"Urghh...." berkali-kali aku menggeram, ketika Afif ngompol lagi di atas guling yang ia peluk. Padahal sudah aku ajak ia untuk ke kamar mandi, tapi Afif memilih bergemul lagi dengan gulingnnya dan dengan santai ia pipis disana.
"Apa Umi bilang? kalau pipis di kamar mandi sholeeeeh..."
"Umi, Afif pipis..."
"Sudah telaaat....tuuh kamar mandinya disana, bukan disini..."
Tapi Afif dengan tenangnya terkantuk-kantuk kembali, pun saat ku buka celananya dan menggantinya dengan celana baru.
"Gulingnya basah kaan, Urrrghhhh...." Aku hanya bisa menumpahkan kekesalan dengan menggeram dan menggeram.
Kalau sudah begini, biasanya My Mom akan datang.
"Masih anak-anak kan In, diajarin terus juga suka lupa terus, yang sabar donk..." Kalau sudah begitu, ia lantas akan mengajak cucu kesayangannya itu keluar kamar, sarapan, atau menemaninya masak.
Siangnya, seperti biasa kusuapi Afif. Kali ini menu rawon buatan my beloved Mom, gak menarik minatnya.
"Ayo sholeeeh, maem yaa..."
"Gak....gak...." ia malah menghilang di balik gunungan bantal, tangannya tak sengaja menepis sesendok nasi yang siap masuk kemulutnya. Semua isi diatas sendok itu, tentu saja tumpah semua, berceceran diatas karpet.
"Grrrgggg........Akhhhh....." kembali aku menggeram, bahkan teriak, sampai-sampai My beloved Mom turun dari lantai 2.
"Kenapa tokh? koq teriak-teriak...gak enak kan kedengeran tetangga....sini Afif ikut Mbah Uti yaa..." Dengan lembut ia ajak Afif ke lantai 2 sambil mengambil sepiring nasi rawon yang tengah aku suapkan siang itu.
"Yang sabar, nanganin anak seperti ini harus sabar..."katanya sambil terus merayu si Afif tersayang. Padahal Afif, buah hatiku, 2 tahun setengah, tak ada yang salah dengan dirinya. lahir dengan fisik sempurna, luar biasa cerdas dan aktif. Hanya sedikit nakal, dan suka cari perhatian. Dan aku, yang masih perlu, banyak belajar dari my beloved Mom. Wanita yang telah melahirkan 4 anak, dan membesarkannya dengan penuh kesabaran. Wanita yang telah 20 tahun lebih tak pernah berhenti bekerja diluar, dan tetap menjadi ibu yang baik di dalam keluarganya.
Dadaku sesak, aku merasakan tubuhku mengecil, terbenam dalam timbunan bantal-bantal kecil milik Afif didepan televisi siang itu. Ku bayangkan wajahku yang berubah seperti monster setiap kali teriak, membentak Afif kecil yang tak berdaya.
(Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seseorang berkata: Wahai Rasulullah, berilah aku nasehat. Beliau bersabda: “Jangan marah.” Lalu orang itu mengulangi beberapa kali, dan beliau bersabda: “Jangan marah.” Riwayat Bukhari)
No comments:
Post a Comment