Wednesday, January 18, 2006

MESKI SEBESAR ZARRAH



Malam itu, didalam istana kami. Piring-piring dan gelas kotor menghiasi kitchen sink, bekas kuah sayuran tampak berceceran dimeja makan. Juga ceceran air gula, yang sedang digerumuti semut dengan tekunnya. Tak jauh dari situ, Ayankku tengah serius menyiapkan jatah malam satpam komplek kami, meramu gula, kopi dan cemilan sebagai teman mereka terjaga semalaman.

"Sayang, boleh gak ini dibersihkan..." tanyaku menunjuk sekumpulan semut diatas keramik kitchen sink. Selembar topo sudah siap dalam genggaman.
"Jangan sayang....biarin mereka hidup. Mereka kan gak jahat sama kita. Ingat lho semua yang kita lakukan akan diperhitungkan, meski sebesar zarrah..."


Meski sebesar zarrah. Kalimat itu begitu ringan diucapkan, tapi dalam maknanya terasa. Padahal pikirannku tengah berbalik kebelakang, mengingat berapa juta semut yang sudah mati dalam injakan, dalam ayunan sapu ijuk disudut-sudut bangunan istana kami, pun siraman shower di kamar mandi.

Mengingat, padahal hingga saat ini belum ada satu semutpun yang pernah menggigit tubuh, meyakiti diri. Dan aku yang begitu dendamnya, tanpa memikirkan apa salah mereka, membunuh dengan mudahnya.

(Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya ia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. QS Az-Zalzalah:7-8)