Wednesday, July 28, 2004

TEGURAN DARI SANG KEKASIH



Siang hari seusai mengetik LPJ DPRa, kukeluarkan Jupiter menuju rumah seorang aktivis dakwah. Sesampainya disana, tak ada satu orangpun yang hadir, bahkan tuan rumah sedang mengikuti acara ditempat lain. Kutitipkan draft LPJ untuk dikritisinya, LPJ itu harus siap 1 Agustus mendatang, saat suksesi itu berlangsung. Lalu langsung kukebut Jupiterku menuju rumah seorang ikhwan yang sedang sakit, kutitipkan juga draft LPJ itu, saat pulang kutitipkan pesan "cepat sembuh ya, masa laki-laki gampang sakit...". Sang ikhwan hanya tersenyum.

200 Meter menjelang gang menuju rumah, sendal berhak 3 cm itu yangkut dipijakan Jupiter, membuatnya oleng, tanpa perlawanan, pasrah kurebah kesebelah kanan. Kejadian ini seringkali terjadi, saat rok panjang itu nyangkut dipedal atau starter, atau saat mau belok kanan. Namun aku tidak sadar kalau kejadian kali ini terjadi dijalan raya, siang hari, saat puluhan motor dan mobil berseliweran, hingga akhirnya sebuah benturan keras menghajar kepalaku, mengko-ku, semua disekitarku jadi hitam, gelap.

Tak berapa lama mataku terbuka, sudah banyak orang disekelilingku, kepalaku pusing bukan kepalang, ada benjolan disebelah kanan kepalaku. Keringat bercucuran, jilbab tak karuan, rasa sakit kurasakan dipinggang sebelah kiri. "Dilepas aja mbak jilbabnya, diobatin dulu..." seru seorang bapak. "Jangan-jangan...sudah bapak menghadap kesana aja dulu..." Lalu bergegas kurapihkan jilbab. Seorang bapak tetanggaku, membawa si Jupiter dan memboncengku menuju rumah.

Dirumah, My Mom yang melihat kondisiku cuma geleng-geleng kepala, lalu dipanggilkannya mbak pemijat, diurutnya benjolan dikepalaku, juga biru lebam dipinggangku, kata My Mom ada jejak roda motor disana. Semenjak SD, sudah kurasakan berbagai kecelakaan, diserempet mobil, ditabrak lari motor, bahkan tabrakan dengan motor. Tidak ada maksud untuk gagah-gagahan atau jadi jagoan, sunggguh kusudah berhati-hati, namun kadang takdir itu tak bisa dihindari.

Dan kali ini, kecelakaan paling parah yang kualami, ada kekhilafan disana, kuindahkan laranganNya untuk tidak memakai sendal berhak, padahal ada hadist yang jelas-jelas melarangnya. Tapi sungguh, kusudah memahami hikmah dibaliknya, pun saat kukendarai salah satu teman Jupiter, Karisma, menuju ketempat guru ngajiku keesokan harinya. Kukenakan helm dan sepatu ketsku, berdzikir sepanjang jalan, karena bayangan hantaman keras itu masih memenuhi kepala, dan alhamdulillah Sang Kekasih izinkan aku selamat untuk sekali lagi, jalani hari.

(Maaf untuk Saudariku Mona, tak bermaksud membuatmu khawatir dek, tapi kadang kala untuk melawan rasa takut itu adalah dengan menghadapinya)

No comments: