AKHIRNYA IA PERGI...
Selembar kertas yang ditempel disamping lift siang itu, menulis informasi yang mengagetkan. Tulisannya kecil-kecil, akupun tidak menyangka kalau selembar kertas itu berisi berita duka cita. Bapak Edi Rosai, seorang patner kerja kami akhirnya dipanggil menghadapNya. Allah telah melepaskan segala deritanya, ia berikan kehidupan yang abadi disisiNya...
Kini Ramadhan telah berlalu, 3 orang telah mendapat kehormatan untuk menemuiNya..
Eyangku Mbah Roh, Rudi dan Pak Edi Rosai...
Semoga kelak kita dipanjangkan usia untuk kembali berjumpa Ramadhan...
atau paling tidak Ramadhanlah, tempat kita kelak menghembuskan nafas terakhir...
( Semoga semangat Ramadhan mampu mewarnai 11 bulan dalam kehidupan kita)
Sunday, November 30, 2003
Tuesday, November 18, 2003
ALLAH SEDANG MENINGGIKAN DERAJATNYA...
Sabtu lalu, seusai evaluasi Qur'ani Kids, aku, Ami, Mona serta Mas Azhar pergi mengunjungi salah satu rekan kerja kami. Seorang audioman senior yang saat ini sedang terbaring lemah di rumah sakit, Pak Haji Edi Rosai. Kandungan gula dalam darahnya sangat tinggi, hingga ia harus dirawat secara intensif.
Ada perubahan dari fisiknya. Beliau terlihat lebih gemuk, bukan karena kesehatannya membaik, tapi justru memburuk. Obat alternatif yang ia coba konsumsi beberapa waktu lalu merusak saluran pembuangannya. hingga beliaupun kesulitan ketika sekedar harus buang air kecil. Pun tak ada respon, saat kuusap halus permukaan tangannya.
Ia adalah sosok yang bertanggung jawab dan tegas didalam Majlis Ta'lim, seringkali kami mengibaratkannya sebagai kaum tua dengan pemikiran yang konvensional, sementara kami, kaum muda yang demokrat. Masih kuingat saat kami berdebat tentang calon ketua Majlis Ta'lim, ia mendahulukan kriteria yang pemahaman agamanya luas, sementara kami lebih memilih orang dengan jabatan strategis, namun memiliki keinginan untuk mempelajari Islam.
Masih kuingat juga saat ia memprotes Dirut kami, yang memintanya untuk tidak memakai kopiah bulat saat kerja di kantor. Namun ia menolaknya mentah-mentah. Kinipun dengan keterbatasan tenaganya, ia masih sempat menanyakan aktifitas dakwah kami dikantor, "bagaimana tarawehnya?" "bagaimana jum'atannya?" dengan suara yang lemah terbata-bata. Seperti Rasulullah yang mengkhawatirkan umatnya hingga detik-detik terakhir kepergiannya.."ummati..ummati".
Hanya saja aku sangat berharap, detik itu bukanlah detik-detik terakhirnya. Detik itu adalah detik saat Allah meninggikan derajatnya, dan Ia harus kembali bugar seperti dahulu, dan ia harus kembali tegas seperti dahulu. Untuk menjaga kami, anak-anaknya... agar tetap berada dalam garis ketentuanNya.
(Semoga lekas sembuh Pak Edi...rindukan saat bertukar pikiran denganmu)
Sabtu lalu, seusai evaluasi Qur'ani Kids, aku, Ami, Mona serta Mas Azhar pergi mengunjungi salah satu rekan kerja kami. Seorang audioman senior yang saat ini sedang terbaring lemah di rumah sakit, Pak Haji Edi Rosai. Kandungan gula dalam darahnya sangat tinggi, hingga ia harus dirawat secara intensif.
Ada perubahan dari fisiknya. Beliau terlihat lebih gemuk, bukan karena kesehatannya membaik, tapi justru memburuk. Obat alternatif yang ia coba konsumsi beberapa waktu lalu merusak saluran pembuangannya. hingga beliaupun kesulitan ketika sekedar harus buang air kecil. Pun tak ada respon, saat kuusap halus permukaan tangannya.
Ia adalah sosok yang bertanggung jawab dan tegas didalam Majlis Ta'lim, seringkali kami mengibaratkannya sebagai kaum tua dengan pemikiran yang konvensional, sementara kami, kaum muda yang demokrat. Masih kuingat saat kami berdebat tentang calon ketua Majlis Ta'lim, ia mendahulukan kriteria yang pemahaman agamanya luas, sementara kami lebih memilih orang dengan jabatan strategis, namun memiliki keinginan untuk mempelajari Islam.
Masih kuingat juga saat ia memprotes Dirut kami, yang memintanya untuk tidak memakai kopiah bulat saat kerja di kantor. Namun ia menolaknya mentah-mentah. Kinipun dengan keterbatasan tenaganya, ia masih sempat menanyakan aktifitas dakwah kami dikantor, "bagaimana tarawehnya?" "bagaimana jum'atannya?" dengan suara yang lemah terbata-bata. Seperti Rasulullah yang mengkhawatirkan umatnya hingga detik-detik terakhir kepergiannya.."ummati..ummati".
Hanya saja aku sangat berharap, detik itu bukanlah detik-detik terakhirnya. Detik itu adalah detik saat Allah meninggikan derajatnya, dan Ia harus kembali bugar seperti dahulu, dan ia harus kembali tegas seperti dahulu. Untuk menjaga kami, anak-anaknya... agar tetap berada dalam garis ketentuanNya.
