Thursday, November 25, 2004

MENGENANG MAS NONOT



Nonot Suryo Utomo, itu namanya. Gagah, seperti orangnya, berperawakan tinggi besar, kepala botak, apalagi kalau sudah menenteng kamera dibahu kanan dan tripod ditangan kiri. Aku ingat liputan terakhirnya dulu saat ia balik dari Poso, tentang perjanjian perdamaian yang ditengahi Yusuf Kalla. Masih kuingat gambar saat Dewi Artiwi, reportermu terengah-engah mengejar Pak Yusuf untuk meminta statementnya, pasti kau juga lebih terengah-engah disana, karena tidak seperti Dewi yang pegang mike, kau harus memanggul kamera yang berat itu dan memastikan dapat gambar dan angle yang bagus.

Mas Nonot, dibalik perawakannya yang gagah ternyata mengidap gagal ginjal, mungkin kesibukkanmu membuatmu terkadang lupa minum. Perkara yang kelihatannya sepele, tapi penting, karena segelas air itu ternyata tetap menjaga sebuah organ penting bekerja. Lalu kau putuskan untuk menjadi sepertiku, seorang audio visual editor. Dan disanalah kau mulai bekerja, didepan Newsflash yang dingin. Kau selalu datang lebih dulu dariku, dengan jaket kuning tebal, dan sebuah botol aqua ditangan kanan. Kau edit berita dengan tenang, meskipun terkadang mengeluh karena gambar yang kurang atau tidak bagus, sementara waktu tak mau berkompromi. Botol aqua itu tetap setia menemani, kadang kau taruh dibawah meja, karena supervisor tidak mengizinkan makanan dan minuman masuk keruang editing. Tapi ternyata segalanya sudah terlambat.

Tubuhmu yang dulu berisi, makin kurus. Bicaramu semakin lambat, dan jalanmu tak lagi gagah. Lalu kau tak sanggup lagi bekerja, penyakit itu ternyata sudah menjalar kebeberapa organ penting lainnya, yang memaksamu beristirahat dirumah saja. Dan semenjak kau tak lagi bekerja, aku belum pernah mengunjungimu, meneleponmu, untuk sekedar menanyakan apa khabarmu. Hingga akhirnya kau yang mengunjungi kantor, dengan tubuh yang semakin ringkih, kutemui saat kau duduk didepan salah satu komputer itu.

"Mas Nonot..."
"Hey...Lies..."


Suaramu parau, hampir tak terdengar. Tak tega kumenanyakan bagaimana khabarmu. Kupijat pundakmu, dan disana aku mengetahui, Sang Kekasih sedang menanti. Seperti aku mengetahui, Pak Edy audioman dan Bunda Liennya Ami akan segera dipanggil menghadapNya, saat kupegang tubuh lemah mereka. Jadi saat kudengar kabar 2 hari sebelum Idul Fitri tiba, kau telah dipanggil menghadapNya, aku sudah ikhlaskan kepergianmu semenjak pertemuan hari itu.

Selamat jalan Mas Nonot...

(Semoga saat ini kau tenang dipelukanNya, semoga amal baik mampu menempatkanmu dijannahNya...Amien)

No comments: