada satu pelangganpun yang datang.
Lalu tentang Dima, seorang ibu dengan banyak anak, yang harus tetap bekerja bersama suaminya yang cacat. Setiap malam harus berjaga, takut-takut jika ada misil yang nyelonong masuk kerumah, sementara mereka dalam keadaan terlelap. Juga cerita tentang seorang guru smu, yang setiap hari harus mendengar kesyahidan salah satu muridnya. Ada juga cerita tentang seorang wanita yang berprofesi sama denganku, seorang editor av bagian pemberitaan, setiap hari ia harus mengedit dan memotong gambar-gambar hasil liputan, menyimpan gambar-gambar yang mungkin dapat memicu konflik lebih parah, seperti gambar seorang anak yang tubuh dan isinya hancur berantakan dihajar misil Israel. "Manusia macam apa yang tega melakukannya..."begitu tanyanya...
Kemudian seorang wanita muda berusia 20-an menceritakan tentang adik laki-lakinya yang syahid. Padahal mereka berasal dari kelurga kaya raya, yang kehdupannya secara material tidak begitu terganggu dengan adanya konflik. Namun ada satu pernyataannya yang sangat menyentuh,"jika tanah kami dirampas, maka kami akan membelanya, baik kami orang kaya ataupun miskin. Karena dimata Allah semuanya sama...jika Israel terus menjajah negeri kami, maka keluarga kami siap memberikan syahid-syahid berikutnya..."
Lalu tentang seorang pekerja sosial Nasrani, menceritakan bahwa konflik di Palestina tidak hanya mengancam keluarga muslim, tetapi juga keluarga Nasrani. Ia mendatangi seorang ibu muda dari keluarga nasrani yang rumahnya baru kena serangan misil, dan juga grup drama lokal yang gedung teaternya berantakan diterjang peluru. Meskipun situasi sedang tidak menentu mereka tetap latihan, dan cerita yang disajikan menarik, tentang kebersamaan penduduk Palestina saat merayakan Ramadhan dan Hari Natal yang datang bersamaan.
Yang terakhir kisah tentang 2 orang nenek-nenek petani pohon zaitun, yang sedih karena tidak bisa memanen buah zaitun yang mereka tanam dilahan mereka sendiri, penduduk Israel mengusir mereka dengan lemparan batu dan mencabut pohon-pohon zaitun mereka. "Kami menanam zaitun untuk diwariskan kepada cucu-cucu kami, ini tanah kami, mengapa sekarang mereka bisa seenaknya mengusir kami, dan tentara Isreal diatas sana tidak berbuat apa-apa saat mereka melempari kami dengan batu, kami yakin kalau kami tetap disini, kami akan dibantai...."
Kisah wanita-wanita itu, kisah mereka yang terusir dari negeri sendiri, kisah mereka yang hidup ketakutan dirumah sendiri. Kisah-kisah yang terus mengilhamiku untuk setidaknya berbuat sedikit untuk mereka, memboikot produk-produk Yahudi yang memiliki subtitusinya...mengapa harus minum Coca-cola jika air putih lebih menyehatkan, mengapa harus makan Kentucy, California Fried Chicken, Dunkin Donats jika nasi dan lalap sambal terasa lebih membumi, mengapa harus memakai tas Export jika tas buatan di Barel UI tak kalah kuatnya, mengapa harus menyumbangkan peluru...jika kita bisa memberikan harapan...
(Setiap sen yang kita keluarkan untuk membeli produk-produk Yahudi (Israel, Amerika) adalah peluru yang digunakan untuk membunuh saudara-saudara kita di Palestina)
SEPENGGAL KENANGAN SEORANG TEMAN
Ia sodorkan sebuah buku tebal coklat berjudul Mereka Yang Telah Pergi, "ini bukumu...aku udah dapet". Temanku ini orang yang paling menepati janji, meskipun sudah berminggu-minggu, diantara kesibukannya ia tetap menyempatkan untuk menjelajahi toko buku. Buku itu adalah salah satu janjinya karena aku sudah menggantikan shift edit yang ia gunakan untuk bikin video klip diluar kantor. Bukan buku itu saja, tapi ada juga buku Menulis Skenario dalam 21 Harinya Viki King dan sebuah VCD karya sutradara Iran Majid Majidi, yang berjudul Color of Paradise.