(Semoga lekas sembuh Pak Edi...rindukan saat bertukar pikiran denganmu)
Sunday, November 16, 2003
BERSAMA PARA MUJAHID
Sudah 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Tetapi para mujahid dilingkunganku ghirahnya tak pernah pudar. Malam minggu kemarin saja mereka lakukan i'tikaf sambil mendirikan tenda dan menjaganya hingga shubuh menjelang. Demi sebuah bazar penuh berkah yang menjual berbagai barang kebutuhan pokok kepada rakyat kecil.
Pagi itu saat kudatang dengan kamera VHS ditangan, mereka tetap sibuk membuat garis-garis dari plastik rafia agar warga bisa antri dengan teratur. Seorang ikhwan, Akh Jatki yang sudah jadi sahabatku sejak kecil, juga hadir disana. Kami kebagian tugas sebagai seksi Publikasi dan Dokumentasi. Ia mengaku kalau sejak kemarin malam menginap dan hingga pagi ini belum mandi. Subhanallah...padahal pagi ini mereka semua harus tetap berpuasa.
Warga yang datang membeli semua kebutuhan pokok yang dijual. Semua barang dagangan habis dalam setengah jam. Beberapa ibu-ibu rumah tangga yang aku wawancarai merasa puas dan senang, karena harga-harganya dibawah harga pasar. Sangat membantu buat mereka yang ingin menyambut Lebaran dengan sedikit kegembiraan.
Disambut hujan yang turun seusai kegiatan, para ikhwan tetap bersemangat merapikan kembali sound system. Pakaian mereka basah kuyup dan kaos putih mereka terlihat dekil karena debu-debu lapangan yang menempel. Tetapi rasa keikhlasan tetap terpancar dari wajah-wajah mereka, bahkan ada beberapa ikhwan yang segera bersiap-siap untuk mengikuti acara ditempat lain.
Banyak orang yang alergi terhadap yang namanya partai. Kata mereka partai itu kotor, dan ujung-ujungnya hanya mencari kekuasaan demi kepuasan pribadi. Tapi semua hal itu sama sekali tidak aku lihat pada teman-teman dipartaiku ini. Bahkan mereka rela mengeluarkan dana dari kantong mereka sendiri untuk suksesnya sebuah kegiatan, selama kegiatan tersebut bermanfaat bagi masyarakat. Mereka rela korbankan waktu, tenaga, pikiran dan materi hanya demi sebuah tujuan sederhana....keinginan agar negara ini kelak dipimpin orang-orang yang memiliki ilmu dan....iman.
(Buat teman-teman DPRa Partai Keadilan Sejahtera Kelurahan Pekayon...terus berjuang)
Sudah 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Tetapi para mujahid dilingkunganku ghirahnya tak pernah pudar. Malam minggu kemarin saja mereka lakukan i'tikaf sambil mendirikan tenda dan menjaganya hingga shubuh menjelang. Demi sebuah bazar penuh berkah yang menjual berbagai barang kebutuhan pokok kepada rakyat kecil.
Pagi itu saat kudatang dengan kamera VHS ditangan, mereka tetap sibuk membuat garis-garis dari plastik rafia agar warga bisa antri dengan teratur. Seorang ikhwan, Akh Jatki yang sudah jadi sahabatku sejak kecil, juga hadir disana. Kami kebagian tugas sebagai seksi Publikasi dan Dokumentasi. Ia mengaku kalau sejak kemarin malam menginap dan hingga pagi ini belum mandi. Subhanallah...padahal pagi ini mereka semua harus tetap berpuasa.
Warga yang datang membeli semua kebutuhan pokok yang dijual. Semua barang dagangan habis dalam setengah jam. Beberapa ibu-ibu rumah tangga yang aku wawancarai merasa puas dan senang, karena harga-harganya dibawah harga pasar. Sangat membantu buat mereka yang ingin menyambut Lebaran dengan sedikit kegembiraan.
Disambut hujan yang turun seusai kegiatan, para ikhwan tetap bersemangat merapikan kembali sound system. Pakaian mereka basah kuyup dan kaos putih mereka terlihat dekil karena debu-debu lapangan yang menempel. Tetapi rasa keikhlasan tetap terpancar dari wajah-wajah mereka, bahkan ada beberapa ikhwan yang segera bersiap-siap untuk mengikuti acara ditempat lain.
Banyak orang yang alergi terhadap yang namanya partai. Kata mereka partai itu kotor, dan ujung-ujungnya hanya mencari kekuasaan demi kepuasan pribadi. Tapi semua hal itu sama sekali tidak aku lihat pada teman-teman dipartaiku ini. Bahkan mereka rela mengeluarkan dana dari kantong mereka sendiri untuk suksesnya sebuah kegiatan, selama kegiatan tersebut bermanfaat bagi masyarakat. Mereka rela korbankan waktu, tenaga, pikiran dan materi hanya demi sebuah tujuan sederhana....keinginan agar negara ini kelak dipimpin orang-orang yang memiliki ilmu dan....iman.
(Buat teman-teman DPRa Partai Keadilan Sejahtera Kelurahan Pekayon...terus berjuang)
Wednesday, November 12, 2003
DERITA TABITHA...
Anak manis berusia 5 tahun itu bernama Tabitha. Sekujur tubuhnya terkena luka bakar berat. Wajahnyapun sebagian melepuh, dan sinar kerinduan terpancar dari matanya.
Rindu akan kehadiran kedua orantuanya yang berada di Amerika Serikat.
Rindu akan tangan lembut Oma saat menyuapinya makan.
Rindu akan celoteh riang saudari-saudarinya.
Rindu akan kehadiran kakak-kakaknya yang tewas terpanggang sabtu dini hari lalu.
