MAKA DIMUDAHKANNYA
Kahfi Ahmad Farras Mujahid itu namanya. Sosoknya lucu dan menggemaskan. Tubuh putihnya menggeliat-geliat saat Ayah dan Bunda memijatnya. Dinginnya ac studio 4 hanya membuat pipinya bertambah merah. Buka Mata pagi ini memang membahas tentang pijat bayi dan Kahfi salah satu modelnya.
Rasanya baru beberapa waktu saat Ayah Kahfi bercerita ia akan mengkhitbah seorang akhwat. Seorang akhwat yang ditawarkan murrabi kepadanya dan sama sekali belum ia temui. Seorang akhwat yang baru dikenalnya melalui taaruf selama 2 minggu. Seorang wartawati Sabili lulusan sastra UI.
Rasanya baru beberapa waktu lalu saat Bunda Kahfi tersenyum bahagia dipelaminan. Adanya hijab semakin membuat acara itu terjaga.Tamu-tamu berdatangan diiringi alunan nasyid yang tampil akustik. Teman Sejati Brothers pun dikumandangkan. Tanda seseorang telah menemukan belahan jiwanya.
Rasanya baru beberapa waktu lalu saat Ayah dan Bunda Kahfi bergandeng mesra di Monas. Larut dalam semangat ribuan massa yang menggelar aksi peduli bagi saudara di Palestina. Dengan peluh yang menetes deras karena panasnya siang, mereka ikut mengepalkan tangan sambil menyeru Allahu Akbar.
Rasanya baru beberapa waktu lalu saat Bunda Kahfi terlihat serius mendengar penjelasan Tuan Haji Ismail. Seorang herbalis dari Malaysia yang sedang memberikan pelatihan. Jarak yang cukup jauh antara kamar hotel dan ruang pertemuan tak menjadi penghalang, meskipun ia harus jalani dengan perut mengandung 6 bulan.
Dan kini sudah ada Kahfi diantara mereka. Bayi mungil berusia 4 bulan itu terlihat montok dengan beratnya yang 7,3 kilogram. Ia pun diam saja saat menjadi rebutan kru yang terlihat gemas. Pipi merahnya berkali-kali jadi korban kecupan. Ayah dan Bundapun terlihat senang. Buah hati yang lahir dari proses yang suci, rahim yang suci, dan cinta yang suci.
(Selamat untuk Akh Henra dan Ukh Nurmah. Buah dari mengikuti proses sesuai syariatNya. Ikuti saja maka dimudahkanNya)
Catatan:
khitbah = lamar akhwat = perempuan murrabi = guru ngaji
taaruf = masa perkenalan yang dijembatani
/ditemani pihak ketiga
hijab = pembatas nasyid = lagu Islami
Tuesday, September 30, 2003
Thursday, September 25, 2003
HANYA ORANG KECIL
Bobby si raja copet dibekuk polisi. Wajahnya kuyu karena polisi datang dini hari saat ia masih terlelap. Dengan pasrah ia menyerah. Pun diam saja saat seorang kameraman minta ia untuk dilucuti dan polisi dengan penuh semangat menunjukkan beberapa tato dibadannya. Ia mengaku baru beraksi dan dapat uang satu setengah juta. Namun karena dibagi-bagi ia hanya dapat dua ratus lima puluh ribu.
Uang itu sudah habis digunakan bukan untuk foya-foya tetapi untuk membeli satu set lemari susun plastik dan sepasang pakaian untuk anak bungsunya. Polisi lantas menggiringnya untuk menunjukkan lemari yang ia beli. Lalu pergilah mereka kerumah mertuanya Boby. Dini hari itu gedoran dipintu membangunkan sebuah keluarga.
Istri Bobby dan 2 anak mereka yang berumur 10 tahun dan 6 bulan terpaksa dibangunkan. Loteng yang mereka tempati jadi begitu terang oleh lampu para kameraman yang tidak mau kehilangan momen. Boby menggendong anak bungsunya yang terlihat kurang sehat dan sesekali menguap. Sang istri menangis sambil menunjukkan lemari susun plastik yang dibelikan suaminya. Ia keluarkan sepasang pakaian baru sibungsu lalu diberikan pada polisi sebagai barang bukti. Sepasang pakaian yang dibeli dari hasil mencopet sang bapak. Sepasang pakaian yang belum sempat ia kenakan pada anak kesayangannya.
(Kenangan saat ngedit Kriminal Pagi kemarin malam, kapan ya ada liputan tentang keluarga pejabat yang disita rumahnya karena hasil korupsi, akankah polisi tetap terlihat semangat seperti saat menangkap orang-orang kecil seperti Boby)
Bobby si raja copet dibekuk polisi. Wajahnya kuyu karena polisi datang dini hari saat ia masih terlelap. Dengan pasrah ia menyerah. Pun diam saja saat seorang kameraman minta ia untuk dilucuti dan polisi dengan penuh semangat menunjukkan beberapa tato dibadannya. Ia mengaku baru beraksi dan dapat uang satu setengah juta. Namun karena dibagi-bagi ia hanya dapat dua ratus lima puluh ribu.
Uang itu sudah habis digunakan bukan untuk foya-foya tetapi untuk membeli satu set lemari susun plastik dan sepasang pakaian untuk anak bungsunya. Polisi lantas menggiringnya untuk menunjukkan lemari yang ia beli. Lalu pergilah mereka kerumah mertuanya Boby. Dini hari itu gedoran dipintu membangunkan sebuah keluarga.
Istri Bobby dan 2 anak mereka yang berumur 10 tahun dan 6 bulan terpaksa dibangunkan. Loteng yang mereka tempati jadi begitu terang oleh lampu para kameraman yang tidak mau kehilangan momen. Boby menggendong anak bungsunya yang terlihat kurang sehat dan sesekali menguap. Sang istri menangis sambil menunjukkan lemari susun plastik yang dibelikan suaminya. Ia keluarkan sepasang pakaian baru sibungsu lalu diberikan pada polisi sebagai barang bukti. Sepasang pakaian yang dibeli dari hasil mencopet sang bapak. Sepasang pakaian yang belum sempat ia kenakan pada anak kesayangannya.
(Kenangan saat ngedit Kriminal Pagi kemarin malam, kapan ya ada liputan tentang keluarga pejabat yang disita rumahnya karena hasil korupsi, akankah polisi tetap terlihat semangat seperti saat menangkap orang-orang kecil seperti Boby)
Monday, September 22, 2003
BERSAMA PARA BIDADARI
Mingguku tak pernah kelabu. Meskipun seharian ini belum semenitpun mata terpejam karena tugas editing dini hari. Kali pertama aku mengedit program yang kata orang isinya gosip melulu...Si Avid ini memang unfriendly, kaku rasanya tangan memegang mouse berukuran besar, timeline yang bertumpuk sumpek, audio yang kadang naik turun, belum lagi vtr yang rada hang. Sabar...panik tak kan selesaikan masalah. Akhirnya 30 menit sebelum program itu tayang, beberapa paket segmen satu berhasil diprint, segmen dua diprint, segmen ketiga diprint...yap finish!
Mataku sayu, badanku lemas, tapi hatiku puas. Setelah tugas selesai, saatnya melepas penat, saatnya mendapat siraman batin...saatnya bertemu para bidadari. Dalam perjalanan pulang, dua bidadari menghubungiku..."Mbak dimana? Ditunggu dirumah Mba Sri ya...". Aku mengiyakan, senang rasanya mendengar suara mereka, tak sabar rasanya berjumpa bidadari yang lain.
Jarak 5 meter mendekati sebuah rumah, terdengar sayup-sayup suara halus seorang wanita, kukenali suaranya, itu suara Ratu Bidadari. Bergegas kucepatkan langkah lalu kuucapkan salam, suara halus itu terhenti, tebaran senyum menyelimutiku, kusalami mereka satu persatu.
Ini dia si Ratu Bidadari, ia selalu terlihat cantik apalagi dalam usia kandungannya yang 6 bulan. Suaranya halus tapi tegas, sesekali diselingi bahasa dari negeri Deutcsland sana, maklum karena sang Ratu bertahun-tahun berkutat dengan sastranya. Ratuku halus tapi penuh semangat, kali ini ia berkisah tentang sebuah perjalanan menakjubkan, perjalanan Rasul menembus langit ketujuh.