Sebulan sebelumnya ia juga menawarkan sebuah buku yang membuatnya terkesan. "Isinya bagus...pandangan objektif dari seorang pengamat agama, yang bercerita tentang Muhammad, judulnya Muhammad Sang Nabi, tulisannya Karen Amstrong, mau?". Aku mengiyakan dan 2 minggu kemudian buku itu sudah disodorkannya padaku. Aku juga masih ingat diskusi kami tentang tipe-tipe editing visual dan film-film Irannya Majid Majidi, bagaimana Ia begitu terkesan dengan film The Aple, dan adegan yang romatis saat Baran menjatuhkan buah-buahan.
Saat ia bercerita tentang film, aku akan terpekur mendengarkan seluruh ceritanya. Jika saatnya aku bicara tentang kecintaanku pada Dia yang berada di Arsy, ia akan terpekur. Bagiku ceritanya adalah makanan otakku, baginya ceritaku adalah makanan bagi ruhnya. Begitulah kami habiskan hari-hari pada pertemuan yang jarang terjadi, karena temanku itu senang bekerja diluar, dalam alam kebebasan, membuat cerita yang bertutur cantik seperti Fajar Pagi dan I Want Younya Boomerang, Dendamnya Coklat atau dalam alunan skanya Tip-Ex.
Lalu saat kau putuskan untuk mengambil kebebasan itu selamanya, hatikupun ikut senang. Karena kau terlihat lebih baik dengan wajah kartunmu yang lucu, saat memimpin sebuah proses pengambilan gambar, daripada bengong dengan tatapan kosong saat harus ikut rapat divisi diruang 3A bareng Pak Tama. Aku lebih senang melihatmu malu-malu saat diwawancarai karena film independenmu menang di Konfiden, atau terlihat serius saat teman-teman membahas film-film pendek yang kau buat, seperti Oleh-oleh, atau Kita Harus Bikin Film.
Aku juga turut senang saat kau cerita bahwa kau sudah temukan belahan jiwamu, seorang dokter cantik yang akan merawatmu dalam suka maupun duka. Aku juga turut senang saat kau putuskan untuk mengikuti jejakku, menyelesaikan pendidikan demi kebanggaan sang Bunda. Bagiku kepergianmu dilembaga ini bukanlah akhir segala perjuangan, tetapi awal penjelajahanmu, terus berkarya kawan, kunantikan namamu melebihi jajaran sutradara-sutradara terkenal itu.....
(Kenangan untuk seorang teman dan sesama tukang jagal... yang baru saja resign 3 Oktober lalu)
Ia sodorkan sebuah buku tebal coklat berjudul Mereka Yang Telah Pergi, "ini bukumu...aku udah dapet". Temanku ini orang yang paling menepati janji, meskipun sudah berminggu-minggu, diantara kesibukannya ia tetap menyempatkan untuk menjelajahi toko buku. Buku itu adalah salah satu janjinya karena aku sudah menggantikan shift edit yang ia gunakan untuk bikin video klip diluar kantor. Bukan buku itu saja, tapi ada juga buku Menulis Skenario dalam 21 Harinya Viki King dan sebuah VCD karya sutradara Iran Majid Majidi, yang berjudul Color of Paradise.
Sebulan sebelumnya ia juga menawarkan sebuah buku yang membuatnya terkesan. "Isinya bagus...pandangan objektif dari seorang pengamat agama, yang bercerita tentang Muhammad, judulnya Muhammad Sang Nabi, tulisannya Karen Amstrong, mau?". Aku mengiyakan dan 2 minggu kemudian buku itu sudah disodorkannya padaku. Aku juga masih ingat diskusi kami tentang tipe-tipe editing visual dan film-film Irannya Majid Majidi, bagaimana Ia begitu terkesan dengan film The Aple, dan adegan yang romatis saat Baran menjatuhkan buah-buahan.
Saat ia bercerita tentang film, aku akan terpekur mendengarkan seluruh ceritanya. Jika saatnya aku bicara tentang kecintaanku pada Dia yang berada di Arsy, ia akan terpekur. Bagiku ceritanya adalah makanan otakku, baginya ceritaku adalah makanan bagi ruhnya. Begitulah kami habiskan hari-hari pada pertemuan yang jarang terjadi, karena temanku itu senang bekerja diluar, dalam alam kebebasan, membuat cerita yang bertutur cantik seperti Fajar Pagi dan I Want Younya Boomerang, Dendamnya Coklat atau dalam alunan skanya Tip-Ex.
