MENJADI ISTRI SEJATI
"Kan gak enak Lies, seandainya dia pulang kerumah, cape, ingin ketemu istrinya, istrinya sudah berangkat dari pagi, tugas. Aku mau kalau dia pulang kerumah, aku ada untuk melayaninya."
Subhanallah. Itulah kata yang selalu terucap dari mulutku, ketika ada seseorang yang menyebut namanya. Seorang saudari, salah satu patih terbaik di negeri bertuhan rating. Sutradara handal, berkepala dingin, cerdas, dan rendah hati. Pertama kali mengenalnya saat kami menginap setengah purnama. Di sebuah hotel tua, Jogjakarta. Saat itu para calon patih yang masih muda belia, digemleng tuk jadi patih handal. Dan sang saudari mendapat amanah tuk menjadi seorang 'audiowoman'.
Satu-satunya audiowoman saat itu. Lincah, cekatan. Menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Pun beberapa waktu lalu, saat masih menguasai control room itu dengan salah satu anak buah yang siap merekam gambar cantik di studio, yang tak lain adalah kekasihnya. Calon suaminya. Dari audiowoman kini menjadi director.
Jabatan yang tak mudah diperoleh, hanya orang-orang pilihan. Pasti dengan imbalan gaji yang sepadan. Tapi ia ternyata punya pilihan lain, yang jauh, jauh lebih mulia, lebih berharga dari jabatannya saat itu.
"Aku sekarang usaha sendiri, ya jual-jual baju deh, wiraswasta..."
Mengikuti jejak pemimpinnya Rasulullah, dan kekasihnya tercinta Khadijah. Satu jalan mulia yang tak kan mudah ditapaki, oleh orang-orang biasa.
(Untuk Yusiani, kagumku padamu)
Friday, December 23, 2005
Wednesday, December 21, 2005
MELEWATI JALAN ITU...
Tiap malam. Melewati jalan itu, memorikupun terbang. Saat beberapa waktu lalu, pada peristiwa yang makin mengukuhkanku untuk membina masa depan bersama dirinya. Hampir tengah malam, saat melalui jalan yang masih saja ramai, ban depan jupi sempat ngadat. Jarak jauh kerumah, membuat my father tak mampu berbuat apa.
"Cari aja tukang tambal ban disekitar situ, pasti ada, hati-hati yaa nak..."
Pikirankupun melayang. Mencari sosok, yang bisa mengulurkan tangan. Di tengah malam, yang masih saja ramai. Sebuah wajah hadir dipelupuk mata. Entah malaikat atau mahluk lain yang menuntun tanganku menekan nomor itu. Lalu terdengarlah suara dari jarak 4 kilometer jauhnya.
"Posisinya dimana?...ya udah tunggu ya...hati-hati..."
Dan datanglah ia, dengan jaket setengah kuyup ia tanyakan kondisiku. Menuntun si Jupi perlahan-lahan didepan. Menemani malam hingga diri kembali keperaduan. Kini. Masih harus kulewati jalan itu. Saat dirinya berada nun jauh disana. Sebuah pulau kecil, pulau dewata kedua pelancong dunia. Menunaikan amanah dari negeri bertuhan rating.
Masih 3 malam kan kulewati sendiri, hanya bersama Sang Kekasih sejati.
(Miss u so much honey..)
Tiap malam. Melewati jalan itu, memorikupun terbang. Saat beberapa waktu lalu, pada peristiwa yang makin mengukuhkanku untuk membina masa depan bersama dirinya. Hampir tengah malam, saat melalui jalan yang masih saja ramai, ban depan jupi sempat ngadat. Jarak jauh kerumah, membuat my father tak mampu berbuat apa.
"Cari aja tukang tambal ban disekitar situ, pasti ada, hati-hati yaa nak..."
Pikirankupun melayang. Mencari sosok, yang bisa mengulurkan tangan. Di tengah malam, yang masih saja ramai. Sebuah wajah hadir dipelupuk mata. Entah malaikat atau mahluk lain yang menuntun tanganku menekan nomor itu. Lalu terdengarlah suara dari jarak 4 kilometer jauhnya.
"Posisinya dimana?...ya udah tunggu ya...hati-hati..."
Dan datanglah ia, dengan jaket setengah kuyup ia tanyakan kondisiku. Menuntun si Jupi perlahan-lahan didepan. Menemani malam hingga diri kembali keperaduan. Kini. Masih harus kulewati jalan itu. Saat dirinya berada nun jauh disana. Sebuah pulau kecil, pulau dewata kedua pelancong dunia. Menunaikan amanah dari negeri bertuhan rating.
