Tuesday, January 11, 2005

LEMAH DAN TAK BERDAYA



2 minggu belakangan ini layar kaca itu masih dipenuhi wajah-wajah duka, tangis adik kecil, ibu yang kehilangan anaknya, tatapan kosong tanpa makna. Kata Sherina, Sang Kekasih telah meluapkan amarahnya diujung Banda, kata Om Ebiet ini balasan bagi kita yang alpa. Lalu beberapa tim terdiri dari reporter dan kameraman langsung diterjunkan. Majlis Ta'limpun segera memasang pengumuman tiap lantai, galang dana bagi saudara-saudara yang tertimpa duka. Shalat Ghaibpun digelar, entah sekedar memenuhi kewajiban atau benar-benar mengirim doa bagi yang tertimpa musibah.

Lalu mulailah gambar hasil feeding dari Medan diterima, gambar-gambar bagus menurut kami yang katanya tak punya hati nurani. Mayat-mayat tak berbentuk, bangunan hancur, jadi materi yang siap edit. Ingin rasanya segera terjun kesana, sekedar memberi uluran tangan atau menghibur wajah duka, tapi apa daya, sekedar niat yang tak didukung langkah nyata.

"Bisa apa kamu disana, mau masak? kamu kan nggak biasa masak, mendingan Mama yang dikirim kesana, bisa masakin banyak orang..."

Begitu ketus Bunda, saat melihat ransel yang sudah siap mengcengkram dipundak, berisi pakaian untuk 2 hari, begitu percaya diri mampu berikan bantuan maksimal, meskipun tak tahu dapat berbuat apa disana. Larangan dari manajemen kantor, untuk tidak memberangkatkan relawan dari negeri bertuhan rating, semakin menutup kemungkinan untuk berjumpa adik-adik kecil di tanah Darussalam.

Jadi disinilah, aku yang lemah dan tak berdaya, memandangi wajah-wajah sendu adik-adik kecil, mengedit gambar mereka sebaik mungkin, sambil terus berdoa semoga banyak orang berempati dan belajar arti kehidupan dari gambar-gambar yang dipublikasikan.

(Sabar ya Dek, ada cinta-NYa dibalik murka-Nya)