Lalu saat kau putuskan untuk mengambil kebebasan itu selamanya, hatikupun ikut senang. Karena kau terlihat lebih baik dengan wajah kartunmu yang lucu, saat memimpin sebuah proses pengambilan gambar, daripada bengong dengan tatapan kosong saat harus ikut rapat divisi diruang 3A bareng Pak Tama. Aku lebih senang melihatmu malu-malu saat diwawancarai karena film independenmu menang di Konfiden, atau terlihat serius saat teman-teman membahas film-film pendek yang kau buat, seperti Oleh-oleh, atau Kita Harus Bikin Film.
Aku juga turut senang saat kau cerita bahwa kau sudah temukan belahan jiwamu, seorang dokter cantik yang akan merawatmu dalam suka maupun duka. Aku juga turut senang saat kau putuskan untuk mengikuti jejakku, menyelesaikan pendidikan demi kebanggaan sang Bunda. Bagiku kepergianmu dilembaga ini bukanlah akhir segala perjuangan, tetapi awal penjelajahanmu, terus berkarya kawan, kunantikan namamu melebihi jajaran sutradara-sutradara terkenal itu.....
(Kenangan untuk seorang teman dan sesama tukang jagal... yang baru saja resign 3 Oktober lalu)
Thursday, October 16, 2003
Monday, October 13, 2003
Friday, October 10, 2003
JERATAN BAGI PEZINA
"Pilihan seseorang untuk menjadi homo, lesbian, hidup bersama tanpa pernikahan adalah urusan pribadi masing-masing individu, pemerintah seharusnya melindungi hak pribadi ini, bukan malah menuruti suara dari pengadilan jalanan yang punya kecenderungan untuk merugikan hak orang lain atau memfitnah..."
Begitu pembelaan dari bibir manis seorang sastrawan muda yang suka berpenampilan seksi, Ayu Utami. Begitu seksinya, hingga sang reporter tidak berani memasang clip on pada blusnya yang terbuka lebar, ia harus meminta bantuan kamerapersonnya yang wanita.
Kata-kata itu merupakan komentar Ayu terhadap RUU KUHAP Anti Perzinahan yang melarang perbuatan samen leven, hidup tanpa pernikahan atau istilah kasarnya kumpul kebo. Bukan itu saja, nanti juga akan ada 26 pasal lainnya yang melarang perzinahan. Mulai dari hubungan sesama jenis, pelacuran, hingga perselingkuhan. Hukumannya...minimal satu tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara. Kelak nanti juga akan dilarang, berbagai penyuluhan tentang penggunaan kontrasepsi khususnya seperti kondom dan pil anti hamil. Bahkan iklan kondompun akan dilarang.
Kata Pak Yusril, "Masyarakat Indonesia memahami perzinahan sesuai hukum Islam, kami mengganti definisi perzinaan dari hukum Belanda ke hukum Islam."
Bagiku, berita ini laksana oase penyejuk dtengah maraknya kemerosotan moral. Seandainya RUU ini goal, kita tidak perlu khawatir lagi jika melihat aktifitas perzinahan disekitar kita. Tinggal lapor, biar polisi yang menciduknya. Tapi kita juga harus proaktif, karena RUU ini khususnya pasal tentang samen leven mengandung delik aduan, artinya aparat baru bergerak jika memang ada yang mengadu atau ada yang keberatan.
Soo..guys mari tengadahkan tangan, tundukkan kepala dan panjatkan do'a, semoga RUU ini segera menjadi UU. Semoga tak banyak lagi kawan yang menikah karena kecelakaan, semoga tak ada lagi gadis yang kehilangan keperawanan, semoga tak lagi banyak psk berkeliaran dijalanan...semoga...
(Thank Ifat untuk informasinya saat menemani ngedit Kupas Tuntas malam lalu: Kontroversi RUU Anti Perzinahan)
"Pilihan seseorang untuk menjadi homo, lesbian, hidup bersama tanpa pernikahan adalah urusan pribadi masing-masing individu, pemerintah seharusnya melindungi hak pribadi ini, bukan malah menuruti suara dari pengadilan jalanan yang punya kecenderungan untuk merugikan hak orang lain atau memfitnah..."
Begitu pembelaan dari bibir manis seorang sastrawan muda yang suka berpenampilan seksi, Ayu Utami. Begitu seksinya, hingga sang reporter tidak berani memasang clip on pada blusnya yang terbuka lebar, ia harus meminta bantuan kamerapersonnya yang wanita.
Kata-kata itu merupakan komentar Ayu terhadap RUU KUHAP Anti Perzinahan yang melarang perbuatan samen leven, hidup tanpa pernikahan atau istilah kasarnya kumpul kebo. Bukan itu saja, nanti juga akan ada 26 pasal lainnya yang melarang perzinahan. Mulai dari hubungan sesama jenis, pelacuran, hingga perselingkuhan. Hukumannya...minimal satu tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara. Kelak nanti juga akan dilarang, berbagai penyuluhan tentang penggunaan kontrasepsi khususnya seperti kondom dan pil anti hamil. Bahkan iklan kondompun akan dilarang.
Kata Pak Yusril, "Masyarakat Indonesia memahami perzinahan sesuai hukum Islam, kami mengganti definisi perzinaan dari hukum Belanda ke hukum Islam."
Bagiku, berita ini laksana oase penyejuk dtengah maraknya kemerosotan moral. Seandainya RUU ini goal, kita tidak perlu khawatir lagi jika melihat aktifitas perzinahan disekitar kita. Tinggal lapor, biar polisi yang menciduknya. Tapi kita juga harus proaktif, karena RUU ini khususnya pasal tentang samen leven mengandung delik aduan, artinya aparat baru bergerak jika memang ada yang mengadu atau ada yang keberatan.
Soo..guys mari tengadahkan tangan, tundukkan kepala dan panjatkan do'a, semoga RUU ini segera menjadi UU. Semoga tak banyak lagi kawan yang menikah karena kecelakaan, semoga tak ada lagi gadis yang kehilangan keperawanan, semoga tak lagi banyak psk berkeliaran dijalanan...semoga...
(Thank Ifat untuk informasinya saat menemani ngedit Kupas Tuntas malam lalu: Kontroversi RUU Anti Perzinahan)
Thursday, October 09, 2003
THANKS BRO IIS...
Aku si tukang jagal, beberapa waktu lalu agak gamang. Pergantian supervisor menempatkanku pada posisi tugas yang dilematis. Dahulu aku tidak pernah diminta untuk menjagal program-program yang isinya gosip selebritis ataupun wanita-wanita seksi menari dangdut sambil bergoyang...Kali ini dalam shift seminggu aku pasti dapat satu.
Menjadi tukang jagal pada program-program seperti ini, peranku jadi mandul. Karena 100 persen yang dijual adalah hiburan, demi memuaskan sipenguasa program yang bernama rating. Jadi semuanya harus tayang, mulai dari mc yang membuka acara sampai tepuk riuh penonton yang senang melihat biduanitanya bergoyang diakhir program. Tugasku hanya memberi template nama penyanyi dan judul lagu, atau kadang sebuah vt yang berisi perjalanan sukses sang bintang. Seandainya aku diberikan kuasa disini mungkin yang tinggal hanya judulnya saja, sisanya, akan habis kujagal.
Lalu setelah melalui pertimbangan matang, aku memutuskan untuk pindah, tetap sebagai tukang jagal, hanya saja berada pada situasi yang lebih aman. Dimana idealismeku bisa tetap kujaga, dimana fungsiku sebagai situkang jagal tidak menjadi mandul. Dimana program yang harus dijagal berdasarkan fakta, dan bukan sesuatu yang dibuat demi kepuasaan material semata. Lalu kuutarakanlah keinginanku itu pada sang supervisor baru, sesama tukang jagal, tetapi ia jauh lebih handal.
Lalu apa jawabannya? ternyata sang supervisor memintaku untuk sabar. Ia memahami idealismeku, dan ia bilang ia tidak mungkin melepas anak buahnya untuk bekerja setengah hati. Apalagi ia bilang programku yang digarap tanpa meninggalkan nilai-nilai idealisku, tampil cukup baik. Ia ingin aku tetap pada posisi sekarang, dan mengontrol program beberapa program yang dipercayakannya. "Sabar...gue ngerti idealisme loe, tapi berapa sih editor yang ngerti avid? kasih gue kesempatan untuk ngedidik editor2 baru, nanti jadwal akan kembali normal, dan loe bisa tetap mempertahankan idealisme loe..." Begitu katanya.
(Ah leganya, terima kasih Allah memberikan teman yang begitu pengertian, terima kasih Bro Iis)
Aku si tukang jagal, beberapa waktu lalu agak gamang. Pergantian supervisor menempatkanku pada posisi tugas yang dilematis. Dahulu aku tidak pernah diminta untuk menjagal program-program yang isinya gosip selebritis ataupun wanita-wanita seksi menari dangdut sambil bergoyang...Kali ini dalam shift seminggu aku pasti dapat satu.
