CANTIK DUNIA AKHIRAT
Malam itu seorang saudari yang baru kukenal saat mabit di Al-Azhar Sabtu lalu, datang berkunjung kekantor. Kuajak ia tur melihat-lihat studio 5, tempat dimana proses sederhana program televisi dibuat. Disana seorang gadis manis berjilbab model artis Inneke, serius berdiri didepan layar biru, menyampaikan tayangan-tayangan untuk bulan suci Ramadhan. Tak jauh diluar studio, ada juga gadis manis setipe yang mondar mandir menghafal naskah. Wajah-wajah mereka terlihat familiar.
"Oh itu untuk program Ramadhan ya mbak?"
Kuanggukan kepala, sambil mengantarnya turun ke lobby. Kembali keruang edit, kulihat 4 orang gadis manis keluar dari ruangan wardrobe menuju studio, masih menggunakan pakaian muslimah, mereka terlihat anggun, cantik dan menyejukkan. Setengah jam kemudian, gadis-gadis manis itu kembali masuk keruang wardrobe.
Tak berapa lama, dari ruangan yang sama keluarlah gadis berpakaian seksi, bahunya terbuka lebar, pakaian ketat menunjukkan seluruh sudut tubuh. Begitupun gadis dibelakangnya, dan dibelakangnya, dan dibelakangnya. Ah bukankah mereka yang tadi menggunakan busana muslim? yang tadi terlihat anggun dan menyejukkan? Muka mereka sering terlihat digedung ini, oh mereka finalis cantik Indonesia. Ajang mencari bintang sebagai duta negeri bertuhan rating ini, yang katanya tidak hanya mementingkan kecantikan tetapi juga bakat.
"Itu kan hanya akting mas..."
Seloroh salah satu gadis seksi itu kepada salah satu kru. Sambil berjalan lenggak lenggok, dengan dagu terangkat keatas. Ah, seandainya salah satu kriteria lagi dimasukkan kedalam ajang itu. Karena seorang duta paling tidak seharusnya memiliki 3 unsur, intelegence, emotional dan... spiritual. Ah, seandainya ketiga unsur itu dimiliki para gadis cantik tadi, mereka bukan hanya akan 'cantik Indonesia' akan tetapi cantik dunia akhirat.
(Masih panjang langkah mengubah industri ini kearah yang diridoiNya, doakan kami agar tetap istiqomah)
Tuesday, September 28, 2004
Thursday, September 09, 2004
DUA SISI MATA PISAU
Baru 2 hari lalu, saat kulihat ditelevisi, sekumpulan pejabat negeri ini sedang rapat pleno, memprotes 'travel warning' yang dikeluarkan oleh USA buat warga negaranya. Salah satu pejabat itu dengan percaya diri berkata.
""Travel warning itu terlalu berlebihan, Indonesia dalam kondisi aman kok untuk dikunjungi..."
Tapi kini dua hari menjelang peringatan tragedi WTC, sebuah bom berkekuatan besar membuktikan kekhawatiran paman sam. Suasana kantor yang tenang, dalam hitungan detik langsung hiruk pikuk. Bom itu sama sekali tidak melukai kantor kami, tapi nun jauh disana, 5 buah gedung besar hancur, mungkin juga beserta ratusan pekerja yang berada didalamnya. Para produser menelpon reporter yang sedang berada dilapangan, semua dialihkan menuju kuningan, ada yang inisiatif bergerak dengan sepeda motornya.
"Breaking news, breaking news..."
"Buat jelang siang saja, satu segmen, wuih gambarnya bagus..."
"Lihat Anteve, langsung dapat gambarnya..."
Para produser tak mau tertinggal momen berharga, yang bisa mendongkrak rating, atau paling tidak supaya tidak ketinggalan berita dengan tv lainnya. Meskipun para reporter dilapangan belum memberikan laporan, berita harus tetap dibuat. HP mereka terus berdering, para pa sibuk mencari berita tambahan melalui situs detik.com, atau dari laporan reporter elshinta. Karena sifat publikasi radio pasti lebih cepat dibanding televisi. Semua jajaran direksi turun, memberikan para produser slot tayang yang tak terhingga, dari pukul 11.30 hingga 13.00, semuanya berita tentang bom kuningan. Acara gosip artis 'insert' harus rela diganti tayangan breaking news. Bahkan kupas tuntas yang baru usia malam ini pukul 12 malam, juga berisi berita tentang ledakan tersebut.