Masih 3 malam kan kulewati sendiri, hanya bersama Sang Kekasih sejati.
(Miss u so much honey..)
Thursday, December 08, 2005
DIKUNJUNGI GENERASI GHUROBA
Malam itu bernafas sejenak setelah sampai di istana kami nan megah. Selepas seharian pergumulan di negeri bertuhan rating, dan perjalanan panjang mengendarai si Jupi yang semakin hari semakin terlihat lusuh. Datanglah 2 saudara. Kumenyebutnya 2 saudara dari generasi ghuroba*. Generasi yang aneh, pun dimataku sendiri yang sesama muslim. Takjub melihat penampilan mereka, kagum terhadap amalan Rasullulah yang konsisten mereka amalkan. Tanpa isbal*, tanpa beradu mata, dengan untaian rambut rapih dibawah bibir, dan wangi semerbak non alkohol yang nikmat dihirup.
Salah satu dari mereka, sahabat, teman dan guru dari Abi sayankku. Ayankku yang ghiroh*nya sedang tinggi. Mencontohi amalan Sang Rasul. Berupaya sama konsistennya dengan mereka.
"Ini buku-buku yang antum minta, ane saranin beli yang ini bagus sekali isinya..."
Disodorkannya sebuah buku pink berjudul "Menanti si Buah Hati". Aku hanya tersenyum, sambil coba membaca isinya. Kami memang sedang menunggu si Buah Hati. Tapi Ayankku kurang berminat. Ada buku-buku lain yang menjadi prioritasnya saat ini, isinya tentang doa-doa dzikir pagi dan petang berdasarkan hadist shahih, juga buku yang berjudul "Adakah Musik Islami?", "Adakah Sandiwara, Film, Sinetron Islami?"....
"Wah antum gak boleh kebanyakan baca buku, ntar banyakan gak bolehnya..."
Salah satu saudara berkata. Basa-basi tentunya. Aku hanya tersenyum. Masih membolak-balik satu buku. Mencoba membaca isinya. Gagal. Karena pikiran yang melayang. Membayangkan masa depan, bersama Ayankku....
(Tamanpun menjadi indah karena bunganya yang berwarna-warni)
*ghuroba = aneh
isbal = memakai celana melebihi batas mata kaki
ghiroh = semangat
Malam itu bernafas sejenak setelah sampai di istana kami nan megah. Selepas seharian pergumulan di negeri bertuhan rating, dan perjalanan panjang mengendarai si Jupi yang semakin hari semakin terlihat lusuh. Datanglah 2 saudara. Kumenyebutnya 2 saudara dari generasi ghuroba*. Generasi yang aneh, pun dimataku sendiri yang sesama muslim. Takjub melihat penampilan mereka, kagum terhadap amalan Rasullulah yang konsisten mereka amalkan. Tanpa isbal*, tanpa beradu mata, dengan untaian rambut rapih dibawah bibir, dan wangi semerbak non alkohol yang nikmat dihirup.
Salah satu dari mereka, sahabat, teman dan guru dari Abi sayankku. Ayankku yang ghiroh*nya sedang tinggi. Mencontohi amalan Sang Rasul. Berupaya sama konsistennya dengan mereka.
"Ini buku-buku yang antum minta, ane saranin beli yang ini bagus sekali isinya..."
Disodorkannya sebuah buku pink berjudul "Menanti si Buah Hati". Aku hanya tersenyum, sambil coba membaca isinya. Kami memang sedang menunggu si Buah Hati. Tapi Ayankku kurang berminat. Ada buku-buku lain yang menjadi prioritasnya saat ini, isinya tentang doa-doa dzikir pagi dan petang berdasarkan hadist shahih, juga buku yang berjudul "Adakah Musik Islami?", "Adakah Sandiwara, Film, Sinetron Islami?"....
"Wah antum gak boleh kebanyakan baca buku, ntar banyakan gak bolehnya..."
Salah satu saudara berkata. Basa-basi tentunya. Aku hanya tersenyum. Masih membolak-balik satu buku. Mencoba membaca isinya. Gagal. Karena pikiran yang melayang. Membayangkan masa depan, bersama Ayankku....
(Tamanpun menjadi indah karena bunganya yang berwarna-warni)
*ghuroba = aneh
isbal = memakai celana melebihi batas mata kaki
ghiroh = semangat
Subscribe to:
Posts (Atom)