Menjadi tukang jagal pada program-program seperti ini, peranku jadi mandul. Karena 100 persen yang dijual adalah hiburan, demi memuaskan sipenguasa program yang bernama rating. Jadi semuanya harus tayang, mulai dari mc yang membuka acara sampai tepuk riuh penonton yang senang melihat biduanitanya bergoyang diakhir program. Tugasku hanya memberi template nama penyanyi dan judul lagu, atau kadang sebuah vt yang berisi perjalanan sukses sang bintang. Seandainya aku diberikan kuasa disini mungkin yang tinggal hanya judulnya saja, sisanya, akan habis kujagal.
Lalu setelah melalui pertimbangan matang, aku memutuskan untuk pindah, tetap sebagai tukang jagal, hanya saja berada pada situasi yang lebih aman. Dimana idealismeku bisa tetap kujaga, dimana fungsiku sebagai situkang jagal tidak menjadi mandul. Dimana program yang harus dijagal berdasarkan fakta, dan bukan sesuatu yang dibuat demi kepuasaan material semata. Lalu kuutarakanlah keinginanku itu pada sang supervisor baru, sesama tukang jagal, tetapi ia jauh lebih handal.
Lalu apa jawabannya? ternyata sang supervisor memintaku untuk sabar. Ia memahami idealismeku, dan ia bilang ia tidak mungkin melepas anak buahnya untuk bekerja setengah hati. Apalagi ia bilang programku yang digarap tanpa meninggalkan nilai-nilai idealisku, tampil cukup baik. Ia ingin aku tetap pada posisi sekarang, dan mengontrol program beberapa program yang dipercayakannya. "Sabar...gue ngerti idealisme loe, tapi berapa sih editor yang ngerti avid? kasih gue kesempatan untuk ngedidik editor2 baru, nanti jadwal akan kembali normal, dan loe bisa tetap mempertahankan idealisme loe..." Begitu katanya.
(Ah leganya, terima kasih Allah memberikan teman yang begitu pengertian, terima kasih Bro Iis)
Wednesday, October 08, 2003
AIRKU KERUH
Air dirumahku keruh...
Warnanya coklat tapi tak berbau...
Tapi kata ibu airnya masih bisa dipakai...
Hanya endapan lumpur yang membuatnya terlihat kotor...
akibat hujan semalam yang airnya langsung tersedot pump...
Ah, masih lebih baik daripada tak ada air sama sekali...
Masih lebih baik daripada harus ngangkut air sejauh puluhan kilometer
seperti saudara-saudara di Cibarusah....
seperti teman-teman di pedalaman Papua...
seperti rakyat kecil yang kekeringan di bumi Allah lainnya...
(Alhamdulillah, masih lebih baik)
Air dirumahku keruh...
Warnanya coklat tapi tak berbau...
Tapi kata ibu airnya masih bisa dipakai...
Hanya endapan lumpur yang membuatnya terlihat kotor...
akibat hujan semalam yang airnya langsung tersedot pump...
Ah, masih lebih baik daripada tak ada air sama sekali...
Masih lebih baik daripada harus ngangkut air sejauh puluhan kilometer
seperti saudara-saudara di Cibarusah....
seperti teman-teman di pedalaman Papua...
seperti rakyat kecil yang kekeringan di bumi Allah lainnya...
(Alhamdulillah, masih lebih baik)
SELINGKUH
Sudah sebulan ini kutemui kenikmatan baru...
Mencurahkan isi hati, melalui sebuah tempat didunia maya...
Bermenit-menit, berjam-jam rela aku habiskan untuk membuka...
menulis...tersenyum sendiri....
Tanpa sadar diripun terdzolimi...
Bahkan panggilan kekasihkupun mulai terabaikan...
Selepas panggilannya...ku tak langsung menghadap...
kunikmati kebersamaan dengan kekasih baru...
dan kulepas kenikmatan berdua bersama kekasih yang lama...
Sedetik, semenit, hingga berjam-jam...
Namun kini hatiku mulai kering...
Ternyata ku masih membutuhkan belaianNya...
Ternyata ku masih membutuhkan pelukan hangatNya...
Mulai detik ini kutak mau selingkuh...
Kan kuutamakan dulu panggilanNya...
Kan kuisi jiwa ini dengan pancaran cintaNya...
Dan kenikmatan-kenikmatan yang lainpun akan lebih bermakna...
(Thank You Dearest God for still Loving Me)
Sudah sebulan ini kutemui kenikmatan baru...
Mencurahkan isi hati, melalui sebuah tempat didunia maya...
Bermenit-menit, berjam-jam rela aku habiskan untuk membuka...
menulis...tersenyum sendiri....
Tanpa sadar diripun terdzolimi...
Bahkan panggilan kekasihkupun mulai terabaikan...