(Saat ngedit Jelang Siang:6 anggota Keluarga Jaksa yang meninggal terbakar, tetap tabah Tabitha!)
Anak manis berusia 5 tahun itu bernama Tabitha. Sekujur tubuhnya terkena luka bakar berat. Wajahnyapun sebagian melepuh, dan sinar kerinduan terpancar dari matanya.
Rindu akan kehadiran kedua orantuanya yang berada di Amerika Serikat.
Rindu akan tangan lembut Oma saat menyuapinya makan.
Rindu akan celoteh riang saudari-saudarinya.
Rindu akan kehadiran kakak-kakaknya yang tewas terpanggang sabtu dini hari lalu.
(Saat ngedit Jelang Siang:6 anggota Keluarga Jaksa yang meninggal terbakar, tetap tabah Tabitha!)
IBU SEPERTI APA KITA, KELAK KAN MENJADI...?
Minggu lalu Ratu Bidadariku memberikan tausyiah tentang manajemen waktu muslimah. Sebagai intermezzo, beliau menjelaskan tentang 3 tipe ibu rumah tangga. Ia meminta bidadari-bidadarinya untuk memahami dan menghayati tipe manakah kelak yang akan dipilih...
Tipe Pertama : Tipe Angin Padang Pasir, seorang ibu rumah tangga yang tidak pandai menjaga mulutnya. Permasalahan keluarga sampai bisa didengar tetangga, bahkan seringkali menciptakan keributan-keributan didalam rumah.
Tipe Kedua : Tipe Mahluk Halus, kehadiran dan kepergiannya tidak dapat dirasakan, terlalu sibuk dengan aktifitas diluar, sehingga tidak dapat meluangkan waktu untuk keluarganya. Semenjak pagi sudah keluar dari rumah, kembali kerumah saat larut malam.
Tipe Ketiga : Tipe Ratu Balqis, yang pandai menjaga penampilan, dan juga rumahnya. Pandai mengelola rumah tangga dan seorang wanita yang sabar dan mudah menerima kebenaran.
(Tipe yang mana kelak kita, para muslimah, dimasa depan..?)
Minggu lalu Ratu Bidadariku memberikan tausyiah tentang manajemen waktu muslimah. Sebagai intermezzo, beliau menjelaskan tentang 3 tipe ibu rumah tangga. Ia meminta bidadari-bidadarinya untuk memahami dan menghayati tipe manakah kelak yang akan dipilih...
Tipe Pertama : Tipe Angin Padang Pasir, seorang ibu rumah tangga yang tidak pandai menjaga mulutnya. Permasalahan keluarga sampai bisa didengar tetangga, bahkan seringkali menciptakan keributan-keributan didalam rumah.
Tipe Kedua : Tipe Mahluk Halus, kehadiran dan kepergiannya tidak dapat dirasakan, terlalu sibuk dengan aktifitas diluar, sehingga tidak dapat meluangkan waktu untuk keluarganya. Semenjak pagi sudah keluar dari rumah, kembali kerumah saat larut malam.
Tipe Ketiga : Tipe Ratu Balqis, yang pandai menjaga penampilan, dan juga rumahnya. Pandai mengelola rumah tangga dan seorang wanita yang sabar dan mudah menerima kebenaran.
(Tipe yang mana kelak kita, para muslimah, dimasa depan..?)
Saturday, November 08, 2003
KETEMU SEKUTU BARU...
Setelah bantu my mom masak siang itu, aku berlenggang menuju rumah Okta, yang biasa dipanggil Anggon, entah dari mana asal nama panggilan itu. Ia lagi bikin skripsi di UNJ, dan diangkat anak oleh pakde dan budenya. Karena sayangnya, ia diberi pula fasilitas untuk mengedit, jadilah ia punya satu buah studio mungil bersama seperangkat alat edit. Langit-langitnya menarik, ditempelinya puluhan karton coklat bekas tempat telor, bagian yang menonjol-nonjol dibiarkan kebawah.
"Darimana bungkus telornya..gon"
"Dari saudara, minta..."
"Biar kedap suara?"
"Ngak, biar artistik aja..."
Dan berhasil, memang studio kecilnya jadi lebih artistik. Sore itu aku mau preview hasil editannya, dokumentasi Pawai Ramadhan partaiku. Soalnya audionya ngak syinc , dan gambarnya ada yang scratch, tapi ternyata setelah dipreview dimonitor dan dilayar televisi, audionya tidak ada masalah, dan gambar yang scratch cukup dipotong dan disambung lagi.
Dahulu perangkat editing seperti yang dipunyainya masih barang langka, tapi sekarang sudah mudah mencarinya. Hampir setiap sisi kota ada studio paska produksi. Program editing yang digunakannya I Lead. Menurutnya simple dan sederhana, kalau untuk sekedar bikin video dokumentasi dan film-film festival. Memang beda sama yang ada dikantor, tapi pada dasarnya seluruh basic editing adalah sama. Jadi tercetus ide untuk bikin film bareng, apalagi akses ngeditnya sudah gampang. Memang benar kata Pak Fredy, kalau sekedar niat tanpa usaha, ya bikin film ngak bakal jadi-jadi, harus ada usaha nyata...ngak cuma slogan semata.
Kalau melihat fasilitas yang dipunyai Anggon, kayanya jadi pengen cepat-cepat menyelesaikan skenario terus bikin film sederhana. Apalagi sekarang sudah punya sekutu baru, bikin film?...kita lihat saja nanti.
(Setelah 2 jam menghabiskan waktu preview dokumentasi sekaligus belajar ngedit I Lead bersama Anggon)
Setelah bantu my mom masak siang itu, aku berlenggang menuju rumah Okta, yang biasa dipanggil Anggon, entah dari mana asal nama panggilan itu. Ia lagi bikin skripsi di UNJ, dan diangkat anak oleh pakde dan budenya. Karena sayangnya, ia diberi pula fasilitas untuk mengedit, jadilah ia punya satu buah studio mungil bersama seperangkat alat edit. Langit-langitnya menarik, ditempelinya puluhan karton coklat bekas tempat telor, bagian yang menonjol-nonjol dibiarkan kebawah.
"Darimana bungkus telornya..gon"
"Dari saudara, minta..."
"Biar kedap suara?"
"Ngak, biar artistik aja..."
Dan berhasil, memang studio kecilnya jadi lebih artistik. Sore itu aku mau preview hasil editannya, dokumentasi Pawai Ramadhan partaiku. Soalnya audionya ngak syinc , dan gambarnya ada yang scratch, tapi ternyata setelah dipreview dimonitor dan dilayar televisi, audionya tidak ada masalah, dan gambar yang scratch cukup dipotong dan disambung lagi.
Dahulu perangkat editing seperti yang dipunyainya masih barang langka, tapi sekarang sudah mudah mencarinya. Hampir setiap sisi kota ada studio paska produksi. Program editing yang digunakannya I Lead. Menurutnya simple dan sederhana, kalau untuk sekedar bikin video dokumentasi dan film-film festival. Memang beda sama yang ada dikantor, tapi pada dasarnya seluruh basic editing adalah sama. Jadi tercetus ide untuk bikin film bareng, apalagi akses ngeditnya sudah gampang. Memang benar kata Pak Fredy, kalau sekedar niat tanpa usaha, ya bikin film ngak bakal jadi-jadi, harus ada usaha nyata...ngak cuma slogan semata.
Kalau melihat fasilitas yang dipunyai Anggon, kayanya jadi pengen cepat-cepat menyelesaikan skenario terus bikin film sederhana. Apalagi sekarang sudah punya sekutu baru, bikin film?...kita lihat saja nanti.
(Setelah 2 jam menghabiskan waktu preview dokumentasi sekaligus belajar ngedit I Lead bersama Anggon)
BELAJAR MASAK...
Friday is my day off!. Agak siangan aku lihat my mom bawa belanjaan banyak banget, ah...sekali-kali terjun kedapur bantuin beliau masak. Jarang-jarang bisa masak bareng my mom, saatnya membuktikan bahwa perempuan sesibuk apapun, kalau diberikan kesempatanpun sesungguhnya ia bisa memasak. Jum'at itu rupanya ada acara buka puasa bersama di kantor my mom, dan beliau kebagian masak sop.
Pertama-tama potongin bakso, sepele. Terus numbuk bumbu, lada plus bawang putih, yang sebelumnya dikupas dari kulitnya, ah gampang...Tapi pas giliran potong bawang merah untuk bikin bawang goreng, air mata bercucuran tiada henti, bukan terharu karena my mom sudah berikan putri sulungnya kepercayaan bantu masak didapur, tapi karena hawa panas yang keluar dari bawang merah itu. Ngak tahan...tapi aku tidak boleh menyerah, dan akhirnya berhasil, bawang merah itu kini sudah berenang bebas dalam minyak goreng panas diatas wajan hitam.
Sementara si bawang berenang, disampingnya wortel, bakso, irisan jagung muda, tomat dan para bumbu sudah mandi bersama dalam jacuzzi yang menggelak-gelegak. Aku tinggalkan sejenak, karena harus ganti baju siap-siap pergi kerumah teman yang tadi pagi sudah janjian. My mom ambil alih, tak berapa lama, sop itu sudah terhidang dimeja makan, menggoda untuk dinikmati.
"Ha...sudah mateng ma..?" .
"Ya udah..."
"Cepet amat..."
"Ya cepet, emangnya gimana..."
Aku cuma tersenyum, Jumat itu aku senang, karena sedikit-sedikit sudah bisa masak. Meskipun masih belajar. Sambil melenggang menuju rumah teman, aku bergumam...ah..masak itu mudah....
(Thanks mom, sudah memberikan kepercayaan untuk menemanimu masak didapur)
Friday is my day off!. Agak siangan aku lihat my mom bawa belanjaan banyak banget, ah...sekali-kali terjun kedapur bantuin beliau masak. Jarang-jarang bisa masak bareng my mom, saatnya membuktikan bahwa perempuan sesibuk apapun, kalau diberikan kesempatanpun sesungguhnya ia bisa memasak. Jum'at itu rupanya ada acara buka puasa bersama di kantor my mom, dan beliau kebagian masak sop.
Pertama-tama potongin bakso, sepele. Terus numbuk bumbu, lada plus bawang putih, yang sebelumnya dikupas dari kulitnya, ah gampang...Tapi pas giliran potong bawang merah untuk bikin bawang goreng, air mata bercucuran tiada henti, bukan terharu karena my mom sudah berikan putri sulungnya kepercayaan bantu masak didapur, tapi karena hawa panas yang keluar dari bawang merah itu. Ngak tahan...tapi aku tidak boleh menyerah, dan akhirnya berhasil, bawang merah itu kini sudah berenang bebas dalam minyak goreng panas diatas wajan hitam.
Sementara si bawang berenang, disampingnya wortel, bakso, irisan jagung muda, tomat dan para bumbu sudah mandi bersama dalam jacuzzi yang menggelak-gelegak. Aku tinggalkan sejenak, karena harus ganti baju siap-siap pergi kerumah teman yang tadi pagi sudah janjian. My mom ambil alih, tak berapa lama, sop itu sudah terhidang dimeja makan, menggoda untuk dinikmati.
"Ha...sudah mateng ma..?" .
"Ya udah..."
"Cepet amat..."
"Ya cepet, emangnya gimana..."
Aku cuma tersenyum, Jumat itu aku senang, karena sedikit-sedikit sudah bisa masak. Meskipun masih belajar. Sambil melenggang menuju rumah teman, aku bergumam...ah..masak itu mudah....
(Thanks mom, sudah memberikan kepercayaan untuk menemanimu masak didapur)
DUKA BAHOROK...DUKA KITA...
Banjir bagi penduduk sekitar sungai Bohorok sudah biasa. Hingga malam itu saat banjir kembali datang, mereka tanggapi biasa-biasa saja. Mereka tidak sadar, jika ternyata banjir kali ini membawa ratusan kayu gelondongan hasil illegal logging. Kayu-kayu berukuran raksasa datang bersama air bah dan menghantam pemukiman dan beberapa guest house yang mereka lewati. Ratusan nyawa melayang, ratusan orang kehilangan tempat tinggal, beberapa anak-anak kecil yang diselamatkan oleh tangan Allah harus rela kehilangan saudara-saudara dan orangtua mereka.
Banyak spekulasi muncul, mengenai penyebab bencana kali ini. Kawasan wisata gunung Lauser, yang dahulu menjadi salah satu kekayaan dunia terindah harus terkikis bersama air bah dan membawa serta ratusan penduduk yang malam itu baru saja pulang taraweh. Hilang lagi satu kekayaan negeri ini.
Ada yang bilang kawasan wisata itu kerap menjadi ajang mesum, sehingga Allah harus membinasakannya. Seperti halnya puncak, yang memiliki banyak guest house, begitu pula Leuser. 2 Buah bangunan guest house besar, salah satunya Rindu Alam terangkat oleh gelondongan kayu-kayu berukuran raksasa, seperti saat kita ingin mencabut umbi dan menggunakan sebatang kayu kuat untuk mendorongnya keatas.
Ada juga yang bilang penebangan yang membabi buta tidak menyisakan sama sekali lahan bagi Lauser untuk menahan derasnya curahan hujan. Batangan-batangan kayu hasil illegal logging ditimbun dan air bah membawanya menghantam perumahan penduduk.
Apapun spekulasi itu, bencana ini hanya menjadi bukti lagi-lagi akibat ketamakan dan kesombongan manusia. Manusia mennyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikanNYa. Kadangkala kita sendiri memberikan sumbangsih secara tidak langsung. Di Jakarta sendiri, kita sudah menjadikannya sebagai tempah sampah raksasa. Betapa mudahnya membuang kulit jeruk dijalanan, atau membiarkan terbang plastik pembungkus makanan tanpa memungutnya dan meletakkannya ditempat sampah. Padahal plastik butuh jutaan tahun untuk hancur.
Bayangkan, jika saja ribuan orang berlaku ceroboh seperti kita, meskipun hanya selembar kulit jeruk, maka beberapa tahun dari sekarang, tak akan ada yang tersisa dari negeri ini, kecuali... gunungan sampah.
(Kesedihan saat mengedit Kupas Tuntas: Leuser AfterMath, kamis malam)
Banjir bagi penduduk sekitar sungai Bohorok sudah biasa. Hingga malam itu saat banjir kembali datang, mereka tanggapi biasa-biasa saja. Mereka tidak sadar, jika ternyata banjir kali ini membawa ratusan kayu gelondongan hasil illegal logging. Kayu-kayu berukuran raksasa datang bersama air bah dan menghantam pemukiman dan beberapa guest house yang mereka lewati. Ratusan nyawa melayang, ratusan orang kehilangan tempat tinggal, beberapa anak-anak kecil yang diselamatkan oleh tangan Allah harus rela kehilangan saudara-saudara dan orangtua mereka.
Banyak spekulasi muncul, mengenai penyebab bencana kali ini. Kawasan wisata gunung Lauser, yang dahulu menjadi salah satu kekayaan dunia terindah harus terkikis bersama air bah dan membawa serta ratusan penduduk yang malam itu baru saja pulang taraweh. Hilang lagi satu kekayaan negeri ini.
Ada yang bilang kawasan wisata itu kerap menjadi ajang mesum, sehingga Allah harus membinasakannya. Seperti halnya puncak, yang memiliki banyak guest house, begitu pula Leuser. 2 Buah bangunan guest house besar, salah satunya Rindu Alam terangkat oleh gelondongan kayu-kayu berukuran raksasa, seperti saat kita ingin mencabut umbi dan menggunakan sebatang kayu kuat untuk mendorongnya keatas.
Ada juga yang bilang penebangan yang membabi buta tidak menyisakan sama sekali lahan bagi Lauser untuk menahan derasnya curahan hujan. Batangan-batangan kayu hasil illegal logging ditimbun dan air bah membawanya menghantam perumahan penduduk.
Apapun spekulasi itu, bencana ini hanya menjadi bukti lagi-lagi akibat ketamakan dan kesombongan manusia. Manusia mennyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikanNYa. Kadangkala kita sendiri memberikan sumbangsih secara tidak langsung. Di Jakarta sendiri, kita sudah menjadikannya sebagai tempah sampah raksasa. Betapa mudahnya membuang kulit jeruk dijalanan, atau membiarkan terbang plastik pembungkus makanan tanpa memungutnya dan meletakkannya ditempat sampah. Padahal plastik butuh jutaan tahun untuk hancur.
Bayangkan, jika saja ribuan orang berlaku ceroboh seperti kita, meskipun hanya selembar kulit jeruk, maka beberapa tahun dari sekarang, tak akan ada yang tersisa dari negeri ini, kecuali... gunungan sampah.
(Kesedihan saat mengedit Kupas Tuntas: Leuser AfterMath, kamis malam)
Wednesday, November 05, 2003
ANCAMAN BAGI GENERASI HARAPAN
Malam ini kulanjutkan tugas mengedit program asusila, Noda. Kapasitas server si Newsflash kelihatan tinggal 17 jam, jadi kuhapuskan dahulu file-file lama yang sudah tayang. Sejenak terpaku pada editannya Iis tentang Seks Anak, bukan pada kualitas editannya yang sudah pasti ok. Tapi pada isinya yang membuatku terhenyak.
Sepasang mata berukuran close up terlihat sedang terpaku pada layar besar didepannya. Ia sedang menonton blue film milik orangtuanya, saat Mira sang reporter bertanya, "kenapa suka nonton? Dia jawab, "enak aja banyak adegan-adegan...emm..seksnya..". Jawabannya begitu polos, tanpa perasaan bersalah. Akses melihat adegan berbumbu seks juga banyak ia dapatkan dari cerita kartun Jepang, seperti Golden Boy. Padahal kartun-kartun Jepang, banyak disukai anak-anak.
Salah satu Ghowzul Fikri kelihatannya mulai masuk melalui media kartun ini, bagi mereka yang punya anak, harus ekstra hati-hati dalam memilihkan bacaan. Sudah mulai terlihat usaha-usaha untuk merusak moral anak-anak kita melalui media ini, terutama komik. Padahal sudah banyak bacaan Islami bermutu lainnya seperti Haji Obet 1, 2 dan 3 karangan Boim Lebon dan kawan-kawan, atau Rembulan di Mata Ibu karangan Asma Nadia, cuma sayangnya penjualan buku-buku ini jarang ditemui ditoko-toko buku besar seperti Gramedia.
Sudah cukup banyak kerusakan yang ditampilkan melalui layar kaca kita, jangan tambah lagi dengan membebaskan anak-anak kita, adik-adik kita, saudara-saudara kita memilih bacaan mereka sendiri. Jaga kemurnian mereka, karena mereka penjaga masa depan...
(Teruntuk mereka yang sudah berkeluarga, jaga anak kita dari bahaya pornografi)
Malam ini kulanjutkan tugas mengedit program asusila, Noda. Kapasitas server si Newsflash kelihatan tinggal 17 jam, jadi kuhapuskan dahulu file-file lama yang sudah tayang. Sejenak terpaku pada editannya Iis tentang Seks Anak, bukan pada kualitas editannya yang sudah pasti ok. Tapi pada isinya yang membuatku terhenyak.
Sepasang mata berukuran close up terlihat sedang terpaku pada layar besar didepannya. Ia sedang menonton blue film milik orangtuanya, saat Mira sang reporter bertanya, "kenapa suka nonton? Dia jawab, "enak aja banyak adegan-adegan...emm..seksnya..". Jawabannya begitu polos, tanpa perasaan bersalah. Akses melihat adegan berbumbu seks juga banyak ia dapatkan dari cerita kartun Jepang, seperti Golden Boy. Padahal kartun-kartun Jepang, banyak disukai anak-anak.
Salah satu Ghowzul Fikri kelihatannya mulai masuk melalui media kartun ini, bagi mereka yang punya anak, harus ekstra hati-hati dalam memilihkan bacaan. Sudah mulai terlihat usaha-usaha untuk merusak moral anak-anak kita melalui media ini, terutama komik. Padahal sudah banyak bacaan Islami bermutu lainnya seperti Haji Obet 1, 2 dan 3 karangan Boim Lebon dan kawan-kawan, atau Rembulan di Mata Ibu karangan Asma Nadia, cuma sayangnya penjualan buku-buku ini jarang ditemui ditoko-toko buku besar seperti Gramedia.
Sudah cukup banyak kerusakan yang ditampilkan melalui layar kaca kita, jangan tambah lagi dengan membebaskan anak-anak kita, adik-adik kita, saudara-saudara kita memilih bacaan mereka sendiri. Jaga kemurnian mereka, karena mereka penjaga masa depan...
(Teruntuk mereka yang sudah berkeluarga, jaga anak kita dari bahaya pornografi)
POSTCARD SEORANG SOBAT
Pagi ini kuterima sebuah postcard dari seorang sobat. Dengan gambar Masjid yang terlihat indah dan agung. Nama masjid itu Sultan Omar Ali Saifuddien, berlokasi di Bandar Seribegawan, Brunei Darussalam. Menerimanya jadi ingat sobat-sobatku dibelahan bumi Allah lainnya. Renata di Brasil, Afra dan Elif di Turki, juga Anees di Pakistan.
Mereka dulu juga rajin mengirimiku postcard, namun sekarang tidak lagi, persahabatan kami kini terputus. Semoga postcard kali ini dan hubungan persahabatan yang terjalin didalamnya tidak mengalaminya juga. Semoga Allah mejadikan persahabatan ini indah dan agung, seindah Masjid Sultan Omar Ali yang terdapat didalamnya.
(Thanks ya Her...)
Pagi ini kuterima sebuah postcard dari seorang sobat. Dengan gambar Masjid yang terlihat indah dan agung. Nama masjid itu Sultan Omar Ali Saifuddien, berlokasi di Bandar Seribegawan, Brunei Darussalam. Menerimanya jadi ingat sobat-sobatku dibelahan bumi Allah lainnya. Renata di Brasil, Afra dan Elif di Turki, juga Anees di Pakistan.
Mereka dulu juga rajin mengirimiku postcard, namun sekarang tidak lagi, persahabatan kami kini terputus. Semoga postcard kali ini dan hubungan persahabatan yang terjalin didalamnya tidak mengalaminya juga. Semoga Allah mejadikan persahabatan ini indah dan agung, seindah Masjid Sultan Omar Ali yang terdapat didalamnya.
(Thanks ya Her...)
Tuesday, November 04, 2003
KEPERGIAN SEORANG ADIK...
Satu lagi berita duka cita kuterima siang kemarin. Saat pulang dari kantor, rumahku kosong, si Kijang Metalikpun tidak ada ditempatnya. Bule Darti, tetangga depan rumah bilang keluargaku semua ke Tangerang, ada saudara yang meninggal, katanya, sepupuku yang paling besar. Rudi....
Rudi, adik sepupu yang setahun dibawahku adalah sosok pendiam. Ia meninggal pukul 11 malam, kata my mom angin duduk telah merenggut nyawanya. Malam itu setelah menumpang berbuka dari rumah orangtuanya, Rudi langsung pulang kerumahnya. Rumah yang ia beli sendiri dari hasil jerih payahnya. Rumah yang ia relakan untuk ditempati nenekku, neneknya juga.
Rudi, seorang pemuda yang pemalu. Setiap kali bertemu dengan kami sepupu2nya, ia memilih untuk berada diluar. Rudi, seorang pemuda yang mandiri, ia beli rumah dan motornya sendiri, untuk ia tempati kelak bersama istri dan anak-anaknya, meskipun ternyata Allah menginginkannya lebih cepat.
Rudi, seorang pemuda yang belum sempat kukenal lebih jauh, kecuali dari wajah murah senyumnya, yang selalu ia tebarkan kepada kami saudari-saudarinya. Selamat jalan Rudi, kami menyayangimu, tapi Allah ternyata lebih mencintaiMu....
(Buat adikku Rudi, semoga Allah terangi jalanmu selalu... )
Satu lagi berita duka cita kuterima siang kemarin. Saat pulang dari kantor, rumahku kosong, si Kijang Metalikpun tidak ada ditempatnya. Bule Darti, tetangga depan rumah bilang keluargaku semua ke Tangerang, ada saudara yang meninggal, katanya, sepupuku yang paling besar. Rudi....
Rudi, adik sepupu yang setahun dibawahku adalah sosok pendiam. Ia meninggal pukul 11 malam, kata my mom angin duduk telah merenggut nyawanya. Malam itu setelah menumpang berbuka dari rumah orangtuanya, Rudi langsung pulang kerumahnya. Rumah yang ia beli sendiri dari hasil jerih payahnya. Rumah yang ia relakan untuk ditempati nenekku, neneknya juga.
Rudi, seorang pemuda yang pemalu. Setiap kali bertemu dengan kami sepupu2nya, ia memilih untuk berada diluar. Rudi, seorang pemuda yang mandiri, ia beli rumah dan motornya sendiri, untuk ia tempati kelak bersama istri dan anak-anaknya, meskipun ternyata Allah menginginkannya lebih cepat.
Rudi, seorang pemuda yang belum sempat kukenal lebih jauh, kecuali dari wajah murah senyumnya, yang selalu ia tebarkan kepada kami saudari-saudarinya. Selamat jalan Rudi, kami menyayangimu, tapi Allah ternyata lebih mencintaiMu....
(Buat adikku Rudi, semoga Allah terangi jalanmu selalu... )
Sunday, November 02, 2003
SEJAUH MANA AMALANKU HARI INI...
Sudah seminggu Ramadhan berjalan. Syaumku belum terkalahkan, tarawehkupun tetap jalan, meskipun hanya satu hari yang paling berkesan, yaitu saat taraweh di Al-Hikmah pada Ramadhan kedua. Lantunan ayat-ayat sang Imam membuatku bergetar, meskipun yang kumengerti hanya kata-kata seperti hisab, huthomah dan qoriah. Jadi teringat gunungan dosa yang sudah keperbuat selama ini.
Tilawahku masih melanjutkan yang kemarin, masuk juz 26. Kata Ratu Bidadari, minimal Ramadhan harus selesai 1 juz, siap Ratu! akan aku usahakan. Infaq, masih rada pelit, apalagi kalau harus memberikan pada anak-anak muda dimikrolet, yang hanya meminta-minta sambil memaksa, katanya untuk berbuka.
Muamalahku, masih kurang bagus, masih pelit senyum dengan sesama, masih ragu menyapa dan memberikan salam. Aku juga masih sering mengecewakan banyak orang. Lailku, masih harus diperbaiki, hanya tiga kali dalam seminggu, dan semuanya belum dijalankan dengan kesungguhan, sekedar ritualitas pesanan Ratu Bidadari, target yang harus dipenuhi. Ilmuku, belum bertambah, belum satu bukupun yang sempat dibaca, meskipun tak pernah ketinggalan melihat dunia melalui Sabili dan Ummi.
Hari ini, pertama dibulan Ramadhan, kuhabiskan malam dikantor. Mudah-mudahan Allah tetap berikan kekuatan untuk jalani Ramadhan esok hari. Mudah-mudahan Allah masih panjangkan usia, untuk jalani Ramadhan dengan lebih bermakna...
