HURU HARA DIMALAM BUTA
Pukul 23 lewat 3 menit, presenter tayangan Kupas Tuntas membuka acara, temanya kali ini tentang transeksual. Kisah manusia yang mengganti jenis kelamin sesuai pilihan hatinya. Pembukaan yang biasa disebut lead in berjalan lancar, masuk short bump, tulisan Kupas Tuntas melayang yang menandai persiapan masuk ke paket pertama. Kembali presenter membaca lead in paket, selesai, tapi kemana paketnya? Sang presenter cantik terdiam dilayar kaca.
Sementara itu diruang editing, semua mata memandang kemonitor. Editornya berupaya untuk tenang, paket yang seharusnya tayang detik itu, baru diprint alias direkam kedalam kaset DVC Pro, baru akan selesai 7 menitan lagi. Sang asisten produsernya yang muda usia, berkali-kali mengintip dari kaca dengan perasaan was-was. Jelas, paket yang harusnya tayang segmen pertama itu, harus mundur kesegmen berikutnya.
3 jam yang lalu, pukul 8 malam, reporter paket pertama itu masih sibuk mengetik naskah, baru 30 menit kemudian naskah bisa diedit. Harusnya 3 jam itu sudah bisa dipakai untuk full editing, bukan lagi saatnya mencari gambar untuk dimasukkan dalam komputer. Tapi yang ada, banyak materi gambar yang belum diinjust, proses editing terganggu, ditambah lagi soundbyte yang jadi unsur penting paket itu belum masuk. Semakin kacau. Hasilnya? paket segmen 1 itu tidak jadi maksimal, plus tidak bisa masuk kesegmen pertama. Lengkap sudah kekacauan.
Harusnya kita bisa belajar. Tayangan Kupas Tuntas bukan spot yang sifatnya diburu waktu, jadi pengambilan gambar, naskah dan editan paketnya seharusnya bisa lebih cantik dan menarik dibandingkan program spot news. Jika saja para kru muda usia itu, mau berpikir lebih dalam, kuasa yang ada ditangan mereka. Bagaimana memikirkan idealisme seorang jurnalis, bagaimana memikirkan social responsibility dari setiap tayangan, bagaimana sebuah kasus dapat tuntas dibahas, jika teknik yang mendasar dalam memproduksi sebuah program saja, tidak mampu direncanakan dengan matang.
(Saat Mengedit Paket Pertama itu)
No comments:
Post a Comment