Selepas panggilannya...ku tak langsung menghadap...
kunikmati kebersamaan dengan kekasih baru...
dan kulepas kenikmatan berdua bersama kekasih yang lama...
Sedetik, semenit, hingga berjam-jam...
Namun kini hatiku mulai kering...
Ternyata ku masih membutuhkan belaianNya...
Ternyata ku masih membutuhkan pelukan hangatNya...
Mulai detik ini kutak mau selingkuh...
Kan kuutamakan dulu panggilanNya...
Kan kuisi jiwa ini dengan pancaran cintaNya...
Dan kenikmatan-kenikmatan yang lainpun akan lebih bermakna...
(Thank You Dearest God for still Loving Me)
Monday, October 06, 2003
PEREMPUAN DI TITIK NOL
Hari Sabtu waktunya kuliah dari pagi sampai sore. Jam 9 pagi sudah sampai dikampus tercinta UMJ, dengan semangat menaiki anak tangga menuju lantai 3. Sampai dikelas, sepi, ternyata dosennya sakit. Akhirnya waktu kosong 2 jam aku pakai untuk melihat-lihat skripsi mahasiswa komunikasi di sekretariat terus langsung ke kekoperasi, lihat-lihat buku baru.
Akhirnya terbelilah 2 buah buku, Jurnalisme Investigatif dan Perempuan di Titik Nol. Buku terakhir aku beli karena sinopsisnya yang menarik dan judulnya yang terdengar familiar, tapi aku lupa dimana. Sampai akhirnya Sulha, teman yang kerja dibiro iklan menyegarkan ingatanku. "Itu kemaren dipentasin, yang main Ria Irawan".
Sepanjang jam kedua Mr. Arbi Sanit ikutan ngak masuk, tapi diganti oleh Bu Endang, asistennya. Aku duduk dibarisan kedua, dibalik teman yang berbadan besar, sambil diam-diam membaca buku karangan Nalal El -Saadawi itu.
Menurut biografi yang tertulis dicover belakang, Nalal adalah seorang dokter Mesir yang dipecat dari instansi pemerintah karena sepak terjangnya yang dianggap berbahaya. Seorang penulis yangmemperjuangkan dan mengisahkan hak-hak kaum wanita. karya-karyanya: Women and Sex, The Hidden Face of Eve dan Woman Psychological Conflict, juga buku yang aku baca Perempuan di Titik Nol, yang diangkat dari sebuah kisah nyata.
Hanya ada 2 orang tokoh utama pada buku itu, Firdaus dan laki-laki. Firdaus seorang wanita Mesir yang sejak kecil berteman dengan kemiskinan, dan akhirnya memutuskan untuk berprofesi sebagai pelacur. Membaca buku itu membuatku bergidik, karena pasti ada saja paragraf yang bercerita tentang pelecehan seksual dan pemerkosaan yang dialami Firdaus. Dan kebanyakan pelakunya adalah laki-laki, muslim. Bahkan yang merenggut kesuciannya pertama kali adalah pamannya sendiri, seorang Syekh, yang mengajarinya membaca a, ba, ta, tsa.
Kisah Firdaus, sehari-hari aku temui juga saat mengedit Jelang Siang. Kisah Melan yang melahirkan 2 anak hasil perbuatan Abdul Khoir, ayah kandungnya sendiri. Kisah Sisi yang selama bertahun-tahun dibawah ancaman clurit, harus mau melayani nafsu ayah tirinya. Atau yang baru kemarin terjadi diKalisari dekat rumahku, 9 laki-laki merenggut kesucian seorang gadis pelajar.
Di negara yang mayoritas muslim, seringkali kutemui kisah kebejatan seorang laki-laki yang bahkan kadang tak masuk akal. Padahal pelakunya kebanyakan dikenal baik bahkan seorang nguru ngaji. Mungkin ini yang Ustadz Ichsan bilang, ini akibat jika manusia tidak menjadikan agama sebagai way of live. Agama seringkali didengung-dengungkan, tapi dalam prakteknya omong kosong. Seperti seorang ustadz yang rajin berceramah, jangan berzina!. Tapi matanya tak berkedip memandang seorang biduan dangdut bergoyang. Seperti sekelompok warga kampung dekat rumah, yang mendahului acara dangdutannya dengan mengadakan pengajian terlebih dahulu.
Kalau masyarakat kita seperti ini, rasanya mungkin sekali jika kita akan segera temui sosok-sosok Firdaus. yang membenci laki-laki, menolak pengacara untuk membelanya, dan memilih tiang gantungan sebagai pelepas segala deritanya.
Hari Sabtu waktunya kuliah dari pagi sampai sore. Jam 9 pagi sudah sampai dikampus tercinta UMJ, dengan semangat menaiki anak tangga menuju lantai 3. Sampai dikelas, sepi, ternyata dosennya sakit. Akhirnya waktu kosong 2 jam aku pakai untuk melihat-lihat skripsi mahasiswa komunikasi di sekretariat terus langsung ke kekoperasi, lihat-lihat buku baru.
Akhirnya terbelilah 2 buah buku, Jurnalisme Investigatif dan Perempuan di Titik Nol. Buku terakhir aku beli karena sinopsisnya yang menarik dan judulnya yang terdengar familiar, tapi aku lupa dimana. Sampai akhirnya Sulha, teman yang kerja dibiro iklan menyegarkan ingatanku. "Itu kemaren dipentasin, yang main Ria Irawan".
Sepanjang jam kedua Mr. Arbi Sanit ikutan ngak masuk, tapi diganti oleh Bu Endang, asistennya. Aku duduk dibarisan kedua, dibalik teman yang berbadan besar, sambil diam-diam membaca buku karangan Nalal El -Saadawi itu.
Menurut biografi yang tertulis dicover belakang, Nalal adalah seorang dokter Mesir yang dipecat dari instansi pemerintah karena sepak terjangnya yang dianggap berbahaya. Seorang penulis yangmemperjuangkan dan mengisahkan hak-hak kaum wanita. karya-karyanya: Women and Sex, The Hidden Face of Eve dan Woman Psychological Conflict, juga buku yang aku baca Perempuan di Titik Nol, yang diangkat dari sebuah kisah nyata.
Hanya ada 2 orang tokoh utama pada buku itu, Firdaus dan laki-laki. Firdaus seorang wanita Mesir yang sejak kecil berteman dengan kemiskinan, dan akhirnya memutuskan untuk berprofesi sebagai pelacur. Membaca buku itu membuatku bergidik, karena pasti ada saja paragraf yang bercerita tentang pelecehan seksual dan pemerkosaan yang dialami Firdaus. Dan kebanyakan pelakunya adalah laki-laki, muslim. Bahkan yang merenggut kesuciannya pertama kali adalah pamannya sendiri, seorang Syekh, yang mengajarinya membaca a, ba, ta, tsa.
Kisah Firdaus, sehari-hari aku temui juga saat mengedit Jelang Siang. Kisah Melan yang melahirkan 2 anak hasil perbuatan Abdul Khoir, ayah kandungnya sendiri. Kisah Sisi yang selama bertahun-tahun dibawah ancaman clurit, harus mau melayani nafsu ayah tirinya. Atau yang baru kemarin terjadi diKalisari dekat rumahku, 9 laki-laki merenggut kesucian seorang gadis pelajar.
Di negara yang mayoritas muslim, seringkali kutemui kisah kebejatan seorang laki-laki yang bahkan kadang tak masuk akal. Padahal pelakunya kebanyakan dikenal baik bahkan seorang nguru ngaji. Mungkin ini yang Ustadz Ichsan bilang, ini akibat jika manusia tidak menjadikan agama sebagai way of live. Agama seringkali didengung-dengungkan, tapi dalam prakteknya omong kosong. Seperti seorang ustadz yang rajin berceramah, jangan berzina!. Tapi matanya tak berkedip memandang seorang biduan dangdut bergoyang. Seperti sekelompok warga kampung dekat rumah, yang mendahului acara dangdutannya dengan mengadakan pengajian terlebih dahulu.
Kalau masyarakat kita seperti ini, rasanya mungkin sekali jika kita akan segera temui sosok-sosok Firdaus. yang membenci laki-laki, menolak pengacara untuk membelanya, dan memilih tiang gantungan sebagai pelepas segala deritanya.
Thursday, October 02, 2003
HITAM PUTIH PKI
2 hari lalu aku kebagian ngedit sebuah program khusus, namanya Hitam Putih PKI. Sebuah ulasan sejarah kekejaman gerakan 30SPKI 37 tahun yang lalu. Tanggal yang juga bertepatan dengan hari ultahku, meskipun tahunnya berbeda. Segmen yang aku edit berkisah tentang Gerakan 30SPKI itu sendiri.