Disampingnya menyimak dengan serius Bidadari Kesabaran. Yang tertua diantara kami dan paling loyal. Disampirkannya jaketku pada sebuah hanger lalu ia sodorkan segelas minuman dingin penghilang dahaga. Ia tahu kerongkongan ini sudah butuh disiram. Terdengar renyah suara tertawa, itu pasti Bidadari Periang. Selalu menyegarkan suasana, memberikan celetukan lucu, dengan wajah bulatnya yang putih laksana rembulan. Lalu bertanyalah Bidadari Kritis, si cerdas yang sibuk dalam berbagai aktivitas, namun tak pernah ketinggalan dalam setiap pertemuan. Terdiam sambil terus mencatat si Bidadari Kelembutan, tak pernah banyak bicara namun murah tersenyum, satu-satunya dari kami yang saat ini sedang shaum. Lalu tersenyum padaku Bidadari Kebimbangan, wajahnya mirip denganku karena kami berasal dari rahim yang sama. Wajahnya memandang sayu, mungkin ia merasakan kelelahan tubuh ini yang sejak dini hari belum sempat istirahat sejenak dipembaringan.
Bersama para Bidadari tak pernah membuatku jenuh...
Bersama para Bidadari tak pernah membuatku luruh...
Cerita mereka, tausiyah mereka, semangat mereka adalah energiku...
Energi untuk menjalani hari-hari...Energi untuk menghadapi ujianNya didunia ini...
(Terimakasih: Mbak Titin, Mba Sri, Ukhti Lela, Ukhti Alis, Ukhti Ninik, Ukhti Aan)
Mingguku tak pernah kelabu. Meskipun seharian ini belum semenitpun mata terpejam karena tugas editing dini hari. Kali pertama aku mengedit program yang kata orang isinya gosip melulu...Si Avid ini memang unfriendly, kaku rasanya tangan memegang mouse berukuran besar, timeline yang bertumpuk sumpek, audio yang kadang naik turun, belum lagi vtr yang rada hang. Sabar...panik tak kan selesaikan masalah. Akhirnya 30 menit sebelum program itu tayang, beberapa paket segmen satu berhasil diprint, segmen dua diprint, segmen ketiga diprint...yap finish!
Mataku sayu, badanku lemas, tapi hatiku puas. Setelah tugas selesai, saatnya melepas penat, saatnya mendapat siraman batin...saatnya bertemu para bidadari. Dalam perjalanan pulang, dua bidadari menghubungiku..."Mbak dimana? Ditunggu dirumah Mba Sri ya...". Aku mengiyakan, senang rasanya mendengar suara mereka, tak sabar rasanya berjumpa bidadari yang lain.
Jarak 5 meter mendekati sebuah rumah, terdengar sayup-sayup suara halus seorang wanita, kukenali suaranya, itu suara Ratu Bidadari. Bergegas kucepatkan langkah lalu kuucapkan salam, suara halus itu terhenti, tebaran senyum menyelimutiku, kusalami mereka satu persatu.
Ini dia si Ratu Bidadari, ia selalu terlihat cantik apalagi dalam usia kandungannya yang 6 bulan. Suaranya halus tapi tegas, sesekali diselingi bahasa dari negeri Deutcsland sana, maklum karena sang Ratu bertahun-tahun berkutat dengan sastranya. Ratuku halus tapi penuh semangat, kali ini ia berkisah tentang sebuah perjalanan menakjubkan, perjalanan Rasul menembus langit ketujuh.
Disampingnya menyimak dengan serius Bidadari Kesabaran. Yang tertua diantara kami dan paling loyal. Disampirkannya jaketku pada sebuah hanger lalu ia sodorkan segelas minuman dingin penghilang dahaga. Ia tahu kerongkongan ini sudah butuh disiram. Terdengar renyah suara tertawa, itu pasti Bidadari Periang. Selalu menyegarkan suasana, memberikan celetukan lucu, dengan wajah bulatnya yang putih laksana rembulan. Lalu bertanyalah Bidadari Kritis, si cerdas yang sibuk dalam berbagai aktivitas, namun tak pernah ketinggalan dalam setiap pertemuan. Terdiam sambil terus mencatat si Bidadari Kelembutan, tak pernah banyak bicara namun murah tersenyum, satu-satunya dari kami yang saat ini sedang shaum. Lalu tersenyum padaku Bidadari Kebimbangan, wajahnya mirip denganku karena kami berasal dari rahim yang sama. Wajahnya memandang sayu, mungkin ia merasakan kelelahan tubuh ini yang sejak dini hari belum sempat istirahat sejenak dipembaringan.
Bersama para Bidadari tak pernah membuatku jenuh...
Bersama para Bidadari tak pernah membuatku luruh...
Cerita mereka, tausiyah mereka, semangat mereka adalah energiku...
Energi untuk menjalani hari-hari...Energi untuk menghadapi ujianNya didunia ini...
(Terimakasih: Mbak Titin, Mba Sri, Ukhti Lela, Ukhti Alis, Ukhti Ninik, Ukhti Aan)
Sunday, September 21, 2003
SI TUKANG JAGAL
SI Tukang Jagal. Itu sebutan mereka padaku. Malam ini kukembali bertugas. Kawan setia telah lama menanti dengan wajah kusut terdiam sendiri. Pasti sudah banyak tangan yang menjamahmu sejak dini hari. Kubersihkan dahulu cerminmu yang tertutup debu kecoklatan, karena dari sini kau kan tampilkan wajah dunia. Kubuang puluhan lembar cerita yang berserakan karena tempatmu harus bersih saat ku bekerja nanti. Serpihan debu menutupi tutsmu yang terlihat lusuh. Kucoba bersihkan pelan-pelan dengan selembar tisu bersih. Jangan sampai satu tombolpun macet karena sidebu dekil yang suka nyempil.
Sekarang saatnya untuk memeriksa saringan suaramu karena dari sini fakta-fakta akan diperdengarkan. Jangan sampai setiap hembusan nafas mulut membuatmu parau hingga tak mampu lagi menyuarakan kebenaran. Kucek isi softawaremu yang harus cukup menampung setiap cerita. Dari yang nyata hingga penuh tipu daya. Kudelete saja cerita-cerita kadaluarsa mulai dari fenomena model-model panas sampai berita aptn yang cuma diterjemahkan saja. Agar tempatnya bisa dipakai fakta-fakta yang lebih berarti. Dan kini kaupun siap menemani.
Itu dia satu pelanggan sudah datang. Menyodorkan 5 lembar naskah tentang pesugihan.Cerita tentang gunung kawi yang banyak dikunjungi orang. Ups..maaf dua paragraf dibelakang terpaksa kujagal. Aku tak mau ceritamu ngak balance. Aku ngak ingin profil orang yang kau tulis menginspirasi orang untuk nyugih demi kebahagian. Menjagal naskah memang bukan otoritasku, tapi penguasa programpun menyetujuinya. Sang Produser imut itupun merasa naskahmu kepanjangan. Kuperbesar volume petugas pesugihan saat menyebutkan nama-nama pengusaha, biar orang tahu disekelilingnya banyak orang menduakan Tuhan. Nah...gambar bapak yang melantunkan ayat-ayat suci juga terpaksa kujagal. Jangan sampai orang berfikiran agamaku dekat dengan kemusyrikan.
Kata orang itu subjektif namanya, ya selama aku yang bertugas, jangan bermimpi mendapat cerita yang objektif, bukankah sejak dahulu juga manusia tercipta dengan kecenderungan. Karena hanya ini yang bisa kuberikan pada dunia, rangkaian fakta yang jujur dan tak menyesatkan. Dan jangan mendikteku bagaimana aku bekerja, diruangan ini aku yang berkuasa...karena aku si Tukang Jagal.