(Sekedar untuk mutabaah dan muhasabah)
Sudah seminggu Ramadhan berjalan. Syaumku belum terkalahkan, tarawehkupun tetap jalan, meskipun hanya satu hari yang paling berkesan, yaitu saat taraweh di Al-Hikmah pada Ramadhan kedua. Lantunan ayat-ayat sang Imam membuatku bergetar, meskipun yang kumengerti hanya kata-kata seperti hisab, huthomah dan qoriah. Jadi teringat gunungan dosa yang sudah keperbuat selama ini.
Tilawahku masih melanjutkan yang kemarin, masuk juz 26. Kata Ratu Bidadari, minimal Ramadhan harus selesai 1 juz, siap Ratu! akan aku usahakan. Infaq, masih rada pelit, apalagi kalau harus memberikan pada anak-anak muda dimikrolet, yang hanya meminta-minta sambil memaksa, katanya untuk berbuka.
Muamalahku, masih kurang bagus, masih pelit senyum dengan sesama, masih ragu menyapa dan memberikan salam. Aku juga masih sering mengecewakan banyak orang. Lailku, masih harus diperbaiki, hanya tiga kali dalam seminggu, dan semuanya belum dijalankan dengan kesungguhan, sekedar ritualitas pesanan Ratu Bidadari, target yang harus dipenuhi. Ilmuku, belum bertambah, belum satu bukupun yang sempat dibaca, meskipun tak pernah ketinggalan melihat dunia melalui Sabili dan Ummi.
Hari ini, pertama dibulan Ramadhan, kuhabiskan malam dikantor. Mudah-mudahan Allah tetap berikan kekuatan untuk jalani Ramadhan esok hari. Mudah-mudahan Allah masih panjangkan usia, untuk jalani Ramadhan dengan lebih bermakna...
(Sekedar untuk mutabaah dan muhasabah)
SEMANGAT YANG TAK PERNAH PADAM
Hari ini satu amanah terselesaikan. Dua hari jadwalku Sabtu dan Minggu, ditutup lantunan doa lembut Syifa, peserta terakhir Qur'ani Kids. Kegiatan yang terus berulang setiap tahun, tetapi dengan tempat dan lokasi yang berbeda.
2 tahun yang lalu, aku juga mengurusi perlombaan semacam ini, dengan jumlah peserta yang lebih banyak. Hampir seluruh RT yang ada dilingkungan RWku mengirimkan duta-dutanya, mahluk-mahluk kecil yang polos, mengikuti setiap perlombaan dengan penuh semangat.
Setahun yang lalu, kegiatan yang sama terulang, tetapi dengan jumlah peserta yang lebih sedikit. Koordinasi kami saat itu yang bergabung dalam Krida Dharma Taruna kurang bagus, mulai ada perpecahan. Jadi ingat zaman kuliah dulu, ada mahasiswa kiri, ada mahasiswa kanan, eh, ternyata kejadian juga. Mereka yang alergi kegiatan-kegiatan kerohanian, mulai menyingkir, dan lebih suka menghabiskan waktu kumpul-kumpul tengah malam sambil bakar ayam.
Sekarang semangat 2 tahun yang lalu, terulang ditempat ini, sebuah negeri yang kata seorang Abang, bertuhan rating. Kembali kutemui wajah-wajah polos penuh antusias, namun terlihat serius saat harus menghadapi para juri, yang terdiri dari 4 bidadari berwajah arif seorang ibu.
Semoga do'a-do'a yang mereka lafalkan terpatri didalam hati dan menjadi petunjuk dalam jalani hari-hari. Semoga ayat-ayat yang mereka lantunkan,tetap melekat dalam ingatan, dan menjadi arah dalam jalani kehidupan. Sesungguhnya manusia berganti, waktu berputar, namun semangat itu tak pernah padam.
(Buat semua pihak yang turut membantu...terima kasih)
Hari ini satu amanah terselesaikan. Dua hari jadwalku Sabtu dan Minggu, ditutup lantunan doa lembut Syifa, peserta terakhir Qur'ani Kids. Kegiatan yang terus berulang setiap tahun, tetapi dengan tempat dan lokasi yang berbeda.
2 tahun yang lalu, aku juga mengurusi perlombaan semacam ini, dengan jumlah peserta yang lebih banyak. Hampir seluruh RT yang ada dilingkungan RWku mengirimkan duta-dutanya, mahluk-mahluk kecil yang polos, mengikuti setiap perlombaan dengan penuh semangat.
Setahun yang lalu, kegiatan yang sama terulang, tetapi dengan jumlah peserta yang lebih sedikit. Koordinasi kami saat itu yang bergabung dalam Krida Dharma Taruna kurang bagus, mulai ada perpecahan. Jadi ingat zaman kuliah dulu, ada mahasiswa kiri, ada mahasiswa kanan, eh, ternyata kejadian juga. Mereka yang alergi kegiatan-kegiatan kerohanian, mulai menyingkir, dan lebih suka menghabiskan waktu kumpul-kumpul tengah malam sambil bakar ayam.
Sekarang semangat 2 tahun yang lalu, terulang ditempat ini, sebuah negeri yang kata seorang Abang, bertuhan rating. Kembali kutemui wajah-wajah polos penuh antusias, namun terlihat serius saat harus menghadapi para juri, yang terdiri dari 4 bidadari berwajah arif seorang ibu.
Semoga do'a-do'a yang mereka lafalkan terpatri didalam hati dan menjadi petunjuk dalam jalani hari-hari. Semoga ayat-ayat yang mereka lantunkan,tetap melekat dalam ingatan, dan menjadi arah dalam jalani kehidupan. Sesungguhnya manusia berganti, waktu berputar, namun semangat itu tak pernah padam.
(Buat semua pihak yang turut membantu...terima kasih)
Subscribe to:
Posts (Atom)