Di zaman Orde Baru program seperti ini tidak mungkin ditayangkan. Lihat saja nara sumbernya Pramoedya Ananta Toer, Murad Aidit (adik DN Aidit), dan Rewang aktivis PKI tempoe doeloe. Secara keseluruhan kisah yang ditulis oleh teman-teman reporter berdasarkan hasil riset mereka, adalah kisah lama, bisa dibaca dibuku sejarah, tidak ada yang baru. Hanya saja, ulasannya lebih mendetil.
Aku yang awam ini jadi paham kalau tahun 65, terutama bertepatan Ultah PKI tanggal 23 Mei, kekuatan PKI begitu besar. Bahkan dengan dukungan 3 juta anggota dan 17 juta ormasnya seperti Barisan Tani Indonesia, Pemuda Rakyat dan Gerwani, DN Aidit yakin PKI bakal jadi penguasa politik saat itu. Bisa dibayangkan berapa banyak cucu dan cicit aktivis PKI saat ini. Namun ada yang menarik, para aktivis PKI bukan orang yang tidak beragama, banyak diantara mereka yang juga muslim. Bahkan menurut reporternya Vera dan Dewi, saat diwawancarai mereka menunaikan shalat terlebih dahulu.
Aku juga baca di koran selepas G30SPKI banyak pengikut dan aktivisnya yang dibunuh. Ribuan orang. Manusia awam yang mungkin cuma ikut-ikutan. Yang mungkin bisa kembali disadarkan. Lalu PKI ditetapkan sebagai partai terlarang, semua yang berbau PKI diberangus, masa depan anak, cucu dan cicit PKI dijamin akan suram.
Memberangus PKI? aku setuju. Tapi lalu mengambil hak hidup orang lain? Menurutku seharusnya sebuah paham yang bernama Komunis, biarlah namanya tetap ada, bukan untuk dikembangkan, tetapi untuk dipelajari, dikritisi lalu dibandingkan. Maka orangpun akan menilai. Dan tak perlu gusar, karena kekuatan Maha Besar tak kan mengizinkan, berkembangnya sebuah paham yang meniadakan-Nya.
(Catatan ringan dari seorang awam)
2 hari lalu aku kebagian ngedit sebuah program khusus, namanya Hitam Putih PKI. Sebuah ulasan sejarah kekejaman gerakan 30SPKI 37 tahun yang lalu. Tanggal yang juga bertepatan dengan hari ultahku, meskipun tahunnya berbeda. Segmen yang aku edit berkisah tentang Gerakan 30SPKI itu sendiri.
Di zaman Orde Baru program seperti ini tidak mungkin ditayangkan. Lihat saja nara sumbernya Pramoedya Ananta Toer, Murad Aidit (adik DN Aidit), dan Rewang aktivis PKI tempoe doeloe. Secara keseluruhan kisah yang ditulis oleh teman-teman reporter berdasarkan hasil riset mereka, adalah kisah lama, bisa dibaca dibuku sejarah, tidak ada yang baru. Hanya saja, ulasannya lebih mendetil.
Aku yang awam ini jadi paham kalau tahun 65, terutama bertepatan Ultah PKI tanggal 23 Mei, kekuatan PKI begitu besar. Bahkan dengan dukungan 3 juta anggota dan 17 juta ormasnya seperti Barisan Tani Indonesia, Pemuda Rakyat dan Gerwani, DN Aidit yakin PKI bakal jadi penguasa politik saat itu. Bisa dibayangkan berapa banyak cucu dan cicit aktivis PKI saat ini. Namun ada yang menarik, para aktivis PKI bukan orang yang tidak beragama, banyak diantara mereka yang juga muslim. Bahkan menurut reporternya Vera dan Dewi, saat diwawancarai mereka menunaikan shalat terlebih dahulu.
Aku juga baca di koran selepas G30SPKI banyak pengikut dan aktivisnya yang dibunuh. Ribuan orang. Manusia awam yang mungkin cuma ikut-ikutan. Yang mungkin bisa kembali disadarkan. Lalu PKI ditetapkan sebagai partai terlarang, semua yang berbau PKI diberangus, masa depan anak, cucu dan cicit PKI dijamin akan suram.
Memberangus PKI? aku setuju. Tapi lalu mengambil hak hidup orang lain? Menurutku seharusnya sebuah paham yang bernama Komunis, biarlah namanya tetap ada, bukan untuk dikembangkan, tetapi untuk dipelajari, dikritisi lalu dibandingkan. Maka orangpun akan menilai. Dan tak perlu gusar, karena kekuatan Maha Besar tak kan mengizinkan, berkembangnya sebuah paham yang meniadakan-Nya.
(Catatan ringan dari seorang awam)
Subscribe to:
Posts (Atom)