(Memori saat mengedit Kupas Tuntas Edisi 11 September 2003: Pesugihan Gunung Kawi)
SI Tukang Jagal. Itu sebutan mereka padaku. Malam ini kukembali bertugas. Kawan setia telah lama menanti dengan wajah kusut terdiam sendiri. Pasti sudah banyak tangan yang menjamahmu sejak dini hari. Kubersihkan dahulu cerminmu yang tertutup debu kecoklatan, karena dari sini kau kan tampilkan wajah dunia. Kubuang puluhan lembar cerita yang berserakan karena tempatmu harus bersih saat ku bekerja nanti. Serpihan debu menutupi tutsmu yang terlihat lusuh. Kucoba bersihkan pelan-pelan dengan selembar tisu bersih. Jangan sampai satu tombolpun macet karena sidebu dekil yang suka nyempil.
Sekarang saatnya untuk memeriksa saringan suaramu karena dari sini fakta-fakta akan diperdengarkan. Jangan sampai setiap hembusan nafas mulut membuatmu parau hingga tak mampu lagi menyuarakan kebenaran. Kucek isi softawaremu yang harus cukup menampung setiap cerita. Dari yang nyata hingga penuh tipu daya. Kudelete saja cerita-cerita kadaluarsa mulai dari fenomena model-model panas sampai berita aptn yang cuma diterjemahkan saja. Agar tempatnya bisa dipakai fakta-fakta yang lebih berarti. Dan kini kaupun siap menemani.
Itu dia satu pelanggan sudah datang. Menyodorkan 5 lembar naskah tentang pesugihan.Cerita tentang gunung kawi yang banyak dikunjungi orang. Ups..maaf dua paragraf dibelakang terpaksa kujagal. Aku tak mau ceritamu ngak balance. Aku ngak ingin profil orang yang kau tulis menginspirasi orang untuk nyugih demi kebahagian. Menjagal naskah memang bukan otoritasku, tapi penguasa programpun menyetujuinya. Sang Produser imut itupun merasa naskahmu kepanjangan. Kuperbesar volume petugas pesugihan saat menyebutkan nama-nama pengusaha, biar orang tahu disekelilingnya banyak orang menduakan Tuhan. Nah...gambar bapak yang melantunkan ayat-ayat suci juga terpaksa kujagal. Jangan sampai orang berfikiran agamaku dekat dengan kemusyrikan.
Kata orang itu subjektif namanya, ya selama aku yang bertugas, jangan bermimpi mendapat cerita yang objektif, bukankah sejak dahulu juga manusia tercipta dengan kecenderungan. Karena hanya ini yang bisa kuberikan pada dunia, rangkaian fakta yang jujur dan tak menyesatkan. Dan jangan mendikteku bagaimana aku bekerja, diruangan ini aku yang berkuasa...karena aku si Tukang Jagal.
(Memori saat mengedit Kupas Tuntas Edisi 11 September 2003: Pesugihan Gunung Kawi)
Wednesday, September 03, 2003
CERMIN JIWA
Cobalah pandang kedalam cermin jiwa
Siapa yang paling mulia
Kita atau diriNya...
Lalu layakkah takabur hinggap didiri...
Kala pujian datang menggoda...
Layakkah kita larut dalam sedih berkepanjangan...
Kala kita tahu Allah kan selalu menaburkan cintaNya...
Layakkah kita tertawa penuh kepongahan...
Kala derita mendera sesama...
Layakkah kita bermimpi masuk janahNya...
Kala kita seringkali berkobang dalam dosa...
Ya Allah, ku kan jadikan cermin jiwa sebagai tamengku...
Bahwa diriku hanya setitik debu...
Dan hanya Kaulah penguasa alam sebenarnya....
Cobalah pandang kedalam cermin jiwa
Siapa yang paling mulia
Kita atau diriNya...
Lalu layakkah takabur hinggap didiri...
Kala pujian datang menggoda...
Layakkah kita larut dalam sedih berkepanjangan...
Kala kita tahu Allah kan selalu menaburkan cintaNya...
Layakkah kita tertawa penuh kepongahan...
Kala derita mendera sesama...
Layakkah kita bermimpi masuk janahNya...
Kala kita seringkali berkobang dalam dosa...
Ya Allah, ku kan jadikan cermin jiwa sebagai tamengku...
Bahwa diriku hanya setitik debu...
Dan hanya Kaulah penguasa alam sebenarnya....
TAK TERHITUNGNYA NIKMATMU...
Kala kuperhatikan jasadku...
Tercipta dengan segala kesempurnaan...
