ABU HUDZAIFAH SAYANG
Dahulu banyak bayangan tergambar dibenak jika suatu saat ini akhirnya harus mengakhiri masa lajang. Segala persiapan, lahir bathin, pengorbanan, kepada sang calon kepala rumah tanggapun melintas dalam pikiran. Siap melayani, siap patuh, semuanya dalam rangka menggapai cinta yang lebih besar, cintanya Sang Kekasih, Allah SWT. Bahkan sampai saat seorang sister pernah berkata:
"Ah enaknya ya kalau sudah punya suami, bisa merebahkan kepala ini ke pundaknya."
"Jangan salah, justru nanti suami yang mengharapkan bisa merebahkan kepalanya si pundak kita." Sanggahku waktu itu.
Jadi saat masa-masa berakhirnya status lajang itu kian mendekat, semua tenaga sudah dikerahkan, semua mental telah dipersiapkan. Dan hasilnyapun tak jauh dari bayangan. Bulan-bulan pertama saat penyesuaian, segalanya tidak mudah, pun bagi yang sudah melakukan persiapan. Seandainya saja tak ada sekerat iman di hati, godaan syetanpun pasti mudah menghempaskan segalanya. Tapi Firman Sang Kekasih memang tak pernah ingkar.
Buah kesabaran adalah kenikmatan. Kini, setelah melalui masa-masa penyesuaian yang sulit, masa indahpun terhampar. Pengabdian tanpa pamrih berbuah kasih sayang, saling percaya berbuah ketenangan, cinta yang bersih berbuah benih suci didalam rahim.
Kini, tiada sehari tanpa 3 kecupan. Tiada sehari tanpa pelukan hangat. Tiada sehari tanpa gengaman erat dan tiada sehari tanpa belaian sayang. Pijatan yang menyegarkan di sepasang kaki yang letih, dan kesetiaan menemani dalam setiap kesempatan, dari seorang suami tercinta, Abu Hudzaifah sayang.
(“Sesungguhnya jika kamu bersyukur (atas segala nikmat yang diberikan), pasti Allah akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim 14: 7)
Dahulu banyak bayangan tergambar dibenak jika suatu saat ini akhirnya harus mengakhiri masa lajang. Segala persiapan, lahir bathin, pengorbanan, kepada sang calon kepala rumah tanggapun melintas dalam pikiran. Siap melayani, siap patuh, semuanya dalam rangka menggapai cinta yang lebih besar, cintanya Sang Kekasih, Allah SWT. Bahkan sampai saat seorang sister pernah berkata:
"Ah enaknya ya kalau sudah punya suami, bisa merebahkan kepala ini ke pundaknya."
"Jangan salah, justru nanti suami yang mengharapkan bisa merebahkan kepalanya si pundak kita." Sanggahku waktu itu.
Jadi saat masa-masa berakhirnya status lajang itu kian mendekat, semua tenaga sudah dikerahkan, semua mental telah dipersiapkan. Dan hasilnyapun tak jauh dari bayangan. Bulan-bulan pertama saat penyesuaian, segalanya tidak mudah, pun bagi yang sudah melakukan persiapan. Seandainya saja tak ada sekerat iman di hati, godaan syetanpun pasti mudah menghempaskan segalanya. Tapi Firman Sang Kekasih memang tak pernah ingkar.
Buah kesabaran adalah kenikmatan. Kini, setelah melalui masa-masa penyesuaian yang sulit, masa indahpun terhampar. Pengabdian tanpa pamrih berbuah kasih sayang, saling percaya berbuah ketenangan, cinta yang bersih berbuah benih suci didalam rahim.
Kini, tiada sehari tanpa 3 kecupan. Tiada sehari tanpa pelukan hangat. Tiada sehari tanpa gengaman erat dan tiada sehari tanpa belaian sayang. Pijatan yang menyegarkan di sepasang kaki yang letih, dan kesetiaan menemani dalam setiap kesempatan, dari seorang suami tercinta, Abu Hudzaifah sayang.
(“Sesungguhnya jika kamu bersyukur (atas segala nikmat yang diberikan), pasti Allah akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim 14: 7)