Wednesday, January 28, 2004

ADIK-ADIKKU YANG MALANG



Pusing. Sudah seharian dapat tugas mengedit program yang isinya kisah duka anak-anak. Jelang Siang dan Interogasi, mengisahkan tentang Jaka, seorang haji yang mencabuli 23 anak kecil laki-laki dilingkungannya, Cianjur. Zaman edan yang sudah semakin edan, seperti kembali pada kisah Sodom dan Gomorah. How could he?, meskipun pernah mengalami nasib yang serupa waktu jadi TKI di Arab sana, bukan berarti dendam bisa dilampiaskan pada anak-anak yang masih polos.

Tambah pusing. Kalau ingat kisahnya Pak Heri, seorang pustakawan diSMPku dulu yang juga guru silat. Seorang homo yang ternyata serupa dan sebangun dengan Jaka, mengorbankan anak-anak kecil yang baru mengenal dunia, demi kepentingan nafsu binatangnya. Pak Heri, yang tampak manis dan tak pernah berlaku kurang ajar terhadapku, juga murid-murid perempuan lainnya, ternyata musang berbulu domba. Jadi sedih kalau ingat tampang innocentnya devi, adik kelas imut yang sering diajak kekontrakannya. Katanya mau diajari ilmu silat baru, padahal mau dicecoki tayangan mesum ciptaan syetan.

Jadi kesal, pada teman-teman yang hampir jadi korbannya, tapi tak pernah bercerita, hingga Pak Heri bebas mencari korban berikutnya. Jadi kecewa, pada guru-guru yang bersikap biasa-biasa saja, dan baru mengeluarkannya dari sekolah, saat anak seorang pejabat mengadu pada orangtuanya. Jadi sebal, pada diri ini, yang tak mampu menyingkap sikap aneh Pak Heri, yang tampak begitu akrab pada setiap adik laki-laki.

Makin pusing. Ketika kita harus mengekspos kehidupan bocah-bocah itu sekali lagi, demi kepentingan rating dan sensasi. Duhai Kekasih, jangan biarkan diri ini jadi tak memiliki nurani.

(Ini resikonya bekerja dimedia, tolong doakan ya friends biar kuat iman...)

Sunday, January 25, 2004

KAU BUKAN MILIKKU LAGI...SEPENUHNYA



24 Januari 2004. Hari bersejarah bagi seseorang, seseorang yang sangat kusayangi. Teman seperjuangan yang selalu mewarnai hari-hari, dengan tawa renyahnya, dengan sikap bersahabatnya, dengan celotehnya yang riang. Masih hangat dalam ingatan, saat ia menemaniku dengan sabar, untuk mengedit sebuah program dakwah mulai matahari terbenam hingga bersinar kembali.

Masih hangat dalam ingatan saat kami bersama-sama pulang larut malam, memilih rekaman dokumentasi untuk dirangkai menjadi paket yang menarik. Juga rasa pembelaanmu yang membara saat seorang ikhwan yang seharusnya melindungi, tetapi malah mencibir kami.

Masih hangat dalam ingatan, sedu sedanmu yang memilukan, saat kau kecewa terhadap seorang abang yang harusnya dalam memberikan panutan, tapi nyatanya tak dapat diandalkan.

Masih hangat dalam ingatan, saat kami berbagi impian, tentang rumah tangga yang diridhoiNya dan pangeran kami yang kelak akan menjadi teman untuk membangunnya.

Dan kini, kau terlihat bercahaya di pelaminan itu, dengan sang pangeran yang sangat mencintaimu. Kau kini bukan milikku lagi...sepenuhnya. Aku harus berbagi dengan sang pangeran, namun dengan penuh rasa bijaksana seolah kau katakan...tidak, kau tidak akan kehilangan seorang sahabat, kau dapatkan lebih, aku dan suamiku....

