KETEMU SEKUTU BARU...
Setelah bantu my mom masak siang itu, aku berlenggang menuju rumah Okta, yang biasa dipanggil Anggon, entah dari mana asal nama panggilan itu. Ia lagi bikin skripsi di UNJ, dan diangkat anak oleh pakde dan budenya. Karena sayangnya, ia diberi pula fasilitas untuk mengedit, jadilah ia punya satu buah studio mungil bersama seperangkat alat edit. Langit-langitnya menarik, ditempelinya puluhan karton coklat bekas tempat telor, bagian yang menonjol-nonjol dibiarkan kebawah.
"Darimana bungkus telornya..gon"
"Dari saudara, minta..."
"Biar kedap suara?"
"Ngak, biar artistik aja..."
Dan berhasil, memang studio kecilnya jadi lebih artistik. Sore itu aku mau preview hasil editannya, dokumentasi Pawai Ramadhan partaiku. Soalnya audionya ngak syinc , dan gambarnya ada yang scratch, tapi ternyata setelah dipreview dimonitor dan dilayar televisi, audionya tidak ada masalah, dan gambar yang scratch cukup dipotong dan disambung lagi.
Dahulu perangkat editing seperti yang dipunyainya masih barang langka, tapi sekarang sudah mudah mencarinya. Hampir setiap sisi kota ada studio paska produksi. Program editing yang digunakannya I Lead. Menurutnya simple dan sederhana, kalau untuk sekedar bikin video dokumentasi dan film-film festival. Memang beda sama yang ada dikantor, tapi pada dasarnya seluruh basic editing adalah sama. Jadi tercetus ide untuk bikin film bareng, apalagi akses ngeditnya sudah gampang. Memang benar kata Pak Fredy, kalau sekedar niat tanpa usaha, ya bikin film ngak bakal jadi-jadi, harus ada usaha nyata...ngak cuma slogan semata.
Kalau melihat fasilitas yang dipunyai Anggon, kayanya jadi pengen cepat-cepat menyelesaikan skenario terus bikin film sederhana. Apalagi sekarang sudah punya sekutu baru, bikin film?...kita lihat saja nanti.
(Setelah 2 jam menghabiskan waktu preview dokumentasi sekaligus belajar ngedit I Lead bersama Anggon)
No comments:
Post a Comment