Fisik yang utuh, indra yang lengkap, dan akal yang bermanfaat...
Betapa bersyukurnya diriku....
Tak terbayangkan, betapa sedih hidup dengan jasad tak utuh....
Kala kuperhatikan sekelilingku...
Dikelilingi banyak saudara...
Yang menasehati disaat galau datang...
Memberikan siraman tausyiah kala masalah menghadang...
Betapa beruntungnya diriku
Tak terbayangkan, hidup dan terpekur dalam masalah sendiri...
Kala kuperhatikan lingkunganku..
Penuh kehidupan yang dinamis...
Rasa aman beribadah dan bermuamalah...
Betapa bersyukurnya aku...
Tak terbayangkan, hidup dalam cekaman...seperti yang masih dialami...
Saudara2ku nun dibelahan dunia lain...
dimana kedzoliman masih menunjukkan angkaranya....
Kala kuperhatikan hidupku...
Rasanya tak pantas ku selalu berkeluh kesah...
Rasanya rasa syukur dan doa'lah yang patut kupanjatkan...
Agar nikmatMu selalu mengalir dalam kehidupan...
Agar kuasaMu menolong sauadara2ku yang kini hidup menderita dalam kesusahan...
Kala kuperhatikan jasadku...
Tercipta dengan segala kesempurnaan...
Fisik yang utuh, indra yang lengkap, dan akal yang bermanfaat...
Betapa bersyukurnya diriku....
Tak terbayangkan, betapa sedih hidup dengan jasad tak utuh....
Kala kuperhatikan sekelilingku...
Dikelilingi banyak saudara...
Yang menasehati disaat galau datang...
Memberikan siraman tausyiah kala masalah menghadang...
Betapa beruntungnya diriku
Tak terbayangkan, hidup dan terpekur dalam masalah sendiri...
Kala kuperhatikan lingkunganku..
Penuh kehidupan yang dinamis...
Rasa aman beribadah dan bermuamalah...
Betapa bersyukurnya aku...
Tak terbayangkan, hidup dalam cekaman...seperti yang masih dialami...
Saudara2ku nun dibelahan dunia lain...
dimana kedzoliman masih menunjukkan angkaranya....
Kala kuperhatikan hidupku...
Rasanya tak pantas ku selalu berkeluh kesah...
Rasanya rasa syukur dan doa'lah yang patut kupanjatkan...
Agar nikmatMu selalu mengalir dalam kehidupan...
Agar kuasaMu menolong sauadara2ku yang kini hidup menderita dalam kesusahan...
Dalam Hidup Ini
Dalam hidup ini....
Selalu penuh coba dan duka...
Namun hanya mereka yang memahami...
Yang mampu hadapinya dengan berani....
Dalam hidup ini...
Kadang selalu dilanda sepi....
Namun hanya mereka yang mengingat...
Yang dapat mewarnai sunyi....
Dalam hidup ini...
Seringkali diiringi isak tangis....
Namun hanya mereka yang bersyukur....
Yang mampu mengalirkannya...
Ketempat yang lebih berarti...
Dalam hidup ini...
Memang penuh perjuangan...
Jika kita sudah memiliki-Nya...
Maka tak kan perlu lagi....
Rasa sedih...takut....sepi....
Dalam....menjalani hidup ini....
(Untuk teman-teman yang masih mencari makna kehidupan)
Dalam hidup ini....
Selalu penuh coba dan duka...
Namun hanya mereka yang memahami...
Yang mampu hadapinya dengan berani....
Dalam hidup ini...
Kadang selalu dilanda sepi....
Namun hanya mereka yang mengingat...
Yang dapat mewarnai sunyi....
Dalam hidup ini...
Seringkali diiringi isak tangis....
Namun hanya mereka yang bersyukur....
Yang mampu mengalirkannya...
Ketempat yang lebih berarti...
Dalam hidup ini...
Memang penuh perjuangan...
Jika kita sudah memiliki-Nya...
Maka tak kan perlu lagi....
Rasa sedih...takut....sepi....
Dalam....menjalani hidup ini....
(Untuk teman-teman yang masih mencari makna kehidupan)
Subscribe to:
Posts (Atom)