DUA SISI MATA PISAU
Baru 2 hari lalu, saat kulihat ditelevisi, sekumpulan pejabat negeri ini sedang rapat pleno, memprotes 'travel warning' yang dikeluarkan oleh USA buat warga negaranya. Salah satu pejabat itu dengan percaya diri berkata.
""Travel warning itu terlalu berlebihan, Indonesia dalam kondisi aman kok untuk dikunjungi..."
Tapi kini dua hari menjelang peringatan tragedi WTC, sebuah bom berkekuatan besar membuktikan kekhawatiran paman sam. Suasana kantor yang tenang, dalam hitungan detik langsung hiruk pikuk. Bom itu sama sekali tidak melukai kantor kami, tapi nun jauh disana, 5 buah gedung besar hancur, mungkin juga beserta ratusan pekerja yang berada didalamnya. Para produser menelpon reporter yang sedang berada dilapangan, semua dialihkan menuju kuningan, ada yang inisiatif bergerak dengan sepeda motornya.
"Breaking news, breaking news..."
"Buat jelang siang saja, satu segmen, wuih gambarnya bagus..."
"Lihat Anteve, langsung dapat gambarnya..."
Para produser tak mau tertinggal momen berharga, yang bisa mendongkrak rating, atau paling tidak supaya tidak ketinggalan berita dengan tv lainnya. Meskipun para reporter dilapangan belum memberikan laporan, berita harus tetap dibuat. HP mereka terus berdering, para pa sibuk mencari berita tambahan melalui situs detik.com, atau dari laporan reporter elshinta. Karena sifat publikasi radio pasti lebih cepat dibanding televisi. Semua jajaran direksi turun, memberikan para produser slot tayang yang tak terhingga, dari pukul 11.30 hingga 13.00, semuanya berita tentang bom kuningan. Acara gosip artis 'insert' harus rela diganti tayangan breaking news. Bahkan kupas tuntas yang baru usia malam ini pukul 12 malam, juga berisi berita tentang ledakan tersebut.
Penderitaan, kesedihan, kepdihan orang lain, kadang menjadi berita berharga bagi kami. Bad news is a good news, begitu kata sang direktur. Tapi, rasanya tidak selalu demikian, disebuah meja komputer pojok kantor, seorang wanita berjilbab, yang didalam rahimnya tengah bersembunyi mashluk berusia 3 bulan, terlihat tenang menulis naskah untuk sebuah program bernama "Surat Sahabatku", tidak terpancing akan hiruk pikuk diruangan sebelahnya. Raut wajahnya terlihat serius, memikirkan bagaimana menguntai kata-kata menjadi naskah yang indah, yang dapat menyentuh relung hati, mengisahkan tentang penderitaan anak-anak pengungsi.
Lalu agak jauh darinya, juga seorang wanita berjilbab, juga yang sedang mengandung sesosok mahluk suci berusia 7 bulan, terlihat serius merangkai kata-kata yang menceritakan sejarah masuknya Islam dinegeri ini. Ia sedang menulis naskah untuk program "Perjalanan Islam". Media adalah pisau, yang sama-sama memiliki 2 sisi, ditangan penjahat, pisau dapat digunakan untuk membunuh, ditangan orang sholeh, pisau dapat digunakan untuk memotong sayuran dan ikan, menghidangkan makanan lezat bagi keluarga. Tinggal sekarang, kemana hati nurani kita akan menuntunnya?
(Berduka cita sedalam-dalamnya untuk para korban bom kuningan, semoga Sang Kekasih berikan ketabahan dan kekuatan)
No comments:
Post a Comment