Penderitaan, kesedihan, kepdihan orang lain, kadang menjadi berita berharga bagi kami. Bad news is a good news, begitu kata sang direktur. Tapi, rasanya tidak selalu demikian, disebuah meja komputer pojok kantor, seorang wanita berjilbab, yang didalam rahimnya tengah bersembunyi mashluk berusia 3 bulan, terlihat tenang menulis naskah untuk sebuah program bernama "Surat Sahabatku", tidak terpancing akan hiruk pikuk diruangan sebelahnya. Raut wajahnya terlihat serius, memikirkan bagaimana menguntai kata-kata menjadi naskah yang indah, yang dapat menyentuh relung hati, mengisahkan tentang penderitaan anak-anak pengungsi.
Lalu agak jauh darinya, juga seorang wanita berjilbab, juga yang sedang mengandung sesosok mahluk suci berusia 7 bulan, terlihat serius merangkai kata-kata yang menceritakan sejarah masuknya Islam dinegeri ini. Ia sedang menulis naskah untuk program "Perjalanan Islam". Media adalah pisau, yang sama-sama memiliki 2 sisi, ditangan penjahat, pisau dapat digunakan untuk membunuh, ditangan orang sholeh, pisau dapat digunakan untuk memotong sayuran dan ikan, menghidangkan makanan lezat bagi keluarga. Tinggal sekarang, kemana hati nurani kita akan menuntunnya?
(Berduka cita sedalam-dalamnya untuk para korban bom kuningan, semoga Sang Kekasih berikan ketabahan dan kekuatan)
Baru 2 hari lalu, saat kulihat ditelevisi, sekumpulan pejabat negeri ini sedang rapat pleno, memprotes 'travel warning' yang dikeluarkan oleh USA buat warga negaranya. Salah satu pejabat itu dengan percaya diri berkata.
""Travel warning itu terlalu berlebihan, Indonesia dalam kondisi aman kok untuk dikunjungi..."
Tapi kini dua hari menjelang peringatan tragedi WTC, sebuah bom berkekuatan besar membuktikan kekhawatiran paman sam. Suasana kantor yang tenang, dalam hitungan detik langsung hiruk pikuk. Bom itu sama sekali tidak melukai kantor kami, tapi nun jauh disana, 5 buah gedung besar hancur, mungkin juga beserta ratusan pekerja yang berada didalamnya. Para produser menelpon reporter yang sedang berada dilapangan, semua dialihkan menuju kuningan, ada yang inisiatif bergerak dengan sepeda motornya.
"Breaking news, breaking news..."
"Buat jelang siang saja, satu segmen, wuih gambarnya bagus..."
"Lihat Anteve, langsung dapat gambarnya..."
Para produser tak mau tertinggal momen berharga, yang bisa mendongkrak rating, atau paling tidak supaya tidak ketinggalan berita dengan tv lainnya. Meskipun para reporter dilapangan belum memberikan laporan, berita harus tetap dibuat. HP mereka terus berdering, para pa sibuk mencari berita tambahan melalui situs detik.com, atau dari laporan reporter elshinta. Karena sifat publikasi radio pasti lebih cepat dibanding televisi. Semua jajaran direksi turun, memberikan para produser slot tayang yang tak terhingga, dari pukul 11.30 hingga 13.00, semuanya berita tentang bom kuningan. Acara gosip artis 'insert' harus rela diganti tayangan breaking news. Bahkan kupas tuntas yang baru usia malam ini pukul 12 malam, juga berisi berita tentang ledakan tersebut.
Penderitaan, kesedihan, kepdihan orang lain, kadang menjadi berita berharga bagi kami. Bad news is a good news, begitu kata sang direktur. Tapi, rasanya tidak selalu demikian, disebuah meja komputer pojok kantor, seorang wanita berjilbab, yang didalam rahimnya tengah bersembunyi mashluk berusia 3 bulan, terlihat tenang menulis naskah untuk sebuah program bernama "Surat Sahabatku", tidak terpancing akan hiruk pikuk diruangan sebelahnya. Raut wajahnya terlihat serius, memikirkan bagaimana menguntai kata-kata menjadi naskah yang indah, yang dapat menyentuh relung hati, mengisahkan tentang penderitaan anak-anak pengungsi.
Lalu agak jauh darinya, juga seorang wanita berjilbab, juga yang sedang mengandung sesosok mahluk suci berusia 7 bulan, terlihat serius merangkai kata-kata yang menceritakan sejarah masuknya Islam dinegeri ini. Ia sedang menulis naskah untuk program "Perjalanan Islam". Media adalah pisau, yang sama-sama memiliki 2 sisi, ditangan penjahat, pisau dapat digunakan untuk membunuh, ditangan orang sholeh, pisau dapat digunakan untuk memotong sayuran dan ikan, menghidangkan makanan lezat bagi keluarga. Tinggal sekarang, kemana hati nurani kita akan menuntunnya?
(Berduka cita sedalam-dalamnya untuk para korban bom kuningan, semoga Sang Kekasih berikan ketabahan dan kekuatan)
Subscribe to:
Posts (Atom)