(For my beloved sister Ami Lidiya Melanrosa, selamat mengarungi bahteraNya, semoga Sang Kekasih selalu memberikan curahan rahmatNya bagi kau dan pengeranmu)

Thursday, January 22, 2004

DIKUNJUNGI PARA MUJAHIDAH



Tampak sekumpulan wanita berkerudung panjang, tebaran senyumnya menyergapku tenang. Sebagian dari mereka menebarkan pandangan kesekeliling ruangan. Seorang diantaranya terlihat aktif memberikan penjelasan, meskipun ia bukan karyawan kantor ini, tapi ia terlihat lebih tahu dibandingkan sang Bapak yang menjadi tour guidenya. Kukenali wajahnya, seorang pejuang wanita yang kerap hadir diberbagai acara. Namanya Nursanita Nasution. Tidak ada hubungan dengan Ersa Nasution yang atlit renang, atau Bapak Abdul Haris Nasution yang pahlawan revolusi. Ia hanya wanita sederhana dengan segudang kecerdasan dan kesabaran.

Mereka berkeliling, dan mampir kebilikku, tempat dimana gambar-gambar dirangkai menjadi paket menarik. Bersama seorang teman lama yang ternyata menjadi salah satu mujahidah itu, Mbak Lia, seorang sarjana arithmatika. Kami berpelukan untuk melepas rindu. Saat kutanya, ia bilang mewakili mujahidah dari Jawa Barat, nomor urut 4. Kupeluk lagi sebagai rasa turut bahagia, meskipun rasanya ia layak mendapatkan nomor urut lebih tinggi.

Rombongan mujahidah tersebut memasuki studio-studio dimana program berita dan produksi ditayangkan, mereka terlihat antusias, dan mengabadikan kehadirannya dalam jepretan kamera digital. Akupun bertukar alamat dengan seorang mujahidah, seorang muslimah cantik, aktifis media. Ingin rasanya bersama mereka lebih lama, namun banyak agenda lain yang harus diikuti. Agenda untuk memperjuangkan nasib perempuan Indonesia.

Selamat berjuang para mujahidah
Semoga Sang Kekasih selalu memberimu kekuatan dan kesabaran


(Siang itu, saat mulai ngedit program Interograsi)

Monday, January 19, 2004

SERAGAM BARU



Seragam itu berupa 5 buah kemeja, 3 buah berwarna hitam dan 2 buah berwarna coklat. Coba mematut diri dikaca kamar mandi, pas, sesuai ukuran tubuhku, karena memang, dulu waktu memesannya disediakan bermacam ukuran seragam untuk dicoba. Kelak nanti akan ada peraturan baru, seluruh karyawan wajib menggunakan seragam itu.

Kewajiban memakai seragam, bukan suatu masalah, bahkan menguntungkan, karena kualitas bahannya bagus, modelnya cukup baik dan yang terpenting special untuk yang berjilbab disediakan model lengan panjang. Ini salah satu hal yang membuatku tetap bertahan di kantor ini, sebuah negeri bertuhan rating, tidak ada diskriminasi, jika memang berkompeten, fasilitas sesuai skill yang dimiliki disediakan perusahaan. Dulu saat masa training, yang berjilbab juga dibuatkan kaos berlengan panjang.

Betapa aku harus bersyukur, mengingat dibelahan dunia sana, Perancis dan Turki banyak saudari-saudari yang dilarang menggunakan jilbab. Katanya itu menyimbolkan agama tertentu dan melanggar ajaran sekuler yang mereka junjung tinggi, padahal kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Dan jilbab seperti yang dikatakan Yusuf Qardhawi bukan simbol, tetapi kewajiban, the way of Moslemah life. Apa nanti mereka akan melarang orang yang menggunakan salib, kopiah atau melarang orang untuk berjanggut karena menyimbolkan salah satu ajaran agama didunia ini...

(Semoga sang Kekasih memberi kekuatan dan kesabaran pada saudari-saudariku disana...)

Sunday, January 18, 2004

JAMIE, NOT THAT SMART



Baru-baru ini lihat iklan terbarunya Jamie Aditya, eks VJ MTV yang ngocol abis. Pertama kali lihat dia waktu jadi bintang video klipnya Humania, terserah. Tampangnya agak-agak Indo, dan memang ia lahir di Canberra, tanggal 10 Maret 34 yang silam. Dibanding vj MTV yang lain memang dia agak berbeda, gayanya bebas, polos, ngak ja-im, dan saya lebih suka menyebutnya jujur. Karena kekhasannya itu juga ia pernah menang Entertainment Presenter/Performa of the Year pada Asian TV Award tahun 2000.

Jamie memang lama ngak kelihatan di MTV, dan ternyata ia punya kesibukan lain. Jamie jadi host Sync or Swim sebuah acara dari program Discovery Channel & Adventures, salah satu jaringan tv kabel di Indonesia. Dalam acara ini ia punya kesempatan untuk menjelajahi seluruh bagian dunia, larut dalam tarian dan kesenian tradisional mereka, mirip jejak petualangnya Riyani Djangkaru.

Dan sekarang ia muncul dalam sebuah iklan Coca Cola terbaru. Sayang, padahal Coca Cola adalah salah satu soft drink yang berbahaya bagi kesehatan. PHnya yang antara 2,3- 3,4 bisa merusak tulang dan gigi. Sementara itu penelitian di India menunjukkan Pepsi, Mountain Dew, Diet Pepsi, Mirinda Oren, Mirinda Lemon, Blue Pepsi, 7-up, Coca-Cola, Fanta, Limca, Sprite dan Thumbs-up, semuanya mengandungi racun serangga yang bisa merusak sistem saraf. Ditambah lagi kandungan gula dalam Coca Cola bisa menyebabkan obesitas. Jadi ingat ceritanya Yuli, teman kuliah yang pernah diundang seminar di San Fransisco, kebanyakan penduduk disana mengalami obesitas karena kebiasaan mengkonsumsi junk food.

Kalau dilihat dari iklannya memang cukup menarik, Jamie digambarkan sebagai dua personalities berbeda, tukang warung dan jawara dari desa yang sangat menginginkan Coca Cola sampai harus ngeluarin jurus silat segala. Jamie, memang cocok jadi bintangnya, polos dan lucu. Dahulu Coca Cola adalah minuman yang segmen pasarnya untuk kalangan menengah keatas, SES B+, maka iklannya juga hanya muncul saat moment-moment khusus, seperti Natal, Lebaran, menjelang Tahun Baru. Tapi sekarang dari berbagai tampilan iklannya, terlihat mereka mulai membidik pangsa pasar menengah kebawah, alias rakyat kebanyakan, mulai dari anak band, keluarga sederhana, sampai anak-anak kampung yang suka mandi dikali. Harganyapun relatif murah, di iklan terbaru ini terlihat betapa kesalnya Jamie jawara saat diberitahu harga Coca Colanya Rp. 1.500 padahal cuma Rp. 1.300 perak.

Sayang, saya jadi kurang rasa penghargaan buat Jamie. Seharusnya dia bisa kritis dalam memilih produk yang akan dibintanginya, seperti yang dilakukan koleganya Sarah Sechan, dengan memilih-pilih produk yang tidak membahayakan konsumen. Meskipun sebenarnya ngak terlalu kritis juga, soalnya iklan Fres Tea yang dibintanginya masih satu group sama Coca Cola.

Well Jamie, I thought you were smart...
But actually you are not that smart...


(Mari konsumsi saja produk dalam negeri seperti bandrek, bajigur, wedang jahe, ternyata lebih bermanfaat lho untuk kesehatan...)

Wednesday, January 14, 2004

MATI RASA



Sudah sejak seminggu lalu kebagian ngedit program Jelang Siang dan Interograsi, paketnya Magazine, durasi yang agak panjang, dan sedikit efek disana sini. Sebagian besar paket isinya kriminalitas, tingkat berat, pembunuhan, pemerkosaan, sampai seorang ibu yang memutuskan untuk menggorok lehernya sendiri untuk mengakhiri hidup. Gambarnya...sudah pasti hidup...hidup untuk diedit menjadi program news yang menarik dan kadang bikin orang bergidik.

Gambar apa?...semuanya tersedia, kepala hancur ditebas golok, tangan nyaris putus, lubang dileher menganga akibat gorokan pisau dapur tumpul...atau otak yang terburai dari kepala. Semuanya materi cantik yang bisa bikin paket menarik. Apa yang kuhadapi dilayar kaca...bukan apa-apa dibanding teman kameraman yang harus meliput langsung dilapangan. Tapi jangan salah, Pak Pur yang editor seniorpun ngak pernah berani lihat yang berdarah-darah...sampai kadang kepalanya suka pusing, kalau sudah begitu keluar dari ruang editing, hirup udara segar diluar jadi solusi terbaik.

Tapi ada apa dengan aku? sama sekali tidak berpengaruh..Apa mungkin karena yang aku lihat sehari-hari itu... belum ada apa-apanya dibanding penyembelihan massal yang terjadi pada saudara-saudaraku di Nablus...Maluku atau Poso...yang pernah kulihat dengan kondisi lebih mengenaskan...Atau karena aku sudah mati rasa? Bahkan kadang senang kalau ada materi gambar seperti itu, karena bisa bikin paket makin tambah mencekam, tambah disukai penonton, atau membodohi penonton...?

Ya Kekasihku...jangan buat aku mati rasa....

(Setelah tidak mengedit malam lagi...)

Sunday, January 11, 2004

KU CINTA KAU BUNDA



Kemarin kulihat kau meringkuk lemas, mengerang, dalam selimut tebal biru itu. Tubuhmu keletihan setelah seharian sejak pagi bergabung bersama beberapa agen dan teman-teman kerjamu dipuncak. Padahal kau sudah tahu tubuhnya kurang sehat. Padahal hari itu...hari ulang tahunmu...

Aku hanya bisa menutupi tubuhmu dengan beberapa tambahan lapis selimut tebal...membuatkan air hangat didalam botol untuk kau peluk. Supaya hangatnya menjalar keseluruh tubuh, karena saat kuusap keningmu, meskipun panas terasa, sesungguhnya kau merasa kedinginan.

Kau menolak saat kami mengajakmu kedokter, dengan penuh keyakinan kau katakan bahwa kau tidak apa-apa. Dipenghujung malam aku cuma bisa berdoa, memohon supaya keyakinanmu menjadi nyata. Sebelumnya kau tak pernah seperti ini, Allah yang maha baik selalu memberikan nikmat sehatnya kepadamu, mungkin itu balasan yang Ia berikan, karena ketekunanmu menjaga rahmat yang Ia berikan.

Pagi itu kau sudah tidak lagi meringkuk, senyummu sudah kembali mengembang. Ia tunjukkkan beberapa sms kiriman teman, ucapan selamat atas masih diberikanNya kesehatan dalam berkurangnya usia. Aku hanya bisa memelukmu dan mencium kedua pipimu....

Selamat ulang tahun....
Ku cinta kau Bunda....


(Mengapa baru menyadari pentingnya keberadaannya...saat merasa akan kehilangannya...)

Thursday, January 08, 2004

AKHWAT KELUYURAN MALAM



Ngak jadi rapat di DPRa, kemarin malam ku putusin untuk silaturahmi kerumah Abi Sholeh. Sejak pindah sebulan yang lalu belum sempat mampir, lagipula ada yang musti diurus. Biodata untuk transfer ngaji belum juga dikasih ke Bu Dian, yang ngurusin kaderisasi DPC. Boncengan dengan Lela, akhwat yang juga one of my best friend akhirnya jadi cabut, ngebut diatas Fiz Orange.

Setelah 15 menit sukses nyasar, telp rumah ngak diangkat-angkat, akhirnya diputuskan kerumah Bu Tuti. Meninggalkan mas-mas dipinggir jalan yang mungkin penasaran, lihat 2 cewek berjilbab malam-malam, bolak-balik diatas Honda Orange. "Jangan menyerah mbak, saya juga penasaran nih..." Lela berupaya kasih semangat, dan berhasil, meskipun badan rada pegel, musti strater berkali-kali gara-gara aki Honda yang lagi rusak.

Sampai didepan rumah Bu Tuti, pas ketemu suaminya Pak Budi yang baru bubaran shalat Isya. Nanya ancer-ancernya, katanya dari lapangan voli, naik keatas, masuk gang perintis, belokan kedua sebelah kiri... Setelah manggut-manggut, akhirnya nekat berangkat, meskipun sebenarnya belum paham. Dan betul saja, sampai di belokan kedua masuk, berhenti...ngak ketemu juga. Nanya sama warga sekitar yang kebetulan orang Betawi.

Pak Sholeh nyang orang Jawa, istrinya Betawi?...(dengan nada keras)
Bukan pak...Pak Sholeh yang orang Betawi, istrinya orang Jawa...(dengan nada lembut seorang akhwat)
Lha...kaga tahu dah, kalo nyang istrinya Betawi..ada noh, dibawah...baru bangun rumah juga...(dengan nada yang masih keras)
Telp aja neng, telp....(dengan nada yang tetap keras)

Akhirnya diputuskan untuk menelepon Pak Budi, dan alhamdulillah beliau bersedia datang untuk tunjukkin rumahnya langsung. Si Fiz Orange diputar balik, baru ganti gigi 2 dan melaju 200 m, sudah ketemu Pak Budi, langsung menuju ke rumah Abi Sholeh. Eh ternyata rumahnya sepi....beliau sekeluarga sedang melayat seorang rekan yang baru kehilangan anaknya.

Pukul 08.30 malam terpaksa kembali kerumah dengan tangan hampa. Si Fiz Orange berjalan pelan-pelan melewati keremangan, namun alhamdulillah Lela yang membonceng dibelakang tetap kasih semangat...
Ngak pa-pa mbak, yang penting udah tahu rumahnya, kapan-kapan kalau mau datang lagi ngak bingung...

(Malam itu sebelum sempat hilangkan penat selepas kerja)

Sunday, January 04, 2004

KEBAHAGIAAN PARA BIDADARIKU



Diawal tahun ini, begitu banyak tantangan yang menanti untuk ditaklukkan, namun begitu banyak pula kebahagian yang akan menjelang. Satu dari kebahagiaan itu adalah saat 3 orang dari bidadariku, my beloved sisters, akan menggenapkan din mereka dengan memasuki jenjang walimah.

Bidadari kesabaranku, yang urung menunaikan hajinya karena termasuk dalam kuota 30.000, diberikan petunjuk olehNya untuk menunaikan sebuah tugas yang tak kalah sucinya, menerima pinangan seorang pangeran demi membangun sebuah istana yang diridhoiNya.

Bidadari kritisku, yang selalu aktif dalam berbagai kegiatan, ternyata lebih matang dan lebih berani menolak segala tawaran dunia. Ia pillih ajakan seorang teman baik, untuk membina sebuah dunianya sendiri, melalui jalan yang diridhoiNya.

Bidadari ramahku, yang kadang tidak menyadari kelebihan yang dimilikinya, telah dipertemukan dengan sianak gunung, untuk mengisi hatinya dengan berbagai cerita tentang kebesaranNya. Bersama-sama mengarungi bahtera kehidupan melalui jalan yang diridhoiNYa.

Selamat berjihad para bidadariku...
Semoga keberanian kalian kelak menginspirasiku untuk melakukan hal serupa...


(Selamat Mba S, Alishanti dan Lady of The Rose...)